Senin, Mei 2000.
Seperti biasa, setiap pagi Mama menyiapkan sarapan sebelum mandi dan setelah itu bersiap-siap ke kantor.
Urusan mengantar ke Sekolah itu tugasnya Mama, karena kantornya Mama searah dengan Sekolahku dan Zuri. Sedangkan kantor Papa berada tidak terlalu jauh dari rumah kita.
Hari ini aku ujian pertama Ebtanas, tahun 2022 yang sekarang lebih dikenal dengan istilah UNBK.
Sesampai di kelas, aku langsung menuju tempat duduk berdasarkan nomor ujian yang sudah dibagikan wali kelas masing-masing sebelum ujian.
*********
Ujian di mulai.
"Baik anak-anak, hari ini ujian pertama kita laksanakan. Semua buku dan tas kumpulkan ke depan di atas meja Guru, siapkan alat tulis dan jangan lupa berdo'a sebelum ujian," ujar pengawas ujian.
"Bapak harap kalian tidak ada kerjasama dan jangan terburu-buru menjawab soal. Baik, ujian kita mulai dengan Bismillah," ujarnya lagi.
Pengawas ujian membuka kertas soal yang masih tersegel rapi dan membagikannya satu-persatu di atas meja murid.
Saat ujian berlangsung, aku melihat teman-teman izin gantian keluar. Aku penasaran dong.
Aku ikutan izin dengan alasan ke toilet.
Saat mau masuk ke sana, terlihat di dekat pintu toilet, banyak yang antri dan bahkan ada yang terang-terangan diskusi mengenai soal jawaban.
"Hei Zanu, kamu di sini juga?" ujar Ratna yang tiba-tiba menepuk bahuku.
"Eh, iya.. Aku penasaran kenapa teman-teman gantian izin keluar," jawabku tersenyum kecil.
"Lho, kamu gak tau ya? Kita sudah diskusi tentang ini, mungkin waktu itu kamu gak hadir, jadi gak tau deh," ujar Ratna.
"Diskusi tentang apa?"
"Bagi siapa yang tau jawabannya dan bersedia memberikan jawaban, bisa ke toilet dan tulis di dinding,"
"Hah!!
Di dalam toilet, terlihat ada yang sedang menulis jawaban di dinding dan yang lainnya menulis di telapak tangan atau kertas kecil.
Aku kaget dan merasa lucu karena toilet menjadi ramai seperti di pasar atau tempat diskusi politik yang epik.
"Kamu gak ikut lihat Zanu?" ujar Ratna.
"Gak, kita kan gak tau itu jawabannya betul apa salah. Tadinya sekalian mau buang air kecil, tapi lihat begini, gak jadilah," jawabku.
"Iya sih, aku ke kelas dulu ya,"
"Sekalian saja, aku juga mau ke kelas,"
"Yok.."
Aku dan Ratna berjalan ke lokasi ujian masing-masing.
Aku masuk ke kelas dan baru saja duduk, Tito menoleh ke arahku.
"Ssttt.., ssttt.. Zanu, kamu sudah dapat jawabannya belum, bantuin dong," ujar Tito dengan suara berbisik.
"Aku gak tau Tito, kalau mau di toilet sudah ada jawabannya," jawabku singkat.
"Trus kamu ke toilet ngapain?" tanyanya lagi.
"Mau buang air kecil, tapi toiletnya rame, ya gak jadi,"
"Ya sudah, aku izin dulu,"
"Sukses ya,"
Aku melanjutkan kembali menjawab soal-soal ujian. Aku berfikir keras untuk bisa menjawab soal dari termudah hingga yang tersulit.
"Oke anak-anak, waktu kita tinggal sepuluh menit lagi. Silahkan kumpulkan kertas jawabannya bagi yang sudah selesai. Dan cek ulang bagi yang hampir selesai," ujar pengawas.
Aku sedikit kewalahan saat sesi terakhir. Berharap ada keajaiban jawabannya bisa betul semua.
********
Kriiingg....!
"Anak-anak, silahkan kumpulkan kertasnya. Waktu ujian sudah selesai. Bapak hitung mundur dari hitungan ke sepuluh. Sepuluh, sembilan...," ucap pengawas sambil menyusun kertas-kertas yang sedikit berserakan di atas mejanya.
"Ini Pak kertasnya," ujarku nelangsa, sambil menyerahkan kertas jawaban dan kemudian berlalu dari meja pengawas.
~Huh.., kenapa jadi khawatir begini ya, padahal aku sudah belajar siang dan malam.~
Aku bergegas mengambil tas dan keluar kelas. Terlihat teman-temanku sibuk membahas soal-soal tadi di lorong kelas.
Ada yang terdiam, ada yang kegirangan dapat jawaban dan ada juga yang krasak kerusuk membaca ulang buku untuk mencari jawaban yang benar.
"Zanu...!"
Aku berpaling dan melihat Ratna menghampiriku.
"Yap, ada apa Ratna?" ujarku sambil tetap berjalan.
"Pulang bareng kita ya. Eh, bagaimana tadi, kamu bisa jawab semuanya?" tanya Ratna.
"Gak tau, aku cuma pusing saja. Pertanyaannya banyak keluar dari yang aku baca selama di rumah. Banyak pertanyaan yang menjebak. Mumet aku," jawabku.
"Iya sih, aku dengar banyak teman yang kurang paham dengan pertanyaan ujian tadi. Tapi, sebagian banyak yang betul karena mereka dapat jawaban yang ada di toilet,"
"Wah, itu termasuk curang..,"
"Udahlah, kamu gak usah pikirkan itu. Yang penting kita belajar terus di rumah. Yok kita ke warung dulu sambil menunggu jemputan,"
"Okelah..,"
********
Kita jalan ke warung yang ada di luar gerbang Sekolah. Aku langsung menuju tempat buah. Dari kejauhan sudah terlihat warna merah merona yaitu semangka.
Yup, aku suka sekali semangka, setiap ke warung ini pasti makan semangka dulu. Apalagi di saat siang cuaca panas begini, lega rasanya tenggorokanku kalau sudah di lewati semangka.
"Zanu, dari tadi lihat Dice gak? Apa dia sudah pulang duluan ya?" tanya Ratna sambil mengunyah kacang goreng.
"Mungkin," jawabku sekenanya sambil lahap makan semangka.
"Oiya, aku dapat pesan dari Dice. Kalau Vincent mau menemuimu pas ujian terakhir," ujar Ratna sambil menoleh serius ke arahku.
"Hah!! Beneran?" jawabku tersentak kaget. Untung semangka ditanganku tidak jatuh.
"Iyaaa..., sepertinya ada sesuatu yang ingin dia utarakan sama kamu. Bentar lagi kita kan selesai Sekolah dan masing-masing dari kita pasti mencar ke mana-mana. Mungkin Vincent mau balik sama kamu, sebelum kamu kuliah, hi..hi..hi..," jawab Ratna cekikikan sambil mengambil es dan kacang goreng lagi.
"Waduh, kalau bertemu dengannya, rada takut dan salah, karena pernah putusin dia. Gak enak perasaan hatiku," ujarku mengeluh sambil menghela nafas.
*********
#flashback
Teringat waktu itu, dia menjemputku ke rumah dengan motor balapnya.
Aku kaget dong, karena tiba-tiba dia muncul di depan rumah dan mengatakan mau membawa aku ke suatu tempat.
"Zanu, ikut aku yuk sebentar. Aku mau menunjukkan sesuatu ke kamu, sebuah kejutan. Aku gak pernah membawa cewek lain ke tempat itu, kecuali kamu Zanu" ucap Vincent penuh harap.
"Hhmm.., mau ke mana ya?" jawabku penasaran.
"Kalau aku beritahu sekarang, bukan kejutan lagi namanya," jawab Vincent sambil terus melihatku.
"Hhmm.., oke. Dijamin aman kan tempatnya, aku gak diapa-apain kan?"
"Iya gak lah, memangnya aku apaan,"
"Ya sudah, mari kita go. Aku izin Mama dulu,"
Aku berlari kecil ke dalam rumah. Aku diizinkan Mama tapi dengan syarat hanya satu jam saja dan jangan keluyuran kemana-mana setelahnya. Harus bisa jaga diri, kalau ada apa-apa harus lari dan teriak.
~Duh Mama, nasehatnya bisa panjang kali lebar kalau aku tidak aku hentikan segera.~
Aku udah hafal semua nasehat Mama, karena hampir setiap hari isinya selalu sama.
Akhirnya aku dan Vincent jalan. Sepanjang jalan kita hanya diam dan sekali-sekali Vincent menoleh ke belakang untuk melihatku.
Motor Vincent kemudian berhenti di halaman satu rumah, yang menurutku rumahnya sangat bagus dan besar. Aku pikir ini rumah temannya Vincent.
"Yuk turun, kita langsung saja masuk," ujar Vincent sambil menarik tanganku.
"Ini rumah siapa dan mau ngapain kita ke sini?" tanyaku heran.
"Nanti kamu juga akan tau Zanu, yuk," jawab Vincent dan kemudian membuka pintu depan rumah tersebut.
Aku masuk dan dipersilahkan duduk. Aku lihat Vincent langsung masuk ke dalam ruangan lain dan tiba-tiba muncul bersama perempuan. Kemudian di susul anak perempuan yang masih kecil.
"Zanu, perkenalkan Kakak dan Adikku," ucap Vincent dengan senyum sumringah.
Aku kaget! Jantungku langsung berdegup kencang. Aku dan Vincent baru beberapa hari jadian, tapi terlalu cepat dia membawaku ke rumah dan memperkenalkan keluarganya.
"Eh.., Kakak, aku Zanu," ucapku sambil menyodorkan tanganku ke kakaknya Vincent.
"Ohhh, ini yang namanya Zanu ya.., pantesan Vincent bawa ke sini. Belum pernah tuh Vincent bawa ceweknya ke sini, baru Zanu," ujar kakaknya tersenyum sumringah.
Aku tersipu-sipu mendengar penjelasan kakak Vincent. Kulihat adik perempuannya tersenyum senang dan seketika duduk disebelahku.
"Hai Kak Zanu, Kakak cantik ya.., Abang Vincent ngomongin Kakak terus lho di rumah. Kita semua jadi penasaran dan akhirnya Abang mau bawa Kakak ke sini," ucap adiknya sambil melihatku terus.
"Kakak ke dalam dulu ya, Zanu mau minum air dingin apa panas?" tanya kakak Vincent.
"Dingin saja Kak," jawabku.
"Oke,"
Tanpa kusadari Vincent hilang, tidak ada di ruangan ini lagi.
~Vincent ke mana? Kok menghilang ?~
"Kak, Kakak punya Adik gak?" tanya adiknya Vincent yang sedari tadi masih memperhatikanku.
"Ada, namanya Zuri. Sekarang sudah kelas satu SMA," jawabku gemas melihat adik Vincent yang lucu dan cantik.
"Oo.., pasti cantik juga sama seperti Kakak yah," ucapnya lagi.
Aku cuma mengangguk kecil dan tersenyum sambil mencubit pipi adik Vincent dengan lembut.
Seketika muncul kakak Vincent dari ruang belakang membawa baki berisi minuman berwarna merah bercampur es, sepertinya sirup.
"Nah, ini Kakak bawakan sirup dingin. Di makan juga kue-kuenya Zanu," ujar kakak Vincent sambil meletakkan gelas di atas meja satu persatu.
Kulihat di meja memang ada beberapa toples berisi kue-kue kering, sedari tadi aku tidak menyadarinya.
Dan tiba-tiba keluar seseorang separuh baya dari balik ruangan lain. Aku sudah menduga kalau itu adalah ibunya Vincent.
~Aduh! Aku mulai deg-degan.~
"Mama.., ini temannya Vincent, Zanu," ujar kakak Vincent menoleh ke belakang saat melihat ibunya muncul.
"Oiya nak Zanu. Apa kabarnya?" tanya ibu Vincent dengan ramah.
"Baik Bu,"
Aku berdiri dan menghampiri ibu Vincent, menjabat tangan dan menciumnya. Aku kembali tersipu-sipu malu sambil menundukkan kepala.
Aku masih mencari-cari keberadaan Vincent, kenapa dia meninggalkanku sendirian menghadapi semua ini. Ini baru terjadi dalam hidupku.
"Ayo silahkan di minum airnya, kuenya juga. Ini buatan Ibu sendiri, mari di coba," ucap Ibu Vincent lagi.
"Iya Bu," jawabku sambil membuka toples yang berisikan kue salju.
"Zanu, Ibu tinggal dulu ya, soalnya Ibu lagi masak di dapur. Takutnya masakan Ibu gosong," ujar ibu Vincent sambil tersenyum.
"Iya, tidak apa-apa Bu," jawabku sambil menarik kue yang akan kumasukkan ke dalam mulut.
Ibu Vincent bergegas ke dalam dan tinggallah aku bersama kakak, adik Vincent di ruang tamu.
Tiba-tiba Vincent masuk melewati pintu depan dan langsung duduk disampingku.
"Bagaimana, kamu sudah kenal sama keluargaku kan?" tanya Vincent.
Kulihat Vincent tersenyum kemenangan karena sudah membiarkan aku sendirian di sini.
"Sudah. Tadi kamu dari mana sih? Kenapa aku di tinggal sendirian?" tanyaku sedikit kesal.
"Oo.., tadi ke rumah teman, tuh rumahnya di seberang jalan. Oiya, ini mau satu jam, aku antar kamu pulang ya,"
"Oke, tapi izin dulu sama Ibu kalau aku mau pulang,"
Vincent melangkahkan kaki menuju ke dapur.
~Semoga saja tidak telat pas sampai rumah, harapku.~
"Kak Zanu, besok-besok main ke sini lagi, kita belum sempat main lho," celetuk adiknya Vincent.
"Iya, InsyaAllah Kakak ke sini lagi. Nanti siapkan saja maunya main apa,"
"Baik Kak,"
Kulihat Vincent keluar dari dapur bersama ibunya. Lalu aku pamit sama ibu, kakak dan adik Vincent.
Sampai teras depan, Ibu Vincent berpesan, supaya aku mampir lagi kerumahnya. Aku hanya mengucapkan InsyaAllah.
Saat dalam perjalanan pulang, terlihat raut wajah Vincent begitu bahagia.
"Zanu, terima kasih untuk hari ini," ucap Vincent kemudian.
Aku mengangguk dan tersenyum.
*********
#waktu sekarang
"Zanu, Zanu. Hei! Zanuuuu...!"
Tiba-tiba terdengar suara sayup-sayup ditelingaku. Dan ternyata itu Ratna yang sedari tadi memanggil namaku.
"Zanu! Kenapa kamu diam, ada apa?" ujar Ratna keheranan melihat sikapku kali ini.
"Eh, maaf Ratna, aku sedang memikirkan Vincent," jawabku agak pelan.
"Owalah.., kirain kamu kesambet apa, bengongnya kok lama. Tuh, Mamamu sudah datang. Abis ujian saja kita cerita tentang Vincentmu itu,"
"Baiklah Ratna, aku pulang duluan,"
"Yoi, hati-hati di jalan,"
Aku bergegas berjalan menuju mobil Mama yang sedang berhenti di pinggir jalan. Zuri sudah duluan berada di dalam mobil.
Rumahku dan Ratna berlawanan arah, jadi tidak bisa pulang bareng.
Mobil melaju menuju rumah.
Selama perjalanan pulang aku lebih banyak diam. Aku masih mengingat Vincent dan penasaran apa yang akan terjadi di saat nanti kita bertemu.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments