Sabtu.
Tak terasa, hari ini ujian terakhir.
Seperti biasa, setiap pagi aku di antar Mama ke Sekolah. Sampai di Sekolah, aku langsung masuk kelas tempat ujianku.
Dan ujian di mulai.
Belum setengah waktu ujian berjalan, tiba-tiba datang tiga orang adik kelas membawa wadah yang mirip keranjang kecil.
"Permisi Bu, boleh kita masuk?" tanya salah satu dari mereka meminta izin ke pengawas ujian.
"Silahkan," jawab pengawas dengan nada pelan dan dengan expresi sedikit mengernyitkan dahi.
Selain pengawas, aku dan teman-teman lainnya, mungkin sedikit heran dengan kedatangan mereka.
Tidak biasanya ujian sedang berlangsung ada yang datang membawa keranjang.
Kulihat salah satu dari mereka menghampiri pengawas dan menjelaskan sesuatu dengan suara pelan. Tiba-tiba wajah pengawas berubah menjadi sendu.
~Ada apa? Apa yang terjadi ?~
Pasti itu pertanyaan yang sama di benakku dan teman-teman.
"Anak-anak, maaf Ibu mengganggu ujiannya sebentar. Hari ini kita mendapatkan berita duka dari salah satu teman kalian yang seharusnya hari ini ikut ujian," ujar ibu pengawas terbata-bata dan berhati-hati dalam menyampaikan berita tersebut.
"Innalillahi waainnalillahi Roji'un, telah berpulang salah satu murid Sekolah kita yang bernama Ahmad Tito. Beliau meninggal kemaren sekitar pukul lima sore. Semoga amal dan ibadah Tito di terima Allah SWT, aamiin," ucap ibu pengawas sambil terisak.
Seketika kelas menjadi hening. Beberapa saat kemudian, suasana kelas berubah menjadi rusuh. Ada yang bertanya-tanya dan ada pula yang menangis, termasuk aku!
********
#flashback
Tito teman dekatku saat kita masih duduk di kelas satu tujuh. Tapi pas kelas tiga, kita beda kelas. Walaupun begitu, kita tetap saling menyapa.
Dulu, saking dekatnya aku dengan Tito, teman-teman beranggapan kita pacaran. Padahal itu murni berteman, tanpa ada perasaan apa-apa.
Prang....!!
"Tito...!" teriakku dari jauh.
Kulihat Tito terdiam dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Salah satu jendela kelas kita pecah di bagian belakang.
Pelakunya adalah aku sendiri. Aku melempari Tito dengan sapu dan tidak sengaja mengenai kaca jendela. Sehingga hancur berkeping-keping.
"Tito, bagaimana ini? Gara-gara kamu sih Tito. Nanti guru kelas tau bagaimana?" tanyaku panik, aku mulai menangis.
Perasaan jengkel, marah, takut dan lelah saat mengejar-ngejar Tito keliling kelas, menjadi satu. Aku menyalahkan Tito sepenuhnya, akibat kelakuannya yang selalu menggangguku hampir setiap hari.
Aku dan Tito seperti Tom and Jerry. Selalu saja ada keributan kecil di kelas.
"Sudahlah Zanu, kita bereskan saja kacanya. Diamkan saja dulu, kalau guru bertanya, kita bareng menjawab dan mengakuinya," ujar Tito menenangkanku sambil mengambil sapu dan bergegas membereskan kaca yang berserakan di lantai.
Ada perasaan sedikit lega, tapi aku tetap ketakutan.
"Maaf ya Zanu, karena suka mengganggumu, jadinya seperti ini. Kalau mau marah, marah saja. Tapi setelah aku bereskan ini dulu ya," ujar Tito kemudian.
Aku hanya mengangguk dan duduk dikursi bagian belakang. Kuperhatikan teman-teman yang lain juga ikut membantu dan mereka mau mendiamkan peristiwa hari itu.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Setiap hari aku selalu memikirkan kaca itu. Dan sejak peristiwa itu, Tito jarang menggangguku.
~Aku heran, kenapa tidak ada yang membahas kaca pecah itu lagi? Tidak ada guru yang bertanya ?~
Sampai akhirnya naik ke kelas dua dan pindah dari kelas tersebut. Masih menjadi misteri bagiku hingga saat ini. Apakah Tito mengakuinya ke Kepala Sekolah ? Aku belum menemukan jawabannya. Itu adalah kenangan yang paling aesthetic bersama Tito.
Dan sekarang, berita duka datang di saat ujian terakhir. Baru saja kemaren dia bertanya kepadaku mengenai jawaban ujian. Aku syok mendengar berita ini.
~Dia teman yang baik walau dulu sering jahil dan menggangguku. Ah, temanku Tito, kenapa begitu cepat kamu pergi dari dunia ini.~
*******
#waktu sekarang
"Baik, bagi teman-teman Tito yang mau menyumbang, silahkan masukkan ke keranjang yang di bawa adik kita," ujar pengawas yang mengejutkan lamunanku.
Kuusap air mata yang tanpa kusadari merembes membasahi baju seragam. Dan kuulurkan sedikit uang ke dalam keranjang yang disodorkan. Aku tidak bisa berkata-kata apa lagi.
"Buat teman-teman almarhum yang mau melayat, kita bisa pergi bersama setelah ujian selesai hari ini," ujar adik kelas dengan sedikit terisak.
Adik-adik kelas tersebut merupakan binaan Tito di Pramuka. Ya, Tito aktif dan menjadi ketua Pramuka di Sekolah kita. Jadi tidak heran banyak yang bersimpati dan merasa kehilangan dengan kepergian Tito.
"Baik anak-anak, ujian kita lanjutkan kembali. Tetap konsentrasi walau kita saat ini dalam keadaan berduka. Pulang Sekolah kita melayat ke rumah Tito," ucap ibu pengawas masih dengan nada sedih.
Adik-adik kelas tadi keluar menuju kelas selanjutnya.
*******
Kriingg.....! Bel berbunyi.
"Zanu! Yuk kita bareng. Kamu mau ke rumah Tito kan?" teriak Ratna menggagetkanku yang mau keluar kelas.
"Iya Ratna. Aku harus ke tempat Tito," jawabku pelan.
Ratna tau kalau aku benar-benar kehilangan Tito, karena aku, Ratna dan Tito satu kelas. Jadi tau betul bagaimana kita dulunya.
"Hei Zanu! Tunggu!" teriak Dice dari kejauhan sambil berlari kecil.
"Ada apa Dice?" tanyaku heran.
"Vincent menunggumu tuh di kantin depan Sekolah. Dia mau bareng kamu ke tempat Tito. Ratna sudah beritahu kamu tentang ini sebelumnya kan?" tanya Dice sedikit ngos-ngosan sambil melirik ke arah Ratna.
"Waduh! Bagaimana ya.. Aku takut dan kalau nanti ceweknya Vincent tau bagaimana?" jawabku.
Baru ingat pesan Ratna waktu itu tentang Vincent yang akan menemuiku saat ujian terakhir.
"Alaaah.. Itu gampang diatur. Vincent mau menyampaikan sesuatu ke kamu. Gak tau itu tentang apa, kamu temui saja dulu," ujar Dice sedikit memaksa.
"Yuk Ratna, kita jalan. Itu yang lainnya pada nunggu di depan, nanti kita telat!" teriak Dice sambil menarik tangan Ratna dan berjalan cepat meninggalkanku sendiri yang sedang bengong.
Akhirnya aku beranikan diri melangkahkan kaki ke kantin depan Sekolah. Di sana aku melihat Vincent sedang duduk menungguku. Dia melihatku terus dari kejauhan.
"Zanu, maaf mengganggu waktumu sebentar. Aku mau bicara sesuatu dan bertanya. Mau kupesankan minuman dingin Zanu?" tanya Vincent dengan nada lembut.
Aku mengangguk. Vincent memesan dua minuman dingin. Kulihat Vincent sepertinya masih menyimpan rasa kepadaku. Hampir dua tahun lamanya kita tidak mengobrol seperti dulu.
Aku sebenarnya menyukai Vincent, tapi hatiku menolak untuk pacaran di saat usiaku belum menginjak tujuh belas tahun.
Aku tau, Vincent tidak bisa menerima pikiran seperti itu, karena baginya sudah terbiasa memiliki pasangan dan mungkin pemikiranku dianggap kolot.
"Zanu, kenapa kamu jadi melamun? Nanti kita bareng ke tempat Tito. Jangan pikirkan kita terlambat ke sana," ujar Vincent mengagetkanku.
Aku cuma menggangguk pelan.
"Zanu, maaf dulu mungkin aku bukan yang kamu inginkan atau kamu tidak menyukai sikapku. Tapi ingin rasanya aku mengatakan kalau aku benar-benar menyukaimu. Dan maaf sahabatku pernah menjelek-jelekkanmu waktu itu, sehingga membuat kamu semakin menghindariku," ucap Vincent to the point.
Mungkin kalimat tersebut sudah dipersiapkan Vincent selama dua tahun terakhir. Dan baru sekarang dia bisa menyampaikannya.
"Iya Vincent. Aku sudah maafin teman-teman kamu. Dan maaf dengan keputusanku dua tahun yang lalu. Aku bukannya tidak menyukaimu tapi aku belum siap dan risih kalau kita pacaran. Biarlah orang menganggapku kuno atau kuper. Maafin aku ya..," ucapku lirih sambil menunduk.
Aku tidak berani melihat Vincent, karena aku tau hal inilah yang membuat Vincent sedih dan berusaha bertahan dengan perasaannya sendiri selama ini.
"Zanu, aku berusaha memaklumi keputusanmu, walau berat. Di saat nanti kamu sudah siap, maukah kamu menerimaku kembali?" ujar Vincent penuh harap.
Aku terkejut dengan pernyataan Vincent.
"Aku tidak berani mengambil keputusan. Jika kita berjodoh, InsyaAllah kita pasti akan bertemu kembali. Tapi jika tidak, semoga kamu mendapatkan gantiku yang lebih baik. Cobalah untuk melupakanku," jawabku.
"Iya Zanu. Aku mengerti. Nanti, aku akan mencarimu dan aku tidak mau kehilangan lagi," ucap Vincent lirih.
"Yuk, kita ke tempat Tito. Sudah begitu lama aku tidak membawamu dengan motorku," ajak Vincent.
Aku hanya diam dan mengikuti saja ajakan Vincent.
Aku menaiki motor Vincent dan beberapa saat kemudian motor melaju menuju rumah Tito.
"Zanu, terima kasih untuk hari ini! Aku sangat menyukaimu Zanu!!" teriak Vincent sambil menoleh ke belakang.
Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Terlihat sorot mata Vincent yang begitu bahagia bisa bersamaku, walau kita tidak tau apa esok akan bertemu lagi atau tidak sama sekali.
********
Sesampainya di rumah Tito, terlihat ramai orang-orang yang mau melayat. Di sana kehadiran teman-teman Sekolahku lebih dominan.
Saat aku dan Vincent turun dari motor, banyak temanku melihat heran dengan kedatangan kita berdua. Sebagian sudah tau bahwa pacarnya Vincent bukanlah aku.
Tapi, banyak juga yang tidak tau kalau aku pernah menjadi pacarnya Vincent.
"Zanu, nanti pulangnya biar aku yang antar ya.., kutunggu di parkiran," bisik Vincent.
Aku mengangguk. Kita masuk ke dalam rumah Tito dan mengucapkan belangsungkawa ke orang tuanya Tito. Terlihat raut wajah sedih orang tua Tito yang mendalam. Tito merupakan anak sulung di keluarga tersebut. Pastilah sangat kehilangan.
Semuanya larut dalam kesedihan, teman-temanku, Guru, Kepala Sekolah dan adik kelas serta adik binaan Tito di Pramuka.
Selesai baca surah Yasin dan ayat-ayat pendek, banyak yang berpamitan untuk izin pulang. Termasuk aku.
"Dice, Ratna, aku pulang bareng Vincent," ujarku saat bertemu langsung dengan mereka.
"Cieee.., apakah ini dinamakan CLBK?" goda Dice mengedipkan matanya.
Aku tersenyum menanggapi godaan Dice.
"Hati-hati di jalan Zanu," pesan Ratna.
"Oke, aku duluan ya.. Bye,"
Dari kejauhan aku melihat Vincent sudah di parkiran sedang ngobrol bersama ganknya.
Entah apa yang mereka bicarakan, terlihat raut wajah mereka yang sumringah.
Saat melihatku, mereka reflek berjalan ke arah motor masing-masing, lalu pergi menjauhi Vincent. Aku tersenyum, terlihat lucu menurutku dengan tingkah laku ganknya Vincent.
"Yuk pulang.., nanti Mamamu kelamaan menunggu," ujar Vincent.
"Kalian sedang membicarakan apa?" tanyaku penasaran.
"Gak ada, aku cuma bilang mau mengantarkan kamu pulang," jawab Vincent sambil tersenyum.
Vincent menyalakan mesin motornya dan aku langsung naik duduk di jok belakang.
Motor berjalan pelan, menuju ke arah rumahku.
Terlihat sekilas sosok pacarnya Vincent yang sedang melihat kita berdua dari kejauhan.
"Pacarmu tuh," celetukku sambil menepuk bahu Vincent.
"Biarin saja, nanti aku akan jelasin ke dia," jawab Vincent cuek.
"Ntar dia marah lagi,"
"Gak apa-apa, kalau dia mau putus juga gak masalah buatku," ujar Vincent sekenanya.
"Kamu gak boleh seperti itu Vincent, jelaskan ke dia secara baik-baik dan minta maaf. Aku gak mau lho, nanti kena imbasnya dari hubungan kalian berdua,"
"Baik Zanu, aku akan lakukan apa saja yang kamu mau. Asalkan itu kamu yang bilang, bukan dari orang lain,"
Aku hanya diam mendengar ucapan Vincent.
Kisah antara aku dan Vincent ternyata tidak serumit yang dibayangkan. Asalkan saling mengerti dan berani bicara, semua bisa diselesaikan dengan baik. Walau sebenarnya di lubuk hatiku yang terdalam, ada keraguan di sana.
********
Motor Vincent berhenti di depan rumahku. Terlihat sudah ada mobil yang kukenal sedang terparkir di sana.
"Terima kasih sudah antarkan aku pulang. Mau mampir dulu?" tawarku ke Vincent.
"Gak usah Zanu, aku sudah ada janji sama gankku tadi. Kita mau nongkrong bareng di suatu tempat," jawab Vincent.
"Oke, hati-hati bawa motornya. Jangan ngebut di jalan,"
"Zanu, ingat ya mengenai pembicaraan kita tadi. Aku menunggumu, bye,"
"Bye Vincent,"
Vincent menghidupkan kembali motornya dan melihatku, seakan dia berat untuk beranjak dari sini. Lalu dia tersenyum penuh arti.
Vincent pergi hingga menghilang dari tikungan jalan gang rumah.
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Terlihat sosok itu sedang mengobrol dengan Papa sambil memperbaiki alat pancingnya di teras samping rumah.
"Hai Zanu, kok telat pulangnya?" tanya Bang Angga.
"Tadi melayat ke rumah teman," jawabku singkat.
Dengan cueknya aku bergegas masuk ke dalam rumah.
~Kenapa dia bisa tau ya aku telat pulang sekolah? Ngapain juga dia ke sini, tidak kerjakah ?~
Aku langsung menaiki tangga menuju kamar. Kulihat Zuri sedang tertidur lelap. Kuletakkan tas di meja belajar. Setelah itu aku cuci muka, wudhu dan sholat.
Setelahnya aku turun ke bawah untuk makan siang.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments