Keesokan paginya, para warga berkumpul kembali di gedung posyandu untuk melaksanakan kerja bakti yaitu merenovasi bangunan yang biasa digunakan untuk periksa balita dan ibu hamil.
Karena hari ini bertepatan dengan hari minggu, banyak sekali anak-anak yang sekedar ingin melihat proses renovasi, sementara di rumah Pak RT ibu-ibu tengah sibuk mempersiapkan minuman serta makanan ringan untuk disajikan kepada para kerja gotong royong.
" Rehan kau bagian di atas sebelah kanan, barengan mang jaya juga Si Rijal, sementara untuk sisi kiri mang Hanif ditemani si Akbar sama si Azis, dan untuk yang lainnya dibawah berbaris dengan jarak setengah meter," seru Pak Rojak selaku Mandor di kampung padasuka memberikan arahan, bak seorang komando gerilya kala para tentara dan pemuda indonesia bersatu mengusir pasukan marsose-marsose yang diboncengi oleh NICA yang melakukan Agresi Militer untuk menduduki kembali Bumi Pertiwi.
Pemandangan gotong-royong yang diselingi senda gurau membuat suasana tambah ramai, dan hanya membutuhkan waktu dua jam saja seluruh genting dan rangka kayu + bambu yang terlihat sudah lapuk telah selesai diturunkan dan hanya menyisakan yang masih terlihat kokoh.
"Bapak-bapak ayo segera cuci tangan, kita makan dulu, sebelum melanjutkan pekerjaan lagi," kembali terdengar suara Pak Mandor Dayat memberitahu pada para warga.
"Siaaapp Pak Mandor," Teriak Rijal dengan cukup kencang.
"Woi Jal semangat betul kau mendengar mau makan dulu mah, macam Serdadu tempur saja, hahaa," seru Azis sambil tertawa.
"Ah kayak yang gak lapar aja kau Zis," timpal Akbar yang langsung membungkam tawa dari sohibnya itu.
Beberapa menit kemudian rombongan ibu-ibu yang membawa makanan telah tiba, yang dipimpin oleh Bu Nia yaitu istri dari Pak Jalal, juga terlihat diantara para gadis era 70an terdapat satu Bidadari tanpa sayap dengan senyum berlesung pipinya yang menawan, tidak lain adalah Bidan Rena dengan membawa sayur sup.
"Andai bidadari itu jadi istriku, tidak akan saya suruh kesawah," celetuk Rijal yang masih memandang Bidan Rena.
"Hahaha... Mimpi kau Rijal, jangankan suruh kesawah, dekat dengan kau saja dia pasti ogah," seru Akbar menertawai temannya itu.
"Iya orang-orangan sawah macam kau mau sama Bu Rena, tidurmu kepagian Jal," Timpal Azis tertawa sambil memegang perut.
Aroma makanan yang telah dibawah dan sudah diletakan dimeja yang disusun memanjang, membuat ketiga pemuda itu segera melupakan selorohan mereka, memang ketiga pemuda tersebut adalah teman satu tongkrongan dengan Rehan, meski berbeda umur beberapa tahun, bahkan Rijal orang yang paling konyol adalah teman sejawatnya.
***
Menjelang Ashar pekerjaan hampir selesai, semua genteng pun sudah dipasang kembali yang tersisa tinggal mengecat ulang dinding posyandu, dan itu akan dilanjutkan besok dengan cukup beberapa orang saja.
"Rehan tolong anterin Bu Bidan Rena ke Puskesmas, soalnya saya harus mengantarkan anak istri saya untuk menjenguk mertua yang baru pulang dari Rumah Sakit," Ucap Pak Kades sambil menepuk pundak Rehan.
"Boleh sama saya aja gimana pak," celetuk Azis.
"Mana bisa, mau kau diamuk sama kulkas dua pintu yang ada dirumah kau itu, lagi pula Rehan kan pemuda yang paling jujur di kampung ini, jadi saya percaya sama dia," timpal Pak Kades, yang membuat semua orang tertawa, sementara Rena hanya tersenyum melihat tingkah warga kampung Padasuka tersebut.
"Iya sok-sokan, pengen anterin perempuan lain, kau kan lulusan Universitas STI alias Suami Takut Istri, hahaha" ucap Akbar menambahkan guyonan Pak Kades yang membuat Azis mati langkah.
"Baiklah kalau begitu, saya mau ambil motor dulu di rumah ya Pak, Bu Bidan bisa tunggu disini aja dulu," Jawab Rehan melangkah pergi untuk mengambil kendaraan roda dua yang dia miliki hasil dari jerih payahnya selama tiga tahun terakhir.
Tadinya dia ingin menolak permintaan dari Pak Kades, tapi dia tidak enak hati sama Bu Kades, karena selama ini Bu Kades selalu baik pada keluarganya bahkan bantuan yang diterima dari Pemerintah itu pun, melalui pengajuan yang direkomendasikan oleh Bu Kades, karena pada awalnya ibu Rehan tidak mendapatkan bantuan tersebut padahal meski seorang Singel parent.
"Awas Rehan bawanya harus hati-hati, takut lecet," ucap istri Pak Kades ikutan bergurau ketika Rena sudah duduk sempurna diboncengi Oleh Rehan.
"Hehe.. Bu Kades bisa aja ah, emang saya barang antik," timpal Rena dengan senyum menawan.
"Hihihi.. Dek Rena mah lebih sekedar barang antik, kalau Dek Rena sakit ntar Bidan Posyandu Desa kami siapa lagi, andai ibu punya anak laki-laki yang sudah dewasa pasti ibu jodohin sama Dek Rena," jawab Bu Kades sambil bergurau dengan tawa khasnya.
***
"Kang Rehan kerja dimana sekarang?" tanya Rena memecah kecanggungan, ketika mereka sudah meninggalkan tempat kerja bakti untuk menuju Rumah dinas yang telah disediakan oleh pihak Puskesmas, untuk para bidan yang tidak mempunyai tempat tinggal, dan letaknya berada disamping Puskesmas.
"Ouh... saya pertama kerja itu dipabrik keramik tapi cuman bertahan sampai empat bulan saja" jawab Rehan agak grogi karena ini adalah pertama kalinya dia membonceng seorang perempuan selain ibu dan adiknya.
"Ouh.. yang di daerah cikuda itu ya kang? dan apa mungkin itu empat tahun yang lalu?" Ucap Rena sambil menebak-nebak.
"Kok Bu bidan bisa tau saya kerja di pabrik tersebut sekitar empat tahun yang lalu, apa Bu Bidan juga pernah kerja disana juga?" Seru Rehan yang cukup terkejut bagaimana Bidan cantik nan anggun itu mengetahui bahwa itu empat tahun yang lalu.
"Ah enggak, saya cuman menebak saja karena perasaan saya pernah melihat Kang Rehan dimana gitu, ternyata waktu saya gak sengaja menubruk seorang laki-laki berbaju biru ciri khas pabrik yang hendak naik angkot, sepertinya tebakan saya agak benar, soalnya muka Kang Rehan tidak berubah meski sudah empat tahun berlalu," Ucap Rena menjawab ekspresi heran dari pemuda yang memboncenginya.
"Ouh... Masa iya Bu, tapi kalau beneran berarti ingatan Bu Bidan tajam sekali ya, setajam silet, hehe" ucap mencoba bergurau agar rasa gugupnya sedikit berkurang.
"Hahaa... Bisa aja Kang Rehan, tapi kang jangan panggil saya ibu dong, kesannya saya seperti sudah Ibu-ibu beranak empat saja, padahal pasti umurnya lebih tua Kang Rehan," timpal Rena menanggapi gurauan Rehan.
"Hehe.. Bukan masalah sudah tua atau belum, ini demi sopan santun, kan Bu Bidan mah orang berpendidikan jadi sudah sewajarnya harus dihormati," Jawab Rehan meluruskan.
"Hmmz... Kalau begitu terserah Akang saja deh," Seru Rena mengalah.
Tanpa terasa motor yang dibawa Rehan memboncengi Rena sudah sampai digerbang Rumah Dinas milik Puskesmas, jadi dengan berat hati Rehan menerima helm yang diserahkan Bidan Rena, padahal dia sudah mulai cukup nyaman berbincang dengan seorang perempuan untuk pertama kalinya.
"Terimakasih Kang Rehan sudah mau mengantar Rena dengan selamat," Ucap Rena dengan senyuman khasnya.
"Sama-sama Bu Bidan Cantik, ups," Jawab Rehan yang langsung menutup mulut dengan tangannya karena keceplosan memuji perempuan yang ada dihadapannya, karena dia takut itu membuat Rena ilfeel dan salah sangka takut disangka mencoba menggombalinya, padahal baru pertama kenal.
"Hahaha... bisa aja Kang Rehan bilang saya cantik, jangan-jangan Kang Rehan diam-diam buaya," Ucap Rena bercanda dengan tawa yang terdengar renyah, tapi kata-kata tersebut agak membuat mental Rehan Down, karena baru pertama memuji seorang perempuan saja udah langsung dicap Buaya.
***
Waktu hampir menunjukan jam setengah enam lebih, terlihat Rehan tengah bersandar santai menikmati Lembayung yang terlihat memerah, dia tengah bersandar dikursi bambu yang panjangnya sekitar tiga meter yang berada disamping rumahnya dengan pemandangan hamparan sawah yang sudah sebagian ditanami padi.
*
Merapal sebuah namamu
Pada semilir Senja
Berbalut pujian Asma
Sang pencipta Yang maha kasih
Yang terlantun indah
Diantara sudut Surau
Meski rasa hening menghampiri
Sedikitpun Senyummu tidak bergeming,
Mendiami relung hati
Akankah ini menjadikan sebuah pelipur resahku selamanya
Jadi jika ada debar yang tak seirama dalam jantungmu, mungkin itulah pesan rindu yang ingin kusampaikan.
Yang tak kuasa ku ungkapkan.
*
Rehanpun beranjak berdiri untuk segera menunaikan Kewajibannya pada Sang Pemilik jiwa nan raga atas semua Makhluk yang berada di alam semesta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
NengKho
diam² buaya🤣, tau² nyaplok ya
2022-11-15
1
Asni J Kasim
Hahahahaha.
2022-07-03
0
Riskejully
baru memuji udah dikatain buaya 🤣🤣🤣 sabar mang,, lama lama juga cinta tuh 🤣
2022-06-27
0