Kemana kakak-ku pergi? Kenapa dia lama sekali. Apa yang sebenarnya sedang terjadi kenapa dia meninggalkanku disini? batin Maureen melihat sekitar ruangan yang sudah dipenuhi dengan kepulan asap rokok dan beberapa orang laki-laki yang bahkan Maureen tak mengenalinya.
Maureen mencoba merogoh tasnya mencari ponsel dan mencoba menghubungi Shasa. Namun, beberapa kali dia mencoba menelpon tak sama sekalipun dia mengangkatnya. Nomor telpon Shasa mendadak tidak tidak aktif.
“Maureen?” seorang laki-laki bertubuh gendut dengan penampilan sok pede menghampirinya dan menyerobot duduk di sebelahnya. Dia, terlihat tak sabaran. Sejak kepergian Shasa dia terus saja mengicarnya seperti
kucing garong ketemu tulang ikan. Siap menerkamnya kapan saja.
“I-i-ya, kau siapa?” Maureen bergeser duduk memberikan jarak, dia jenggak dengan lelaki tadi yang langsung menaruh tangannya pada pinggangnya.
“Aku, Roland. Apa Shasa tidak berbicara padamu tadi kalau kita malam ini ada kencan!” ucapnya tanpa basa basi meraih dan menciumi rambut Maureen, menatapnya penuh nafsu.
Kencan? Kakak tak membahas apapun tadi soal kencan ini. Dia hanya bilang akan keluar sebentar membeli camilan.
“Ma-af mungkin kau salah mengenali orang dan aku bukan Maureen yang kau maksud!” tegas Maurenn berusaha mengguatkan hatinya yang tak bisa dia jabarkan. Rasanya seperti gado-gado, bercampur aduk.
"Kau, Maureen Aditama kan? Dan, Shasa Aditama tadi kakakmu kan? Dia sudah bilang padaku, kalau kau bersedia kencan denganku malam ini," ucapnya. Bagaimana bisa kakaknya menjebak dirinya untuk melakukan kencan buta seperti ini. Dia bahkan tak meminta persetujuan darinya untuk melakukan ini semua.
Dddrrzzttt dddrrzztt
Maureen melirik ponselnya, akhirnya orang yang dia tungggu menelponnya, “Ha-hallo, kak Shasa, kau ada dimana? Kenapa belum juga datang aku sudah menunggumu sejak tadi,” Maureen berbicara setengah berteriak karena suaranya hampir tidak terdengar olehnya sendiri. Suara musik dalam ruangan bergema dengan sangat keras.
Orang bernama Roland terus menatap Maureen dengan intens, menatapnya dari ujung rambut hingga kaki. Memperhatikan setiap detail lekuk tubuh Shasa. Walaupun penampilannya biasa saja, bagi laki-laki hidung belang sepertinya tidak mempermasalahkan. Apalagi, dia sudah dijanjikan oleh Shasa bahwa Maureen masih tersegel dengan sangat rapih.
“Maureen, maaf kakak tidak bisa datang kesana. Kakak ada urusan mendadak dan disana sudah ada Roland kan? Dia akan menggantikan kakak untuk menemanimu!” ucapnya terdengar sangat enteng. Dia bahkan tega
meninggalkan adiknya bersama kumpulan para lelaki yang tak dikenalnya.
“Roland? Siapa dia kak? Aku bahkan tidak mengenalnya? Bisakah kau datang sekarang, aku tidak kenal siapapun disini kak,” Maureen setengah merengek agar dituruti oleh kakaknya.
“Ayolah, Maureen bantu kakak dan keluarga kita kali ini. Temani, Roland ya. Jadilah anak yang baik dan berbakti, kau kan masih sangat menginginkan biaya perawatan untuk ibumu? Kau harus bisa menemani dan membuatnya puas malam ini!” perkataan yang membuat tubuhnya bergetar. Bagaimana bisa kakaknya menyuruh adiknya untuk menemani seorang laki-laki, ah ... tidak bukan seorang melainkan ada empat orang disana. Sepertinya untuk kakaknya itu hal yang biasa dan lumrah.
“Menemani? Maksudnya apa kak? Aku tidak mengeri. Aku mohon kak, kembalilah kesini. Aku benar-benar takut sendirian disini!” sambil berbicara Maureen terus melirik kearah Roland. Dia sudah terlihat tak sabar dan
bangkit dari duduknya. Menghampirinya.
“Bagaimana?” ucapnya. Belum selesai dia berbicara dengan kakaknya. Tangan Roland langsung melingkar di pinggangnya dengan bebas. Maureen terus bergerak dan menghempaskan tangannya. Shasa sudah memutuskan telponnya.
“A-aku, tidak bisa!” tegasnya. Dia menolak laki-laki gendut menyebalkan itu yang akan menariknya kembali duduk bersama dengan para lelaki lainnya.
“Ayolah, jangan pura-pura sok polos. Masa yang seperti ini saja kau tidak mengerti! Aku dan yang lain sudah bayar mahal dirimu! Jadi, jangan buat kami kecewa malam ini!” dia terus memaksanya untuk ikut. Menarik paksa hingga tubuh gadis itu terhuyung jatuh kebeberapa pangkuan laki-laki yang tak dikenalnya. Mereka tertawa dengan sangat puas. Mempermaikan Maureen seperti boneka yang baru di belinya. Menyentuh rambut, mencubit pipinya yang cubby dan sesekali menggerayangi tubuhnya dengan bebas.
“Arrgghh!!” pekiknya. Dia terus berusaha melepaskan diri dari sergapan orang yang menantikannya terus berteriak. Sekali dia berteriak membuat mereka yang sudah panas terbakar oleh minuman yang mereka tenggak makin bergelora. Mereka siap menyantap Maureen seperti ayam tanpa tulang. Mereka tinggal ******* Maureen pelan-pelan dan secara bergantian.
“Roland, siapa dulu nih? Aku sudah tak kuat lagi menahannya!” salah satu dari mereka berkata dengan sangat menjijikan. Terdengar di telinga Maureen sungguh memekakan. Dia bahkan tak mengira hal buruk seperti
ini akan terjadi pada dirinya.
Maureen menggeleng kuat dan memberikan pertahanan kuat di tubuhnya. Dia mencoba melindungi tubuhnya dengan sekuat tenaga. Kesal dengan semua perlakuan mereka, saat itu pun dia sudah merasa terjepit, Maureen melawannya dengan sekuat tenaga. Dia menedang kuat-kuat orang yang sudah berada di atas tubuhnya, hingga membuatnya terhempas di lantai.
"Argghhh! Sial sekali, kucing ini benar-benar liar dan sulit diatasi!" pekik orang tadi meradang. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dan satu tamparan keras membuat tubuh Maureen terhuyung. Sedangkan yang lainnya hanya menjadi penonton dan tertawa. Karena ketika mereka memutuskan siapa yang lebih dahulu menjamah gadis itu, mereka tidak akan ikut campur.
"Hahaha, salahmu sendiri. Yang pertama pasti akan sulit diatasi. Apalagi gadis itu masih tersegel rapih!" cetus salah seorang yang tampak menikmati pertunjukan live show temannya itu.
"Cih, benar-benar menyebalkan. Kau tidak tahu aku siapa, hah?" laki-laki itu sudah terlihat emosi hingga dia kehilangan kontrol dan mencekik leher Maureen.
Maureen masih merasakan pipinya yang panas akibat tamparan tadi, kini lehernya sudah dicekik dengan sangat keras. Dia sudah benar-benar kehabisan nafas, tangannya tak sengaja menyentuh satu botol. Dengan sekuat tenaga dia meraihnya dan memukul kepala lelaki tadi saat dia sedikit lengah.
"ARRGGHH!!" teriaknya. Darah segar langsung mengalir dari kepalanya. Dia memegangi kepalanya, disaat lengah, kembali Maureen mendorong tubuhnya. Orang tadi tergeletak dilantai.
Maureen membulatkan matanya, bahkan cipratan darah tadi sempat terpercik ke wajahnya. Yang tertawa menyaksikan pertunjukan berubah menjadi gerhana. Meraka semua bangkit dan mengecek kondisi temannya yang sudah tak sadarkan diri.
Maureen meraih tasnya. Di saat mereka benar-benar lengah, dia harus bisa menguasi dirinya sendiri dahulu. Dia tak ingin menjadi santapan orang-orang tak bermoral itu. Dia berdiri dan segera berlari dari ruangan yang tertutup dengan rapat.
"Sebaiknya kita kembali, Tuan Max, Anda sudah cukup mabuk malam ini," ucap seorang yang sedang memapah orang yang bertubuh besar. Dia cukup kewalahan memapah tubuh besar tuannya. Beberapa orang pengawal mengikuti mereka dari belakang.
Bruukk
Satu tubrukan keras membuat tubuh keduanya terjatuh. Maureen tanpa sengaja menabrak orang tadi, karena dia sedang berlari menghindari kejaran dari orang-orang di ruangan gelap tadi.
"Ma-maafkan aku. Aku sungguh tidak sengaja, Tuan!" ucap Maureen terbata. Dia kini sudah berada di atas tubuh laki-laki tadi. Dan kepalanya masih celingak celinguk menengok ke beakang, tanpa dia sadari orang dihadapannya udah menaikan rahangnya dengan sangat keras. Dia ingin sekali marah. Namun, melihat wajah gadis itu yang berantakan dengan tubuhnya yang bergetar. Dia tahu gadis itu memang tak sengaja.
"Kau! Berani sekali kau!" hardik seseorang di samping tubuh tuannya. Dia berteriak sangat keras dan akan menarik tubuh Maureen dari tuannya.
"Aw, aw, sa-sakit!" Maureen memekik ketika rambutnya tersangkut di salah satu kancing jas tuannya.
"Ma-maafkan saya, Tuan. Saya akan membereskan wanita ini!" ucapnya. Dia sangat tahu tuannya tak suka sembarangan disentuh oleh siapa pun, tanpa izin darinya, jika ada yang salah menyentuh hukumannya tidak main-main. Mati ditembak olehnya.
Namun, tangan tuannya malah melingkar di pinggang Maureen dan menariknya lebih dalam ke pelukannya. Mungkin karena tuannya sedang mabuk. Saat orang tadi berniat melepaskannya.
"Jangan sentuh! Ayo, kita pulang, Martin!" ucapnya. Membuat Maureen kalang kabut. Namun, sedetik kemudian dia melihat orang-orang yang sedang mengejarnya, dia pun tak punya pilihan selain pura-pura mengenal pria itu dan membenamkan lenih dalam wajahnya di dada orang tadi.
"Ta-pi, Tuan, Anda?" Martin menatap tuannya yang tak mau melepaskan pelukannya.
"Ayo, kita kembali!" perintahnya lagi. Dia pun tak berani menentang perintah tuannya.
Mati aku, Tuan terlalu banyak minum malam ini. Besok pagi saat dia bangun, pasti membunuhku dan wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
𝕽𝖈⃞Butirn𝕵⃟dBUᶜʙᵏⁱᵗᵃ
kk tiri jual adk na 😬😬😬
2022-02-23
3