BAB 6 : Tito, Secepat Itukah ?

Sabtu.

Tak terasa, hari ini ujian terakhir.

Seperti biasa, setiap pagi aku di antar Mama ke Sekolah. Sampai di Sekolah, aku langsung masuk kelas tempat ujianku.

Dan ujian di mulai.

Belum setengah waktu ujian berjalan, tiba-tiba datang tiga orang adik kelas membawa wadah yang mirip keranjang kecil.

"Permisi Bu, boleh kita masuk?" tanya salah satu dari mereka meminta izin ke pengawas ujian.

"Silahkan," jawab pengawas dengan nada pelan dan dengan expresi sedikit mengernyitkan dahi.

Selain pengawas, aku dan teman-teman lainnya, mungkin sedikit heran dengan kedatangan mereka.

Tidak biasanya ujian sedang berlangsung ada yang datang membawa keranjang.

Kulihat salah satu dari mereka menghampiri pengawas dan menjelaskan sesuatu dengan suara pelan. Tiba-tiba wajah pengawas berubah menjadi sendu.

~Ada apa? Apa yang terjadi ?~

Pasti itu pertanyaan yang sama di benakku dan teman-teman.

"Anak-anak, maaf Ibu mengganggu ujiannya sebentar. Hari ini kita mendapatkan berita duka dari salah satu teman kalian yang seharusnya hari ini ikut ujian," ujar ibu pengawas terbata-bata dan berhati-hati dalam menyampaikan berita tersebut.

"Innalillahi waainnalillahi Roji'un, telah berpulang salah satu murid Sekolah kita yang bernama Ahmad Tito. Beliau meninggal kemaren sekitar pukul lima sore. Semoga amal dan ibadah Tito di terima Allah SWT, aamiin," ucap ibu pengawas sambil terisak.

Seketika kelas menjadi hening. Beberapa saat kemudian, suasana kelas berubah menjadi rusuh. Ada yang bertanya-tanya dan ada pula yang menangis, termasuk aku!

********

#flashback

Tito teman dekatku saat kita masih duduk di kelas satu tujuh. Tapi pas kelas tiga, kita beda kelas. Walaupun begitu, kita tetap saling menyapa.

Dulu, saking dekatnya aku dengan Tito, teman-teman beranggapan kita pacaran. Padahal itu murni berteman, tanpa ada perasaan apa-apa.

Prang....!!

"Tito...!" teriakku dari jauh.

Kulihat Tito terdiam dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Salah satu jendela kelas kita pecah di bagian belakang.

Pelakunya adalah aku sendiri. Aku melempari Tito dengan sapu dan tidak sengaja mengenai kaca jendela. Sehingga hancur berkeping-keping.

"Tito, bagaimana ini? Gara-gara kamu sih Tito. Nanti guru kelas tau bagaimana?" tanyaku panik, aku mulai menangis.

Perasaan jengkel, marah, takut dan lelah saat mengejar-ngejar Tito keliling kelas, menjadi satu. Aku menyalahkan Tito sepenuhnya, akibat kelakuannya yang selalu menggangguku hampir setiap hari.

Aku dan Tito seperti Tom and Jerry. Selalu saja ada keributan kecil di kelas.

"Sudahlah Zanu, kita bereskan saja kacanya. Diamkan saja dulu, kalau guru bertanya, kita bareng menjawab dan mengakuinya," ujar Tito menenangkanku sambil mengambil sapu dan bergegas membereskan kaca yang berserakan di lantai.

Ada perasaan sedikit lega, tapi aku tetap ketakutan.

"Maaf ya Zanu, karena suka mengganggumu, jadinya seperti ini. Kalau mau marah, marah saja. Tapi setelah aku bereskan ini dulu ya," ujar Tito kemudian.

Aku hanya mengangguk dan duduk dikursi bagian belakang. Kuperhatikan teman-teman yang lain juga ikut membantu dan mereka mau mendiamkan peristiwa hari itu.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Setiap hari aku selalu memikirkan kaca itu. Dan sejak peristiwa itu, Tito jarang menggangguku.

~Aku heran, kenapa tidak ada yang membahas kaca pecah itu lagi? Tidak ada guru yang bertanya ?~

Sampai akhirnya naik ke kelas dua dan pindah dari kelas tersebut. Masih menjadi misteri bagiku hingga saat ini. Apakah Tito mengakuinya ke Kepala Sekolah ? Aku belum menemukan jawabannya. Itu adalah kenangan yang paling aesthetic bersama Tito.

Dan sekarang, berita duka datang di saat ujian terakhir. Baru saja kemaren dia bertanya kepadaku mengenai jawaban ujian. Aku syok mendengar berita ini.

~Dia teman yang baik walau dulu sering jahil dan menggangguku. Ah, temanku Tito, kenapa begitu cepat kamu pergi dari dunia ini.~

*******

#waktu sekarang

"Baik, bagi teman-teman Tito yang mau menyumbang, silahkan masukkan ke keranjang yang di bawa adik kita," ujar pengawas yang mengejutkan lamunanku.

Kuusap air mata yang tanpa kusadari merembes membasahi baju seragam. Dan kuulurkan sedikit uang ke dalam keranjang yang disodorkan. Aku tidak bisa berkata-kata apa lagi.

"Buat teman-teman almarhum yang mau melayat, kita bisa pergi bersama setelah ujian selesai hari ini," ujar adik kelas dengan sedikit terisak.

Adik-adik kelas tersebut merupakan binaan Tito di Pramuka. Ya, Tito aktif dan menjadi ketua Pramuka di Sekolah kita. Jadi tidak heran banyak yang bersimpati dan merasa kehilangan dengan kepergian Tito.

"Baik anak-anak, ujian kita lanjutkan kembali. Tetap konsentrasi walau kita saat ini dalam keadaan berduka. Pulang Sekolah kita melayat ke rumah Tito," ucap ibu pengawas masih dengan nada sedih.

Adik-adik kelas tadi keluar menuju kelas selanjutnya.

*******

Kriingg.....! Bel berbunyi.

"Zanu! Yuk kita bareng. Kamu mau ke rumah Tito kan?" teriak Ratna menggagetkanku yang mau keluar kelas.

"Iya Ratna. Aku harus ke tempat Tito," jawabku pelan.

Ratna tau kalau aku benar-benar kehilangan Tito, karena aku, Ratna dan Tito satu kelas. Jadi tau betul bagaimana kita dulunya.

"Hei Zanu! Tunggu!" teriak Dice dari kejauhan sambil berlari kecil.

"Ada apa Dice?" tanyaku heran.

"Vincent menunggumu tuh di kantin depan Sekolah. Dia mau bareng kamu ke tempat Tito. Ratna sudah beritahu kamu tentang ini sebelumnya kan?" tanya Dice sedikit ngos-ngosan sambil melirik ke arah Ratna.

"Waduh! Bagaimana ya.. Aku takut dan kalau nanti ceweknya Vincent tau bagaimana?" jawabku.

Baru ingat pesan Ratna waktu itu tentang Vincent yang akan menemuiku saat ujian terakhir.

"Alaaah.. Itu gampang diatur. Vincent mau menyampaikan sesuatu ke kamu. Gak tau itu tentang apa, kamu temui saja dulu," ujar Dice sedikit memaksa.

"Yuk Ratna, kita jalan. Itu yang lainnya pada nunggu di depan, nanti kita telat!" teriak Dice sambil menarik tangan Ratna dan berjalan cepat meninggalkanku sendiri yang sedang bengong.

Akhirnya aku beranikan diri melangkahkan kaki ke kantin depan Sekolah. Di sana aku melihat Vincent sedang duduk menungguku. Dia melihatku terus dari kejauhan.

"Zanu, maaf mengganggu waktumu sebentar. Aku mau bicara sesuatu dan bertanya. Mau kupesankan minuman dingin Zanu?" tanya Vincent dengan nada lembut.

Aku mengangguk. Vincent memesan dua minuman dingin. Kulihat Vincent sepertinya masih menyimpan rasa kepadaku. Hampir dua tahun lamanya kita tidak mengobrol seperti dulu.

Aku sebenarnya menyukai Vincent, tapi hatiku menolak untuk pacaran di saat usiaku belum menginjak tujuh belas tahun.

Aku tau, Vincent tidak bisa menerima pikiran seperti itu, karena baginya sudah terbiasa memiliki pasangan dan mungkin pemikiranku dianggap kolot.

"Zanu, kenapa kamu jadi melamun? Nanti kita bareng ke tempat Tito. Jangan pikirkan kita terlambat ke sana," ujar Vincent mengagetkanku.

Aku cuma menggangguk pelan.

"Zanu, maaf dulu mungkin aku bukan yang kamu inginkan atau kamu tidak menyukai sikapku. Tapi ingin rasanya aku mengatakan kalau aku benar-benar menyukaimu. Dan maaf sahabatku pernah menjelek-jelekkanmu waktu itu, sehingga membuat kamu semakin menghindariku," ucap Vincent to the point.

Mungkin kalimat tersebut sudah dipersiapkan Vincent selama dua tahun terakhir. Dan baru sekarang dia bisa menyampaikannya.

"Iya Vincent. Aku sudah maafin teman-teman kamu. Dan maaf dengan keputusanku dua tahun yang lalu. Aku bukannya tidak menyukaimu tapi aku belum siap dan risih kalau kita pacaran. Biarlah orang menganggapku kuno atau kuper. Maafin aku ya..," ucapku lirih sambil menunduk.

Aku tidak berani melihat Vincent, karena aku tau hal inilah yang membuat Vincent sedih dan berusaha bertahan dengan perasaannya sendiri selama ini.

"Zanu, aku berusaha memaklumi keputusanmu, walau berat. Di saat nanti kamu sudah siap, maukah kamu menerimaku kembali?" ujar Vincent penuh harap.

Aku terkejut dengan pernyataan Vincent.

"Aku tidak berani mengambil keputusan. Jika kita berjodoh, InsyaAllah kita pasti akan bertemu kembali. Tapi jika tidak, semoga kamu mendapatkan gantiku yang lebih baik. Cobalah untuk melupakanku," jawabku.

"Iya Zanu. Aku mengerti. Nanti, aku akan mencarimu dan aku tidak mau kehilangan lagi," ucap Vincent lirih.

"Yuk, kita ke tempat Tito. Sudah begitu lama aku tidak membawamu dengan motorku," ajak Vincent.

Aku hanya diam dan mengikuti saja ajakan Vincent.

Aku menaiki motor Vincent dan beberapa saat kemudian motor melaju menuju rumah Tito.

"Zanu, terima kasih untuk hari ini! Aku sangat menyukaimu Zanu!!" teriak Vincent sambil menoleh ke belakang.

Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Terlihat sorot mata Vincent yang begitu bahagia bisa bersamaku, walau kita tidak tau apa esok akan bertemu lagi atau tidak sama sekali.

********

Sesampainya di rumah Tito, terlihat ramai orang-orang yang mau melayat. Di sana kehadiran teman-teman Sekolahku lebih dominan.

Saat aku dan Vincent turun dari motor, banyak temanku melihat heran dengan kedatangan kita berdua. Sebagian sudah tau bahwa pacarnya Vincent bukanlah aku.

Tapi, banyak juga yang tidak tau kalau aku pernah menjadi pacarnya Vincent.

"Zanu, nanti pulangnya biar aku yang antar ya.., kutunggu di parkiran," bisik Vincent.

Aku mengangguk. Kita masuk ke dalam rumah Tito dan mengucapkan belangsungkawa ke orang tuanya Tito. Terlihat raut wajah sedih orang tua Tito yang mendalam. Tito merupakan anak sulung di keluarga tersebut. Pastilah sangat kehilangan.

Semuanya larut dalam kesedihan, teman-temanku, Guru, Kepala Sekolah dan adik kelas serta adik binaan Tito di Pramuka.

Selesai baca surah Yasin dan ayat-ayat pendek, banyak yang berpamitan untuk izin pulang. Termasuk aku.

"Dice, Ratna, aku pulang bareng Vincent," ujarku saat bertemu langsung dengan mereka.

"Cieee.., apakah ini dinamakan CLBK?" goda Dice mengedipkan matanya.

Aku tersenyum menanggapi godaan Dice.

"Hati-hati di jalan Zanu," pesan Ratna.

"Oke, aku duluan ya.. Bye,"

Dari kejauhan aku melihat Vincent sudah di parkiran sedang ngobrol bersama ganknya.

Entah apa yang mereka bicarakan, terlihat raut wajah mereka yang sumringah.

Saat melihatku, mereka reflek berjalan ke arah motor masing-masing, lalu pergi menjauhi Vincent. Aku tersenyum, terlihat lucu menurutku dengan tingkah laku ganknya Vincent.

"Yuk pulang.., nanti Mamamu kelamaan menunggu," ujar Vincent.

"Kalian sedang membicarakan apa?" tanyaku penasaran.

"Gak ada, aku cuma bilang mau mengantarkan kamu pulang," jawab Vincent sambil tersenyum.

Vincent menyalakan mesin motornya dan aku langsung naik duduk di jok belakang.

Motor berjalan pelan, menuju ke arah rumahku.

Terlihat sekilas sosok pacarnya Vincent yang sedang melihat kita berdua dari kejauhan.

"Pacarmu tuh," celetukku sambil menepuk bahu Vincent.

"Biarin saja, nanti aku akan jelasin ke dia," jawab Vincent cuek.

"Ntar dia marah lagi,"

"Gak apa-apa, kalau dia mau putus juga gak masalah buatku," ujar Vincent sekenanya.

"Kamu gak boleh seperti itu Vincent, jelaskan ke dia secara baik-baik dan minta maaf. Aku gak mau lho, nanti kena imbasnya dari hubungan kalian berdua,"

"Baik Zanu, aku akan lakukan apa saja yang kamu mau. Asalkan itu kamu yang bilang, bukan dari orang lain,"

Aku hanya diam mendengar ucapan Vincent.

Kisah antara aku dan Vincent ternyata tidak serumit yang dibayangkan. Asalkan saling mengerti dan berani bicara, semua bisa diselesaikan dengan baik. Walau sebenarnya di lubuk hatiku yang terdalam, ada keraguan di sana.

********

Motor Vincent berhenti di depan rumahku. Terlihat sudah ada mobil yang kukenal sedang terparkir di sana.

"Terima kasih sudah antarkan aku pulang. Mau mampir dulu?" tawarku ke Vincent.

"Gak usah Zanu, aku sudah ada janji sama gankku tadi. Kita mau nongkrong bareng di suatu tempat," jawab Vincent.

"Oke, hati-hati bawa motornya. Jangan ngebut di jalan,"

"Zanu, ingat ya mengenai pembicaraan kita tadi. Aku menunggumu, bye,"

"Bye Vincent,"

Vincent menghidupkan kembali motornya dan melihatku, seakan dia berat untuk beranjak dari sini. Lalu dia tersenyum penuh arti.

Vincent pergi hingga menghilang dari tikungan jalan gang rumah.

Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Terlihat sosok itu sedang mengobrol dengan Papa sambil memperbaiki alat pancingnya di teras samping rumah.

"Hai Zanu, kok telat pulangnya?" tanya Bang Angga.

"Tadi melayat ke rumah teman," jawabku singkat.

Dengan cueknya aku bergegas masuk ke dalam rumah.

~Kenapa dia bisa tau ya aku telat pulang sekolah? Ngapain juga dia ke sini, tidak kerjakah ?~

Aku langsung menaiki tangga menuju kamar. Kulihat Zuri sedang tertidur lelap. Kuletakkan tas di meja belajar. Setelah itu aku cuci muka, wudhu dan sholat.

Setelahnya aku turun ke bawah untuk makan siang.

...****************...

Episodes
1 BAB 1 : Tamu
2 BAB 2 : Mantan Pacar
3 BAB 3 : Apa Ini Dinamakan Cemburu?
4 BAB 4 : Curhat
5 BAB 5 : Ujian Akhir
6 BAB 6 : Tito, Secepat Itukah ?
7 BAB 7 : Mulai Santai
8 BAB 8 : Perpisahan Sekolah
9 BAB 9 : Diantara Dua
10 BAB 10 : Argument
11 BAB 11 : Dia Pergi
12 BAB 12 : UMPTN
13 BAB 13 : Tak Terduga
14 BAB 14 : Ospek
15 BAB 15 : Kos-kosan
16 BAB 16 : Bram
17 BAB 17 : Ospek 2
18 BAB 18 : Perempuan Cantik
19 BAB 19 : Heboh
20 BAB 20 : Ospek 3
21 BAB 21 : Mampir
22 BAB 22 : Gosip
23 BAB 23 : Ospek Terakhir
24 BAB 24 : Berkemah
25 BAB 25 : Tenda
26 BAB 26 : Mandi Di Sungai
27 BAB 27 : Siapakah Bram?
28 BAB 28 : Urusan Bram
29 BAB 29 : Hiking
30 BAB 30 : Foto Itu
31 BAB 31 : Bertengkar
32 BAB 32 : Hadiah
33 BAB 33 : Si Pelaku
34 BAB 34 : Perkemahan Berakhir
35 BAB 35 : Korban
36 BAB 36 : Kepo Again
37 BAB 37 : Pulang
38 BAB 38 : Vincent Terluka
39 BAB 39 : Date Pertamaku
40 BAB 40 : Ungkapan
41 BAB 41 : Pengakuan Bram
42 BAB 42 : Hadiah Lagi
43 BAB 43 : Kangen Kosan
44 BAB 44 : Kasus Selesai
45 BAB 45 : Kantin
46 BAB 46 : Cinta
47 BAB 47 : Pabrik
48 BAB 48 : Amarah Bram
49 BAB 49 : Balik
50 BAB 50 : Novel
51 BAB 51 : Penghuni Baru
52 BAB 52 : Bram dan Gilang
53 BAB 53 : Jadi Perkara
54 BAB 54 : Sunset
55 BAB 55 : Ternyata Anak Rektor?
56 BAB 56 : Ada Apa Prita?
57 BAB 57 : Pria Asing
58 BAB 58 : Berenang
59 BAB 59 : Sayang
60 BAB 60 : Ciuman Pertama
61 BAB 61 : Target Gilang
62 BAB 62 : Cargalla dan Ox
63 BAb 63 : Bantuan Bram
64 BAB 64 : Papa Marah
65 BAB 65 : Damar
66 BAB 66 : Singgah Dulu
67 BAB 67 : Hotel
68 BAB 68 : Gedung Tua
69 BAB 69 : Rumah Sakit
70 BAB 70 : 2 Jam
71 BAB 71 : ICU
72 BAB 72 : Keputusan Yang Berat
73 BAB 73 : Ancaman
74 BAB 74 : Masalah Bertambah
75 BAB 75 : Dramatis
76 BAB 76 : Bram Kembali
77 BAB 77 : Cerita
78 BAB 78 : Belum Muncul
79 BAB 79 : Atif Dan Prita
80 BAB 80 : Ku Katakan Saja
81 BAB 81 : Kecelakaan
82 BAB 82 : Histeris
83 BAB 83 : Panik
84 BAB 84 : Cerita Dilema
85 BAB 85 : Gadis Remaja
86 BAB 86 : Laura
87 BAB 87 : Penjualan Baja
88 BAB 88 : Keterangan
89 BAB 89 : Good Night
90 BAB 90 : Orang Tua
91 BAB 91 : Melayat
92 BAB 92 : Izin
93 BAB 93 : Nasehat Papa
94 BAB 94 : Kebun Rambutan
95 BAB 95 : Mawar Merah
96 BAB 96 : Handuk
97 BAB 97 : Perawat
98 BAB 98 : Kamar Rahasia
99 BAB 99 : Berjamaah
100 BAB 100 : Dansa
101 BAB 101 : Prita Tidak Ada
102 BAB 102 : Kak Siska
103 BAB 103 : Rumah Dinas
104 BAB 104 : Tolong
105 BAB 105 : Keajaiban
106 BAB 106 : Sacia
107 BAB 107 : Teman Lama
108 BAB 108 : Pertemuan
109 BAB 109 : Lutfa
110 BAB 110 : Koma Lagi
111 BAB 111 : Privat Jet
112 BAB 112 : Bram Sibuk
113 BAB 113 : Switzerland
114 BAB 114 : Ujang
115 BAB 115 : Ricard
116 BAB 116 : Kerumah Bram Lagi
117 BAB 117 : Biliar
118 BAB 118 : Rias
119 BAB 119 : Tamu Utama
120 BAB 120 : Gelora Asmara
121 BAB 121 : Hujan
122 BAB 122 : Restu
123 BAB 123 : Pak Boil
124 BAB 124 : Showroom
125 BAB 125 : Pemberian Damar
126 BAB 126 : Cafe Baru
127 BAB 127 : Guru Privatku Bernama Bayu
128 BAB 128 : Perintah Bram
129 BAB 129 : Bos Kecil
130 BAB 130 : Izin Bram
131 BAB 131 : Warung
132 BAB 132 : Sudah Bisa Bicara
133 BAB 133 : Mami Kos Usus Buntu
134 BAB 134 : Berita Di Televisi
135 BAB 135 : Mami and Papi
136 BAB 136 : Bintang
137 BAB 137 : Teman Vs Teman
138 BAB 138 : Semua Karyawan Meeting
139 BAB 139 : Kenapa Aku?
140 BAB 140 : Pemecatan Mandor Pabrik
141 BAB 141 : Asisten Manager
142 BAB 142 : Jangan Tinggalkan Aku
143 BAB 143 : Selamat Jalan Sayang
144 BAB 144 : Kenangan
145 BAB 145 : Penantian
146 BAB 146 : Keponakan Mami Adalah..
147 BAB 147 : Mengingat Kenangan
148 BAB 148 : Hampa
149 BAB 149 : Curhat Zuri
150 BAB 150 : Mesjid
151 BAB 151 : Ke Dermaga
152 BAB 152 : Diskusi
153 BAB 153 : Lampu Merah
154 BAB 154 : Bodyguard Bram Muncul
155 BAB 155 : Misi
156 BAB 156 : Surat
157 BAB 157 : Keceplosan
158 BAB 158 : Pesan Pak Tio
159 BAB 159 : Terus Terang
160 BAB 160 : Nur Ibzan
161 BAB 161 : Thelma
162 BAB 162 : Surat Vincent
163 BAB 163 : Ruang Kerjaku
164 BAB 164 : Gratis
165 BAB 165 : Meeting
166 BAB 166 : Aku Pengganti Bram
Episodes

Updated 166 Episodes

1
BAB 1 : Tamu
2
BAB 2 : Mantan Pacar
3
BAB 3 : Apa Ini Dinamakan Cemburu?
4
BAB 4 : Curhat
5
BAB 5 : Ujian Akhir
6
BAB 6 : Tito, Secepat Itukah ?
7
BAB 7 : Mulai Santai
8
BAB 8 : Perpisahan Sekolah
9
BAB 9 : Diantara Dua
10
BAB 10 : Argument
11
BAB 11 : Dia Pergi
12
BAB 12 : UMPTN
13
BAB 13 : Tak Terduga
14
BAB 14 : Ospek
15
BAB 15 : Kos-kosan
16
BAB 16 : Bram
17
BAB 17 : Ospek 2
18
BAB 18 : Perempuan Cantik
19
BAB 19 : Heboh
20
BAB 20 : Ospek 3
21
BAB 21 : Mampir
22
BAB 22 : Gosip
23
BAB 23 : Ospek Terakhir
24
BAB 24 : Berkemah
25
BAB 25 : Tenda
26
BAB 26 : Mandi Di Sungai
27
BAB 27 : Siapakah Bram?
28
BAB 28 : Urusan Bram
29
BAB 29 : Hiking
30
BAB 30 : Foto Itu
31
BAB 31 : Bertengkar
32
BAB 32 : Hadiah
33
BAB 33 : Si Pelaku
34
BAB 34 : Perkemahan Berakhir
35
BAB 35 : Korban
36
BAB 36 : Kepo Again
37
BAB 37 : Pulang
38
BAB 38 : Vincent Terluka
39
BAB 39 : Date Pertamaku
40
BAB 40 : Ungkapan
41
BAB 41 : Pengakuan Bram
42
BAB 42 : Hadiah Lagi
43
BAB 43 : Kangen Kosan
44
BAB 44 : Kasus Selesai
45
BAB 45 : Kantin
46
BAB 46 : Cinta
47
BAB 47 : Pabrik
48
BAB 48 : Amarah Bram
49
BAB 49 : Balik
50
BAB 50 : Novel
51
BAB 51 : Penghuni Baru
52
BAB 52 : Bram dan Gilang
53
BAB 53 : Jadi Perkara
54
BAB 54 : Sunset
55
BAB 55 : Ternyata Anak Rektor?
56
BAB 56 : Ada Apa Prita?
57
BAB 57 : Pria Asing
58
BAB 58 : Berenang
59
BAB 59 : Sayang
60
BAB 60 : Ciuman Pertama
61
BAB 61 : Target Gilang
62
BAB 62 : Cargalla dan Ox
63
BAb 63 : Bantuan Bram
64
BAB 64 : Papa Marah
65
BAB 65 : Damar
66
BAB 66 : Singgah Dulu
67
BAB 67 : Hotel
68
BAB 68 : Gedung Tua
69
BAB 69 : Rumah Sakit
70
BAB 70 : 2 Jam
71
BAB 71 : ICU
72
BAB 72 : Keputusan Yang Berat
73
BAB 73 : Ancaman
74
BAB 74 : Masalah Bertambah
75
BAB 75 : Dramatis
76
BAB 76 : Bram Kembali
77
BAB 77 : Cerita
78
BAB 78 : Belum Muncul
79
BAB 79 : Atif Dan Prita
80
BAB 80 : Ku Katakan Saja
81
BAB 81 : Kecelakaan
82
BAB 82 : Histeris
83
BAB 83 : Panik
84
BAB 84 : Cerita Dilema
85
BAB 85 : Gadis Remaja
86
BAB 86 : Laura
87
BAB 87 : Penjualan Baja
88
BAB 88 : Keterangan
89
BAB 89 : Good Night
90
BAB 90 : Orang Tua
91
BAB 91 : Melayat
92
BAB 92 : Izin
93
BAB 93 : Nasehat Papa
94
BAB 94 : Kebun Rambutan
95
BAB 95 : Mawar Merah
96
BAB 96 : Handuk
97
BAB 97 : Perawat
98
BAB 98 : Kamar Rahasia
99
BAB 99 : Berjamaah
100
BAB 100 : Dansa
101
BAB 101 : Prita Tidak Ada
102
BAB 102 : Kak Siska
103
BAB 103 : Rumah Dinas
104
BAB 104 : Tolong
105
BAB 105 : Keajaiban
106
BAB 106 : Sacia
107
BAB 107 : Teman Lama
108
BAB 108 : Pertemuan
109
BAB 109 : Lutfa
110
BAB 110 : Koma Lagi
111
BAB 111 : Privat Jet
112
BAB 112 : Bram Sibuk
113
BAB 113 : Switzerland
114
BAB 114 : Ujang
115
BAB 115 : Ricard
116
BAB 116 : Kerumah Bram Lagi
117
BAB 117 : Biliar
118
BAB 118 : Rias
119
BAB 119 : Tamu Utama
120
BAB 120 : Gelora Asmara
121
BAB 121 : Hujan
122
BAB 122 : Restu
123
BAB 123 : Pak Boil
124
BAB 124 : Showroom
125
BAB 125 : Pemberian Damar
126
BAB 126 : Cafe Baru
127
BAB 127 : Guru Privatku Bernama Bayu
128
BAB 128 : Perintah Bram
129
BAB 129 : Bos Kecil
130
BAB 130 : Izin Bram
131
BAB 131 : Warung
132
BAB 132 : Sudah Bisa Bicara
133
BAB 133 : Mami Kos Usus Buntu
134
BAB 134 : Berita Di Televisi
135
BAB 135 : Mami and Papi
136
BAB 136 : Bintang
137
BAB 137 : Teman Vs Teman
138
BAB 138 : Semua Karyawan Meeting
139
BAB 139 : Kenapa Aku?
140
BAB 140 : Pemecatan Mandor Pabrik
141
BAB 141 : Asisten Manager
142
BAB 142 : Jangan Tinggalkan Aku
143
BAB 143 : Selamat Jalan Sayang
144
BAB 144 : Kenangan
145
BAB 145 : Penantian
146
BAB 146 : Keponakan Mami Adalah..
147
BAB 147 : Mengingat Kenangan
148
BAB 148 : Hampa
149
BAB 149 : Curhat Zuri
150
BAB 150 : Mesjid
151
BAB 151 : Ke Dermaga
152
BAB 152 : Diskusi
153
BAB 153 : Lampu Merah
154
BAB 154 : Bodyguard Bram Muncul
155
BAB 155 : Misi
156
BAB 156 : Surat
157
BAB 157 : Keceplosan
158
BAB 158 : Pesan Pak Tio
159
BAB 159 : Terus Terang
160
BAB 160 : Nur Ibzan
161
BAB 161 : Thelma
162
BAB 162 : Surat Vincent
163
BAB 163 : Ruang Kerjaku
164
BAB 164 : Gratis
165
BAB 165 : Meeting
166
BAB 166 : Aku Pengganti Bram

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!