Sudah hampir empat tahun berlalu, sejak Rehan diberhentikan kerja di pabrik keramik, dan selama kurun waktu tersebut dia sudah beberapa kali gonta-ganti pekerjaan, bahkan lebih seringnya bekerja sebagai serabutan.
Kini dia tengah mencangkul di sawah miliknya sendiri, yaitu sawah yang diwarisi dari ayahnya, yang luasnya lebih dari 1000 M2 dan terbagi menjadi beberapa petak sawah, dulu ketika Rehan masih aktif bekerja di pabrik, sawah tersebut digarap oleh Kakeknya.
"Kak Rehan istirahat dulu," teriak Kinan adik perempuannya, sambil membawa rantang makanan beserta teko air berukuran sedang, karena hari ini hari sabtu, kegiatan belajar di sekolah hanya sampai jam sembilan saja.
Jadi ketika Kinan disuruh ibundanya untuk mengantarkan bekal makanan pada Kakaknya, dia pun dengan senang hati menerima tugas tersebut, Rehan pun berhenti dari aktifitasnya sejenak dan menghampiri sang adik satu-satunya tersebut.
"Wuiih... Mantep kayaknya nih, perpaduan antara ikan asin + sayur asem, sama sambel terasi, kau sudah makan dek?" tanya Rehan pada Kinan.
"Udah sih tapi tadi cuman sedikit, hehe.." balas Kinan gadis imut dengan berbalut jilbab berwarna coklat, yang sekarang duduk di bangku kelas enam sambil tersenyum.
Kinan sangat menghormati dan mengagumi kakak laki-laki yang ada di depannya itu, selain pekerja keras, kakaknya juga adalah sosok pengganti ayah yang telah wafat, yang bahkan dia lupa dengan wajah sang ayah, karena saat itu dia masih berumur satu tahun.
"Baiklah, kalau begitu ayo kita makan bareng, sebentar kakak cuci tangan dulu, kamu duluan aja bawa makanannya ke saung," ucap Rehan sambil berlalu menuju sungai kecil, sementara Kinan membawa rantang dan tekonya ke sebuah saung berukuran dua meter persegi.
***
Setelah mereka menghabiskan bekal yang dibawa oleh Kinan, kedua saudara itu berbincang-bincang dengan riangnya.
"Kak ada Bidan baru loh di desa kita, katanya menggantikan Bu Bidan Susi yang hendak pensiun, namanya itu kalau gak salah Re Remin eh Rina, hmmzz.. Ouh iya Bu Bidan Rena," Seru Kinan setelah mengingat dengan sempurna nama Bidan tersebut.
"Ouh yah, kok kamu tahu namanya Bidan Rena, kenal di mana emang?" tanya Rehan menanggapi tingkah adiknya itu, yang kadang suka heboh sendiri dan juga mempunyai sifat jahil, meski masih dalam hal wajar, tapi itu juga membuat Rehan tidak terlalu cemas, karena adiknya itu mempunyai sifat ceria dan mudah akrab dengan orang lain.
Pada awalnya dia sangat khawatir karena Kinan berbeda dari teman sebayanya, yang tidak mempunyai figur seorang ayah dalam mendampingi masa-masa kecilnya, sehingga ada rasa takut membuatnya menjadi minder dengan keadaannya sendiri, tapi seiring berjalannya waktu rasa cemas itu mulai terkikis.
Memang Kinan tumbuh menjadi anak yang sangat disukai oleh banyak orang, selain ceria juga pintar dia pun rajin membantu ibunya, dan juga baik hati serta sopan terhadap semua orang.
"Kan tadi Beliau datang ke sekolah kami dan memperkenalkan diri, Bu Bidannya sangat Cantik loh Kak, kayaknya masih muda cocok sama Kakak ku yang ganteng ini," Jawab Kinan sambil menyunggingkan senyum mencoba menggoda kakaknya.
"Bentar, bentar, maksudnya gimana nih, kamu suruh kakak ngedeketin Bu Bidan desa baru kita itu, ish ish.. Ternyata adek ku ini mulai bertingkah kayak tukang kompor," Timpal Rehan sambil mencubit hidung Kinan.
"Huuuu, bukan tukang kompor Kak tapi Provokator," seru Kinan setelah berhasil melepaskan tangan kakaknya yang mendarat di hidung mininya tersebut.
"Ngomong-ngomong bagaimana pelajaran sekolahmu dek? bukankah sebentar lagi ujian semester pertama akan dilaksanakan," ucap Rehan menanyakan tentang kegiatan belajar sekolahnya Kinan.
"Minggu depan sepertinya kak akan dilaksanakannya, tapi Kinan belum bayar untuk ujiannya dan belum bayar iuran Spp untuk bulan ini," Jawab Kinan sambil tertunduk.
"Hmmz... Tenang saja jangan dipikirkan hal begituan, sore ini kan Pak Zenal berjanji sama kakak akan membayar semua gaji yang waktu kerja membangun kamar mandi di rumahnya," ucap Rehan sambil mengelus jilbab adiknya itu.
***
Ketika Sang Surya tepat berada di garis lurus diatas kepalanya, dan suara bedug yang dibarengi dengan kumandang adzan Djuhur mulai terdengar dari arah surau, Rehan pun menyudahi pekerjaan di sawahnya dan bersiap-siap untuk pulang, sementara sang adik sudah dari tadi meninggalkan pesawahan sambil membawa kembali rantang kosong.
Dengan langkah agak dipercepat, Rehanpun menyusuri pematang sawah sambil memegang cangkul yang ditempatkan di pundaknya, untuk segera pulang ke rumah agar masih sempat Sholat Djuhur di surau secara berjamaah.
Sesampainya di jalan setapak yang berada di belakang kampung, terdengar sebuah sapaan dari rumah panggung yang berukuran sepuluh meter persegi dan sudah cukup tua, yaitu rumah yang berada paling ujung di kampungnya itu.
"Udah pulang cu,mampir dulu," teriak serak seorang Kakek-kakek yang tengah duduk santai di bale bambunya.
"Iya Aki terimakasih, lain kali saja udah siang soalnya, punten Ki," ucap Rehan dengan sopan, memang Aki Darja begitulah nama kakek tersebut, itu masih termasuk Kakeknya Rehan juga, karena bagaimanapun Aki Darja adalah adik kandung dari Kakeknya Rehan yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu, sementara Kakeknya dari ibundanya masih ada, meski tinggalnya di kampung sebelah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
HKustirahayu
ku suka sama narasinya
2023-01-25
0
Hulapao
kina si cupid
2022-09-12
0
Inru
Komentar pada bagus-bagus, jadi saya favoritkan.
2022-07-24
1