Bab 1
Josette Maria Cardoso, penduduk asli di Kota Santos, lahir, dewasa, hingga masa remaja dilewatinya di kota tersebut.
Jalan raya utama juga jalan protokol berikut masing- masing namanya, bahkan gang sempit sekalipun,
hampir seluruhnya dia hafal di luar kepala. Menandakan kota itu tidak terlalu luas.
Akan tetapi kalau Cafe Paradiso yang dia kunjungi ini kekecualian baginya, karena sepanjang ingatannya, sejak terakhir dia meninggalkan kota yang hafal seluk beluknya kota ini, Cafe itu belum berdiri, juga suasana disekitarnya belum seramai seperti yang baru saja di saksikan nya.
Sementara pandangan matanya menyapu ke seluruh ruangan, pikirannya pun ikut bekerja, bagaimana cara dia, untuk mengajak laki-laki yang di ketahui nya bernama Aji, untuk dibawanya keluar dari sana tanpa meninggalkan masalah.
Kalau lelaki ini yang minta izin kepada pimpinan kelompoknya untuk pergi, belum tentu didapatkannya izin itu, sedangkan, kalau dia yang membawa Aji pergi bersamanya, tidak mustahil perbuatan itu bisa dianggap sebuah tindakan penculikan, karena kondisi laki-laki itu mulai menunjukkan sikap orang yang sedang sakau obat tertentu, yang terlarang.
Tanda itu terlihat dari pandangan matanya yang mulai sayu, akan tetapi pada bagaian dadanya terlihat seperti seorang Atlet yang baru saja selesai melakukan lari cepat seratus meter.
Dengan kondisi seperti itu, dia sebagai ahli Medis, tahu tindakan apa yang harus dilakukannya, serta merta, di dikeluarkannya sebuah tas untuk perjalanan, berukuran sedang, berisikan berbagai macam obat-obatan yang selalu di bawanya hampir di setiap pergi keluar dari rumah, tas berlogo " Ikatan Dokter Brazil " Dalam tulisan berbahasa Spanyol.
dikeluarkannya sebuah tabung plastik berbentuk silinder, dari sana di ambilnya sebutir obat berbentuk kapsul, selanjutnya dia berikan kepada Aji untuk diminum saat itu juga, tidak kurang dari 30 menit kemudian, Aji pun terlihat seperti orang yang baru terbangun dari tidur lelapnya.
Orang yang pertama dilihatnya adalah Josette, yang dia ingat bak seorang Dewi penolong baginya, selebihnya yang terekam di dalam ingatannya, adalah : ' Anjuran untuk pergi dari tempat itu secepatnya, untuk kemudian keesokannya di tempat pelayanan Boot antar jemput, sebelum pukul 10:00 pagi hari Minggu, dia harus sudah berada di sana untuk kembali ke Kapal.'
Tindakan seperti itu menggugurkan anggapan dirinya telah melakukan perbuatan Indisipliner, kendati saat ini dia pergi tanpa meminta persetujuan lebih dahulu kepada ketua rombongan, yaitu Kapten Kapal Bosman Van Dijk
Kelompok Band lokal, sebagai juru hibur di Cafe Paradiso, ternyata bukan sebuah group Band kaleng-kaleng, terbukti dengan banjirnya permintaan lagu untuk di nyanyikannya, salah satu lagu favorit saat itu dan atas permintaan tamu pengunjung, yaitu
'Sambapati' salah satu lagu dari Kelompok Band terkenal di Eropa maupun di Amerika, Chicago group Band, telah mereka nyanyikan dengan aransemen yang apik dan terdengar begitu sempurna, dalam irama musik khas Amerika Latin.
Saking sempurnanya, irama yang didendangkan Band lokal itu, mengajak salah satu pengunjung untuk menghentak-hentakkan kakinya ke lantai Cafe, sesaat kemudian dia berdiri, dan tindakannya itu di ikuti oleh pengunjung lainnya, sehingga hampir keseluruhan pengunjung berdiri di lantai untuk berdansa, mereka benar -benar larut dan terlena dalam buaian irama musik yang semakin menggila.
Tidak sedikit dari mereka yang semula datang kesana untuk tujuan sekedar duduk dan menikmati minuman khas Philipina, yang sengaja didatangkan dari negara asal pemilik Cafe ini, satu persatu mulai turun ke lantai pentas dan berbaur dengan pemain Band, mereka asyik meliukkan tubuhnya, dibawah pengaruh minuman beralkohol, keringat yang bercucuran hampir di sekujur tubuh, sudah tidak mereka hiraukan lagi, M.C di acara malam Minggu itupun memberi semangat berapi-api bak suporter pemain bola saat tim sepak bola yang menjadi idamannya. Maung Bandung, melawan tim Bajul hijau Persebaya Surabaya.
Mereka berteriak berbarengan, " Arrrriiiba !!" katanya, lantang, dan mereka yang bergoyang semakin menggila gerakkannya seperti orang yang sedang kerasukan.
Akan tetapi, yang patut di acungi jempol bagi mereka yang sedang bermalam Minggu di sana, yang notabene, ibarat makanan, adalah,.Gado-Gado.
Segala macam Sayuran masuk dan di aduk menjadi satu, tetapi sanggup membuat mata yang memakannya mendelik tidak terlihat lagi warna hitam pada kedua bola matanya tersebut seolah menghilang tidak terlihat, saking nikmatnya, namun tidak ada sejarah yang mencatat, orang yang mengonsumsinya sakit Perut, atau sakit lainnya, yang diakibatkannya.
Begitu juga mereka yang sedang bergoyang, diiringi oleh musik irama Samba, berbaur menjadi satu, di antara mereka belum saling mengenal satu sama lain. Mereka dari berbagai macam warna kulit, bercampur, bersenggolan, bahkan terdorong, tetapi tidak ada terjadi keributan yang diakibatkan oleh kondisi seperti itu. Mereka semua terlena, justru momen seperti inilah yang ditunggu oleh wanita itu.
Dengan tenangnya dia menyelinap di antara kerumunan orang yang sedang bersuka-cita, menuju kasir yang sebenarnya pemilik dari Cafe tersebut.
Josette mengantar Aji kesana sekaligus dia berlaku sebagai juru bahasa, Aji yang sudah dia arahkan sebelumnya, agar meninggalkan pesan untuk diteruskan kepada Kapten Hendrik selaku kepala rombongan, tentang dirinya pergi dengan wanita ini, seraya di tuding kan telunjuknya ke arah Josette.
Sang Bos pun menganggukkan kepalanya seraya mengacungkan jempol tangannya, menjawab dengan suara yang cukup keras, menandingi suara musik yang memekakkan telinga." Oke ." sahutnya.
Di sana tampaknya, sudah lumrah ketika pasangan muda-mudi yang pulang di tengah malam, atau dini hari sekalipun atau mereka akan pergi kemana, tidak akan menjadi sebuah objek bahan pembicaraan.
Kedua orang itu pun bergegas meninggalkan Paradiso, menuju Hotel tempat wanita itu menginap. Dia yang kemarin sengaja pamit kepada kedua orang tuanya, dan mengatakan bahwa dirinya pulang kembali ke Rio De Janeiro.
Pada kenyataannya dia ingin pergi menikmati suasana malam Minggu di kota kelahirannya ini, tanpa orang lain yang menyertainya. Tidak orang tuanya, juga tidak tunangannya, yang dia anggap keduanya itu sebelas dua belas, posesif.
" Puji Tuhan," kata batinnya saat menemukan kejadian di Cafe Paradiso, " sebuah anugrah yang luar biasa ," celotehnya.
Aji yang saat berangkat meninggalkan Cafe, bersamanya, bersikap sebagaimana layaknya orang yang tidak terpengaruh oleh minuman yang memabukkan, tetapi..saat baru saja mobil yang di kemudikan Josette memasuki pintu gerbang Hotel, terlihat lelaki itu seperti orang yang tidur pulas, bedanya degup jantung dan pada bagian permukaan dadanya naik turun dan degupnya begitu kencang, melebihi orang yang baru saja melakukan berlari cepat.
Josette bukan abdi medis yang baru lulus dengan ijazah yang tintanya masih basah, kejadian itu tidak lantas membuatnya panik, dengan bersikap tenang, dia arahkan kendaraannya menuju ke tempat parkir, sejurus kemudian dia hubungi melalui telepon selulernya ke bagian keamanan setempat yang sedang shift jaga, untuk di pinta bantuannya membawa Aji ke kamar inapnya.
Untuk lebih meyakinkan fihak keamanan, yang membantu mengevakuasi tubuh lelaki yang dibawanya dalam keadaan diduga pingsan itu, Josette sebagai seorang abdi medis, dia perlihatkan kartu keanggotaannya kepada fihak keamanan yang dengan serta-merta menempelkan kartu itu ke perangkat sensor yang tersedia di pos gardu penjagaan, hingga terlihat lampu biru menyala pertanda kartu tersebut diterima legalitasnya, dan terdengar suara dari piranti keamanan itu ," Clear ", katanya.
Dengan sigap dua orang penjaga shift malam itu membantu membopong tubuh lunglai itu, lantas diletakkan di pembaringan di kamar inap sang Dokter, dan dua orang petugas keamanan itupun pergi berlalu.
Tanpa membuang waktu, dia mulai melakukan semua yang sudah terpola, sebagaimana arahan mentor senior di Kampusnya, ketika persiapan praktik lapangan, dengan tanpa ada rasa ragu lagi.
Dimulai dari pengukuran tensi pada darah aji yang saat ini dia perlakukan sebagai pasien, hingga detak jantung , dan yang terakhir adalah pengambilan sampel darah..
Tinggal tugas terakhirnya, adalah membuat laporan atas hasil penelitiannya, dia merasa bersyukur, dan senyumnya mengembang, " Yes !" katanya ," Bingo ,"
pekik kecilnya menunjukkan rasa gembiranya, atas apa yang dia anggap sebagai sebuah keganjilan, memang hal yang mustahil yang baru saja dialaminya ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 258 Episodes
Comments