Azan shubuh yang begitu merdu terdengar jelas di telinga Deli. Deli langsung bangun, dia ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan mengambil wudhu. Deli melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Setelah selesai melaksanakan kewajibannya, Deli langsung menuju dapur, hari ini Deli akan membuat sarapan. Deli tidak ingin bunda memasak sarapan untuk hari ini, Deli sangat tau kalau bundanya sedang capek dan memiliki beban pikiran yang sangat luar biasa, walaupun Bunda tidak menampakkan secara langsung, tetapi dari wajahnya Bunda tidak bisa menipu Deli.
Deli mengambil semua bahan yang dibutuhkannya dari dalam kulkas. Deli akan memasak nasi goreng seafood untuk sarapan hari ini. Deli kemudian mengiris dan menyiapkan semua bahan untuk nasi gorengnya. Deli mengerjakan semua pekerjaan itu dengan rasa bahagia tanpa ada beban sedikitpun. Deli sadar mulai hari ini ke atas, hidupnya tidak akan segampang seperti yang sudah sudah, biasanya apapun kehendak Deli, maka akan langsung datang. Mulai hari ini semuanya berubah dalam sekali jentikkan jari. Makanya mulai hari ini Deli bertekad akan lebih mandiri lagi.
Akhirnya setelah berkutat lebih kurang satu jam di dapur, nasi goreng seafood, telur ceplok goreng dan seteko teh hangat sudah siap dihidangkan Deli di atas meja makan. Lalu Deli pergi mengetuk pintu kamar ayah dan bunda serta pintu kamar Hendri. Deli memberitahukan kepada keluarganya kalau semua sajian sarapan sudah selesai dimasak oleh Deli.
Mereka semua sudah duduk di meja makan, Bunda mengambilkan nasi goreng untuk seluruh anggota keluarganya, sedangkan Deli menuang air teh kedalam cangkir cangkir yang ada. Mereka sarapan dengan sangat cepat, hari ini adalah awal baru dalam kehidupan mereka. Mereka akan memulai melangkah dari awal kembali.
Selesai sarapan Ayah dan Hendri langsung pergi membeli bahan bahan untuk membangun kafe yang akan menjadi tempat mereka mencari nafkah. Sedangkan Bunda dan Deli sibuk berdiskusi memilih makanan apa yang akan mereka sajikan di kafe, serta mendiskusikan berapa harga yang akan mereka kenakan ke tiap menu. Saat sedang asik berdiskusi, ponsel Deli berdering tanda panggilan masuk. Deli melihat ponselnya ternyata yang mengubunginya adalah Dian.
"Hallo Deli, loe dimana?" teriak Dian dengan kencangnya saat Deli mengangkat panggilannya.
"Wow, sakit telinga gue denger teriakan loe. Gue di rumah dimana lagi, sabtu kampus tutup." jawab Deli sambil mengusap telinganya yang sakit karena Dian berteriak dengan keras.
"Deli, loe jangan becanda. Kami di depan rumah loe, nggak ada orang. Malahan yang ada tulisan yang membuat kami syok."
"Oh itu, gue lupa ngomong sama kalian. Gue udah pindah rumah. Kalau kalian mau ke sini aja, ke rumah baru gue."
"Sharelock aja. Kami ke sana sekarang."
Dian dan Dina langsung masuk kembali ke dalam mobil milik Dian. Mereka akan menuju rumah baru Deli. Mereka sangat ingin tahu kenapa sahabat mereka bisa pindah. Kenapa pula rumah sahabat mereka di sita oleh bank. Padahal ayah Deli tergolong kedalam pengusaha sukses negara A. Setelah mengikuti map yang dikirim oleh Deli, kedua sahabat itu sampai juga. Dian dan Dina terbengong melihat rumah Deli yang sekarang.
"Gue yakin Din. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan ayah Deli."
"Yup Yan. Kita sebagai sahabat harus selalu mendukung Deli dalam kondisi apapun."
"Okeh. Kita tidak akan bertanya apapun kepada Deli. Biarkan Deli saja yang menceritakan kepada kita tentang masalah yang menimpa keluarganya." ujar Dian mengajak Dina untuk tidak bertanya apapun kepada Deli, kalau Deli tidak bercerita. Mereka berdua sangat tau bagaimana tipe Deli. Deli tidak akan menutupi hal apapun dari kedua sahabatnya itu.
Dian kemudian mengetuk pintu rumah Deli. Deli yang mendengar suara pintu di ketuk sudah tau siapa yang datang. Makanya dia hanya berteriak dari dalam rumah, sehingga membuat Bunda membesarkan matanya tanda protes melihat sikap Deli.
"Masuk aja yan, nggak dikunci" kata Deli dari ruang tamu keluarganya. Deli masih berdiskusi dengan Bunda.
"Assalamulaikum Bunda" kata Dian.
Dian dan Dina kemudian bersalaman dan mencium tangan Bunda.
"Waalikumsalam, wah kalian berdua makin cantik aja. Kalian tadi ke rumah lama Deli?" tanya Bunda sambil mempersilahkan Dian dan Dina untuk duduk di kursi biasa yang ada di ruang tamu.
" Yup Bunda, tapi ternyata Bunda udah pindah ke sini. Tapi tidak kasih tau kami" jawab Dian sambil pura pura merajuk.
"Kalian mungkin segan bertanya, tapi Bunda akan kasih tau semuanya sama kalian."
Bunda kemudian menceritakan semuanya. Bagaimana mereka bisa pindah kerumah yang sekarang, serta rencana pembangunan kafe. Saat mereka sedang asik berdiskusi tentang harga dan jenis makanan. Ayah dan Hendri datang.
"Gimana Ayah? Ada cukup uangnya?" kata Bunda.
"Cukup Bun. Malahan berlebih untuk beli bahan bahan masakan untuk modal awak kafe." jawab Ayah sambil menyerahkan sisa uang pembelian bahan bahan keperluan untuk membuat kafe sederhana.
"Wah sukurlah kalau begitu Ayah. Oh ya Ayah, di dalam ada sahabat Deli. Namanya Dian dan Dina. Mereka sedang berdiskusi tentang makanan apa saja yang akan kita sediakan di kafe nantinya." ujar Bunda yang teringat dengan kedua sahabat baik Deli yang berada di dalam rumah.
" Itu memang lebih bagus anak muda yang memilih menunya Bunda. Jadi tepat sasaran nanti." jawab Ayah.
Deli dan kedua sahabatnya langsung keluar dari rumah saat mendengar ada mobil yang masuk ke dalam pekarangan rumah. Ternyata mobil itu adalah mobil yang mengantarkan bahan bahan untuk mendirikan kafe.
Ayah dan Hendri mulai memotong motong kayu untuk tempat duduk. Sedangkan Deli yang sudah meminta Dian untuk membeli banyak bola, langsung membolongkan bola bola itu untuk tempat lampu kecil kecil. Mereka bekerja dengan sangat tekun dan penuh canda tawa. Bunda yang melihat semua bekerja langsung ke dapur untuk memasak makan siang. Mereka semua terlihat sangat antusias dalam mewujudkan kafe yang akan mereka bangun.
Saat azand zhuhur berkumandang, mereka semua menghentikan aktifitas dan pergi membersihkan diri untuk menunaikan kewajiban. Mereka melakukan sholat berjamaah dengan Ayah sebagai imamnya. Selesai sholat berjamaah mereka semua makan siang dengan masakan yang dibuat oleh Bunda. Mereka makan dengan lahap. Setelah selesai makan siang mereka kembali mengerjakan pembuatan kade itu.
"Ayah, memang nggak dikasih atap ya yah kafenya?" tanya Dian.
"Nggak Yan. Kita buat model kafe yang konsep rooftop, tapi kita pindahkan ke halaman. Nanti kita kasih payung payung cantik untuk penahan panas. Sedangkan di malam hari payungnya kita kuncup dan akan berganti dengan cahaya lampu warna warni. Nanti di beberapa titik akan kita buatkan tempat atau spot untuk anak muda berfoto." kata ayah menjelaskan konsep kafe tersebut.
"Ayah, Dina punya ide. Delikan banyak novel dan buku bacaan tuh, bagaimana kalau kita buat konsepnya seperti perpustakaan. Jadi anak muda ke sini tidak hanya pergi makan atau minum, tetapi juga pergi membaca berbagai buku dan novel. Tiap akhir pekan kita adakan music live. Bagaimana ayah?" ujar Dina dengan semangat. Dina memang pernah ke sebuah kafe di kota lain dengan konsep seperti itu, sehingga membuat pengunjung banyak yang datang tidak hanya untuk minum tetapi juga untuk membaca buku.
"Wah ide kamu boleh juga. Nanti biar Hendri yang membuat rak rak untuk buku buku itu" jawab Ayah yang sangat setuju dengan ide yang ditawarkan oleh Dina. Ide yang sama sekali belum terpikirkan oleh Ayah dan yang lainnya.
Ayah kemudian menemui Hendri yang sedang sibuk membuat sebuah kursi.
"Hen, tadi ada ide dari Dina. Bgaimana kalau kita buat konsepnya seperti pustaka dan kafe. Buku buku Deli kan luar biasa banyaknya itu. Jadi mereka ke sini tidak hanya mengenyangkan perut tetapi juga otaknya. Bagaimana menurutmu?" kata Ayah memberitahukan ide yang dicetuskan Dina tadi kepada Hendri.
"Ide bagus ayah. Di ibu kota tidak ada kafe outdoor yang langsung jadi pustaka" kata Hendri.
Hendri kemudian mencari beberapa model rak pajangan untuk memajang buku yang ada. Deli yang sudah tau ide itu langsung meminta bantuan Dian dan Dina untuk membawa keluar semua koleksi buku bukunya.
"Kak, ini semua buku ku."
"Tarok disitu aja dulu Del. Nanti setelah selesai satu rak ini, kamu bisa menyusun bukunya."
"Kak Hendri, besok akan Dian dan Dina tambah bukunya. Jadi kakak harus membuat tempatnya lebih banyak lagi. Penuhin aja semua teras ini dengan rak rak buku." ujar Dina dengan semangat. Idenya ternyata langsung di eksekusi oleh Ayah dan Hendri.
Hendri dan Ayah yang mendengar kata kata Dina langsung tertawa. Dina dengan gampangnya meminta Hendri mebuat rak rak yang banyak. Tak terasa hari sudah sore. Target Ayah untuk kursi dan meja telah selesai separo, rak pajangan buku juga udah banyak yang siap. Tinggal besok ayah membuat meja untuk kasir dan membuat spot untuk berfhoto.
Mereka semua makan malam dengan sangat lahap. Bincang bincang kecil untuk kafe merekapun mengalir kembali. Karena hari sudah malam Dian dan Dina pamit untuk pulang. Besok mereka akan datang lagi dengan membawa buku buku yang tidak mereka butuhkan.
"Bunda, sepertinya besok bunda sudah harus membeli bahan bahan untuk memasak, karena lusa sepertinya kafe kita udah bisa beroperasi" kata ayah dengan penuh semangat.
"Kalau begitu besok bunda akan belanja kepasar. Deli temani bunda ya."
" Siap bun."
"Kalau begitu kita beristirahat dulu. Besok kita lanjut lagi. Deli kamu cetak brosurnya setelah itu tinggal tempel dan sebar."
"Siap ayah."
Mereka semua masuk ke kamar masing masing untuk beristirahat. Mereka semua benar benar lelah. Seharian bekerja membangun kafe cukup menguras energi mereka. Ayah apalagi, dalam usianya yang sudah tidak muda lagi harus berjuang membuat kafe dan memikirkan memulai bisnis dari awal kembali. Ujian terberat yang dihadapi Ayah di usia yang sudah tidak muda lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments