Setelah mengikuti UTS, akhirnya libur semester pun tiba. Libur semester kemarin aku habiskan bersama Nia. Nia selalu mengajak ku untuk menemaninya bermain Band dan akupun selalu mengajaknya untuk bermain ketempat-tempat yang berbau petualang. Aku pernah mengajak Nia untuk liburan kesalah satu Gunung P yang tidak jauh dari rumah, hanya berjarak 2 jam perjalanan. Meskipun Nia tidak pernah suka ketika aku ajak bermain ditempat yang lumayan memakan tenaga tapi dia selalu menemaniku.
Setelah Libur Semester pun aktifitasku sama saja seperti semester sebelumnya. Sekolah, belajar, mengikuti Eskul dan lain-lain. Menjadi seorang Dewan Ambalan menurutku tidak mudah harus selalu menjadi Kakak yang bisa mengajarkan kepada adik-adinya tentang Pramuka itu apa, menjadi seorang yang ikut PMR pun tidak mudah Materi-materi yang aku dapatkan tambah lama bertambah banyak dan persiapan Lomba-lomba untuk mengikuti KIR tingkat Kabupaten.
Sampai pada suatu saat aku sadar kalau Kelulusan untuk kelas XII akan segera diumumkan. Tinggal 2 minggu lagi, Aku sadar kalau Mas Imam akan Lulus juga nantinya. Aku selalu bertanya pada Erlina karena Mas Hakim adalah pacar Erlina dikelas XII. Jadi aku bisa selalu Up date tentang perkembangan kelulusan kelas XII ini karena yang aku ingin tahu adalah Mas Imam.
"Sedikit egois tapi ini masalah perasaanku terhadap Mas Imam, Maaf Mas Juki..."
Akhirnya 2 Minggu yang aku tunggu pun
datang. Kelas X dan XI yang tidak ada kepentingan disekolah pada saat pengumuman kelulusan diliburkan. Karena aku masih duduk dikelas XI akupun akhirnya hanya menunggu dirumah. Aku menunggu berita kelulusanya dari Mas Juki karena Mas Juki berjanji akan menghubungiku.
Bukan kelas XII saja yang deg-degan menunggu pengumumuman tapi aku juga ikut deg-degan dengan pengumuman itu.
“Duduk, Lin.” Kata Nia sedikit membentak karena aku mondar-mandir didepan Nia. Aku hanya diam dan melihat Nia sebal. “Aku sedang jait ini.” Kata Nia yang masih fokus dimesin jahitnya.
“Iyaa...iyaa..." Kataku gemas "Aku keluar dehh,,," Aku berhenti sejenak dan melihat Nia. "Awas tuh tangan kena Jarumm..." Aku keluar dari kamar Nia dengan perasaan cemas.
“Kenapa Mas Juki enggak Telepon, Seenggaknya SMS.” Kataku cemas.
Aku berjalan keruang tamu bawah dan duduk disamping Mas Alif yang sedang menonton TV ternyata Breaking Newsnya adalah berita mengenai kelulusan anak-anak SMA. Mas Alif dan Mas Arief pun sama sedang menunggu pengumuman kelulusan. Tetapi Mas Alif tidak berangkat kesekolah karena Mas Alif diwakilkan sama Omnya yang tinggal didaerah B untuk mengambil hasil kelulusan. Berbeda dengan kakakku Mas Alif dia berangkat sekolah.
Tiba-tiba Ponsel yang aku pegang pun bergetar, Aku melihat layar ponselku. Aku tersenyum senang karena yang aku tunggu-tunggupun akhirnya menghubungiku juga.
“Gimana Mas?” Tanyaku. Suaranya diujung telepon sana sangat ramai.
“Ucapan selamatnya mana?” Kata Mas Juki dengan nada senang.
“Mas Juki,,, Lulus?” Tanyaku. “Wahh,,, selamat iya?” kataku ikut senang.
"Yang lain gimana?" Tanyaku Basi-basi.
"Yang lain mana nih?" Tanya Mas Juki
menggoda.
“Temen-temen Mas Juki lah,,, siapa lagi?”
“Mereka semua Lulus, Hakim, Fauzi dan..." Mas Juki menggantung kalimatnya.
"Dan siapa lagi?" Tanyaku penasaran.
"Imam juga tuh,,,”
“Wahh,,, hebat. Selamat iya sekali lagi." Kataku girang. "Sampaikan salamku pada mereka?”
"Pada mereka siapa?" Tanya Mas Juki menyelidik.
"Pada semua Mas... iya udah iya, Mas?" Cepat-cepat aku menutup telepon supaya tidak ditanya banyak dan aku berharap salam itu sampai kepada Mas Imam.
Aku senang mendengarkan bahwa kelas XII Lulus 100% tapi ada yang membuatku sedih. Aku harus kehilangan Mas Imam karena pasti setelah Mas Imam Lulus dia tidak akan pernah ke SMA lagi dan akupun tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Mas Alif yang melihat tadinya wajahku senang menjadi muram, Mas Alif hanya diam saja.
Aku lalu berjalan kembali keatas menaiki tangga yang bagiku itu terasa panjang. Aku kembali kekamar Nia dan melihat Nia masih dengan kegiatannya menjahit dan berjalan kearah Nia. Setelah dekat dengannya aku langsung memeluk Nia dari belakang dan membebenamkan mukaku dipunggunya. Nia kemudian berhenti menjahit.
“Akhirnya dia Lulus juga, Ni.” Kataku dengan suara serak
“Bukankah itu bagus, Dia Lulus dari SMA. kamu senang kan?” Kata Nia. Aku hanya menganggukan kepala ku dan semakin erat memeluk Nia. “Jangan sedih,,,”
“Tapi, Ni? Setidaknya aku bisa mengatakan sekali saja padanya kalau aku menyukainya sebelum dia benar-benar pergi.” Kataku. Nia hanya diam saja yang terdengar hanya suara tangisanku yang sesenggukan.
***
1 minggu kemudian, setelah pengumuman kelulusan. Sekolah kembali seperti biasanya. Tapi sayang sekali kelas XII sudah tidak bersekolah lagi, mereka sedang menunggu ijazah dan berkas-berkas yang lain keluar dari pemerintah.
Karena pagi itu masih sepi aku sengaja berjalan memutari kelas XII yang sekarang sudah sepi karena siswanya yang sudah lulus. Aku berjalan menyusuri lorong-lorong kelas itu dan berhenti dikelas XII IPS 3.
“Untuk satu kali saja Mas, Aku ingin mengatakan kalau aku menyukaimu?” Batinku.
Kalau saja ada kesempatan walau hanya sekali pasti akan aku katakan padanya. Aku berjalan meninggalkan kelas XII IPS 3 dan menemui teman-temanku yang sedang duduk-duduk ditaman sekolah.
“Heii,,, Lin?” Sapa ketiga temanku yang wajahnya sangat berseri-seri. Aku hanya melihat mereka dengan wajah cemberut dan aku duduk disamping Murni yang sedang menulis laporan.
“Ada apa kok, manyun gini?” Tanya Asti.
“Ya,, iyalah gimana enggak manyun,,, Lha, Pujaan hatinya udah Lulus.” Kata Erlina dengan nada bercanda. Aku hanya melihatnya dan mengeluarkan Ponselku berpura-pura memainkannya.
“Bener kamu enggak pengin bilang sama Mas Imam kalau kamu suka sama dia?” Tanya Murni tetap sambil menulis. Aku hanya diam saja.
“Iyaa,,, Lin. Biar kamunya tahu juga kalau Mas Imam itu suka sama kamu apa enggak?” Kata Asti. Mereka berdua mengangguk setuju.
“Aneh enggak? kok cewek dulu yang nembak,, Lucu enggak? “ Kataku dengan nada sebal.
“Emansipasi, Lin?” Kata Murni yang berhenti menulis dan sekarang giliran Asti dan Erlina yang mengangguk setuju.
“Hari ini, kamu mesti bilang sama Mas Imam.” Kata Erlina.
Aku hanya melihatnya dengan terkejut. “Gila, hari ini.” batinku.
“Iya,, hari ini. kesempatan yang terbaik karena tadi Mas Hakim SMS aku katanya dia akan kesekolah untuk mengurus persyaratan Kuliah bersama Mas Imam.” Kata Erlina yang bersemangat
“Enggak mau ah,, Aku belum siap.” Kataku.
“Mau kapan? Nanti jam istirahat kita cari Mas Imam. Ok” Kata Asti bersemangat.
Bell masuk sekolah berbunyi. Semua siswa-siswi yang sudah berangkatpun tanpa menunggu lama sudah masuk kelas mereka masing-masing dengan sangat rapi. Jam Pelajaran pertama pun dimulai, Bu Tina Guru Bahasa Indonesia masuk kelas dan menjelaskan berbagai macam tentang pembuatan Naskah Drama yang baik dan benar.
Setelah Jam Pelajaran selesai lanjut kepelajaran berikutnya yaitu mengenai Matematika rumus Aljabar. Saat itu aku belum bisa berkonsentrasi mengikuti pelajaran karena Aku masih merasa deg-degan dengan rencana ini kalau memang benar Mas Imam akan datang kesekolah hari ini dan aku harus bertemu dengannya.
Apa yang harus kukatakan?
Kringgggggggg
Tiba-tiba bel jam istirahat berbunyi, Aku sedikit terkejut mendengarnya karena aku sedang melamun yang berkepanjangan, sampai-sampai Asti yang melihatku hanya tertawa. berulang kali aku mendesah nafas panjang.
Aku dan Asti sedang membereskan buku-buku yang ada diatas Meja, tiba-tiba Asti menyikut lenganku dan menunjuk kearah pintu. Ternyata yang aku lihat didepan pintu itu adalah Murni dan Erlina yang sedang melambaikan tangannnya menyuruh kami berdua keluar kelas.
Aku agak ragu untuk keluar tetapi terlambat Asti sudah menyeretku keluar. Aku memasang wajah memelas dan menggelengkann kepalaku tapi Asti tetap memaksaku untuk berajalan. Akhirnya aku pun menyerah dan mengikuti Asti, Murni dan Erlina pergi. Erlina memperlihatkanku SMS Mas Hakim yang mengatakan dia sedang berada diperpustakaan bersama Mas Imam.
“Mati aku,,,” batinku. Langkahku untuk berjalan keperpustakaan sangat berat dan ketiga temanku ini berusaha menyeretku dengan sangat kuat.
“Akhirnya sampai juga,,,” Kata Murni yang tersenyum senang. Tanganku dipegang Erlina sangat kuat jadi aku tidak bisa kabur. “Ayo,, Masuk, Lin.”
Aku dan ketiga temanku pun memasuki ruangan Perpustakaan. Jantungku terasa mau copot. Mereka bertiga sangat semangat mencari-cari keberadaan Mas Imam dengan bantuan SMS dari Mas Hakim.
“Ituuuu,,,” Kata Asti sedikit histeris. Serempak kita bertiga melihat kearah yang dituju Asti. “Tapi kok Cuma Mas Hakim? Mas Imamnya mana?” Katanya.
“Tidak, perlu dicari lagi.” Kataku yang melihat kearah sesosok laki-laki yang sedang mencari buku. “Itu, Mas Imam.” Aku menunjukkannya pada mereka.
“Iyaa,,, Wahh jodoh nih? Perlu diantar?” Kata Erlina.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Erlina, Aku sudah berjalan mendekati Mas Imam. Jarak tempatku berdiri ke tempat Mas Imam hanya 5 Meter, tetapi terasa jauh dan langkah ini semakin lama semakin berat. Jantung ini semakin terasa berdetak sangat cepat. Aku berusaha melangkahkan kaki ku dan sampailah aku dijarak kurang 1 meter, aku bingung harus melakukan apa dan aku melihat ketiga temanku yang sedang harap-harap cemas.
Aku memberanikan diriku untuk menepuk pundak Mas Imam dan Mas Imam melihat kearahku dengan sedikit terkejut.
“Oh,, Lin.” Kata Mas Imam tersenyum
padaku.
Aku hanya bisa tersenyum melihat Mas Imam yang sudah berbalik kearahku.
“Ada Apa?” tanyanya. Aku ingin menjawab pertanyaan Mas Imam tapi suaraku tiba-tiba seperti menghilang. Aku hanya bisa tersenyum saja bingung harus mengatakan apa. “Lin, ada apa?” Tanya Mas Imam sekali lagi.
“Ohh,,, Se... Selamat.” Kataku gugup. Aku menjulurkan tanganku untuk bersalaman dan menghilangkan gerogiku tapi Mas Imam masih bingung. “ Selamat, karena Mas Imam Lulus.” Kataku tersenyum.
“Ohhh,,, itu.” Mas Imam menjabat tanganku dan tersenyum padaku. “ Iya sama-sama.” Kata Mas Imam, Mas Imam Melihat tanganku yang sedikit pucat. “Kamu sakit? Kok tangan kamu dingin?” tanyanya.
“Ahh,, enggak.” Aku cengengesan salah tingkah tidak jelas dan aku buru-buru melepaskan tanganku. “Mas....” Kataku yang menggantung kalimatku. Mas Imam hanya melihatku. “Mas, Mau lanjutin dimana?” Tanyaku basa-basi lagi.
“Di Universitas S jurusan Pendidikan Agama Islam.” kata Mas Imam yang berjalan kearah kursi dan menyerahkan buku kepadaku tentang Sejarah persebaran Islam Di Indonesia lalu dia menyuruhku untuk duduk.
Aku membuka-buka buku itu dan membacanya sekilas rasa grogiku agak berkurang.
“Lin,, Aku mau mengatakan sesuatu sama kamu?” Kata Mas Imam. Aku menutup buku itu dan melihat muka Mas Imam yang berubah serius.
“Iya,, Aku juga mau mengatakan sesuatu sama Mas Imam?” Kataku tersenyum. Aku sudah bisa mengendalikan diriku. “Tapi Mas Imam dulu aja yang bilang,,,”. Mas Imam yang aku lihat menjadi salah tingkah dan sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.
“Atau jangan-jangan....” Aku mencoba membuka kupingku lebar-lebar.
Tiba-tiba
“Heiii,,,, Lin.” Teriak seseorang dari arah yang aku tidak tahu.
Seketika itu lamunan ku buyar dan Mas Imam yang tadinya bermuka tegang kini mencari-cari arah suara itu. Ternyata itu adalah suara Mas Fauzi. Aku melihat kearah Mas Fauzi yang berjalan kearahku dan melihat ketiga temanku yang menunggu dengan tegang terduduk dengan lemas, Aku hanya bisa memasang wajah memelas. Penjaga Perpustakaan menyuruh Mas Fauzi supaya tidak berisik.
“Ya,, ampun. Bisa enggak sih, sebentar aja enggak ganggu aku sama Mas Imam.” Batinku.
Aku benar-benar sebal sekarang sama Mas Fauzi. Mas Fauzi yang berjalan kerarah kita, sebentar lagi sampai didekatku, Aku
berusaha memalingkan mukaku tetapi tiba-tiba Mas Fauzi menyambar tubuhku yang kecil dan memelukku sangat erat. Dia tertawa sangat senang, ketiga temanku dan Mas Hakim sangat syok melihat kejadian itu, Jangankan mereka aku saja sangat terkejut. Dan Mas Imam, Aku tidak tahu bagaimana reaksinya karena dia berada tepat disampingku.
“Mas Fauzi!!!” Aku menekan suara ku yang sebal dan berusaha melepaskan pelukan Mas Fauzi. “Apaan sih?” Kataku ketika pelukan Mas Fauzi sudah lepas.
"Tidak ada, aku hanya ingin memeluk Lin." Mas Fauzi hanya melihatku saja dengan wajah yang tidak bersalah setelah memeluk seorang perempuan didepan Umum dan ini di Perpustakaan lagi.
"Iyaa enggak gini juga caranya,,"
"Maaf, maaf ini pelukkan yang terakhir untuk kujadikan kenang-kenangan,," Kata Mas Fauzi.
"Maksudnya?" Tanyaku heran
" Kenangan kalau aku pernah suka sama cewek cantik kecil di SMA ini..." Mas Fauzi tersenyum lembut padaku. Dia mengusap-usap kepalaku.
"Hisshhh,,, Dasar Mas Fauzi..." Kataku menepis tangannya.
"Da...daaaa... Liana Astariii...." Kata Mas Fauzi melambaikan tangannya.
"Enggak kaget kamu?" Tanya Mas Imam tiba-tiba.
Aku sempat melupakan keberadaan Mas Imam
"Ohh enggak, Mas. Aku tahu Mas Fauzi tuh cowok playboy. Pasti dia bilang kayak gini enggak cuma sama aku..." Aku tertawa dan Mas Imam mengangguk pertanda setuju.
“Ehemm,, Kalau mau pacaran. Diluar!!! kata petugas perpustakaan sedikit membentak.
Aku melihat kebelakang dan teman-temanku sedang pura-pura membaca atau beneran, hanya mereka yang tahu.
Mas Imam mengajakku untuk berbicara diluar supaya tidak mengganggu.
"Mas Imam mau bicara apa tadi?"
"Ohh... tidak ada lagian ini tidak penting-penting amat." Kata Mas Imam yang menggaruk kepalanya. "Kalau kamu?"
"Aku?" Aku bingung harus bicara apa pada Mas Imam. "Tapi aku harus berani bilang..." aku memberi semangat pada diriku sendiri.
"Lin..." Mas Imam membuyarkan lamunanku.
"Iyaa,," Aku menatapnya dalam. "Mas Imam, sebenarnya sejak pertama kali kita bertemu di ruang Osis waktu itu, Mas masih inget?" Tanyaku
"Inget... kenapa?"
"Aku cuma mau bilang... Aku suka sama Mas Imam..." Aku menundukkan kepalaku karena aku takut memperlihatkan wajah merahku.
Mas Imam tak menjawab, aku tak tahu bagaimana ekspresi mukanya. Tapi aku bisa merasakan Mas Imam memegang pundakku.
Aku melihatnya dan mata kita bertemu.
"Imam..." Teriak seseorang lagi.
"Shittt, siapa lagi?" Batinku merutuk.
Mas Imam menoleh kebelakang dan Aku melihat dari balik punggung Mas Imam.
"Yaaa Ampunn,,, Mas Juki...."
Mas Juki sedikit terkejut melihatku ada bersama Mas Imam tapi dia tetap tersenyum padaku.
Dan setelah Mas Juki dekat denganku. Tanpa aba-aba dia Memelukku.
"Apa lagi ini?" Aku melorotkan tubuhku lemas di pelukkan Mas Juki.
Buru-buru aku melepas pelukkan Mas Juki. Karena aku sudah sebal dan emosi dengan situasi ini. Tanpa pikir panjang akupun berjalan cepat untuk meninggalkan perpustakaan tanpa melihat Mas Juki, yang aku lihat hanya Mas Imam. Aku tidak tahu apa yang Mas Imam pikirkan tentangku dengan Mas Juki. Aku berjalan diikuti oleh Ketiga temanku dan Mas Juki, Mas Hakim dan Mas Imam pun sama mengikutiku. Ketiga temanku berusaha menenangkanku dan Mas Juki berusaha menghentikan langkahku.
“Lin, tunggu? Maaf,, soal yang tadi, Aku tidak sengaja. Aku hanya senang ketika aku melihat kamu lagi.” Kata Mas Juki dengan nada menyesal.
Aku hanya diam dan berjalan lagi. Aku tidak mau Mas Imam berpikiran yang aneh-aneh mengenai aku dan Mas juki.
“Lin, Aku sayang kamu. Aku masih berharap kamu mau jadi pacar aku.” kata Mas Juki yang berusaha mengejarku. Aku berhenti dan melihat kearah Mas juki. “Lin, dengerin aku dulu.” Mas Juki mendekatiku. “Aku sayang kamu, Lin.” kata Mas Juki dengan lembut.
“Tapi, aku enggak Mas. Aku mohon Mas, Bisa ngertiin perasaan aku. Sedikit aja mas?” Kata ku memohon.
Ketiga temanku mencoba menenangkan aku. “Aku tahu Mas, Mas Juki suka sama aku. Tapi Mas tahu kan gimana aku?”
“Iya,, Aku tahu, Lin.” Kata Mas Juki. “Kamu suka kan sama Imam!!!” Kata Mas Juki membentakku. “Iyaakan? Jawab, Lin?” Aku hanya bisa diam dan melihat kearah Mas Imam yang tidak percaya dan Mas Hakim mencoba menenangkan Mas Juki. “Kenapa diam?” lanjut Mas Juki. “Imam,,, Liat. Sudah kukatakan padamukan, kalau Lin suka padamu bukan padaku.” Kata Mas Juki melihat kearah Mas Imam dan tertawa sebal.
Kita semua hanya diam mendengarkan Ocehan Mas Juki. Aku tidak mau ada keributan disekolah dan aku memutuskan untuk pergi meninggalkan keributan ini dan ketiga temanku pun mengikutiku dari belakang. Aku sempat melihat Mas Imam tetap melihatku walau aku sudah berjalan jauh. Erlina, Asti dan Murni mencoba menenangkanku dan menghiburku.
Saat itu juga aku ingin sekali cepat-cepat pulang dan bertemu Nia. Nia menjemputku pulang sekolah, rencananya aku akan menemaninya latihan band tapi aku tidak mau. Aku mengatakan pada Nia untuk pergi ke Muse dan Nia pun mau mengabulkan permintaanku.
Disepanjang jalan aku hanya diam saja dan Nia pun tidak banyak tanya padaku. Sesampainya di Muse aku langsung mengambil batu yang kecil-kecil untuk kulemparkan kedanau. Aku melempar batu-batu itu dengan perasaan marah dan bicara sendiri. Aku tidak memperhatikan Nia duduk dimana.
“Dasar orang gilaa,,,, gilaaaa,,,” Teriakku. “Tinggal dikit lagi aku bisa bilang sama Mas Imam kalau aku suka sama Dia, tinggal bilang “Mas Imam mau jadi pacarku tidak?” Hanya itu.... Aaaaaaa,,,, “ Aku berteriak sekali lagi tidak tahu bicara pada siapa dan melemparkan batu yang tersisa ditanganku.
“Sial,,, kenapa Mas Juki mesti datang sihhh,,,, Mana bilang lagi, kalau dia suka sama aku didepan Mas Imam. Kesempatanku jadi hilangg,,, “ saat aku akan melempar batu lagi ternyata batu ditanganku habis. Aku mencari cari ditanah ternyata juga tidak ada.
"Aku tahu aku egois, aku jahat, tapi aku kan enggak pernah meminta Mas Juki untuk menungguku..." Aku masih mencari batu ditanah.
“Sssttt,,,” aku menoleh kearah sumber suara itu dan Nia menunjukkan dengan kepalanya karena jari Nia sedang sibuk memetik gitar.
“Apa?” Kataku sebal.
“Cari batu kan? Ituu,,, Ada didepanku.” Nia menunjukkan Batu yang lumayan besar kepadaku dan Aku berjalan mendekati batu itu untukku mengambilnya.
“Siallll,,,,” Kataku yang kesusahan mengangkat batu itu. “Niaaa,, berat tahu,,,” teriak ku.
Nia hanya tertawa dan dia sedang asik dengan gitarnya. Aku berjalan mendekati Nia dan mengambil gitarnya. Nia melihatku tidak senang dan akupun tidak mau kalah dengan Nia.
“Apa? Mau marah sama aku? Marah aja,,, “ Kataku dengan nada yang bersungut-sungut. Nia hanya melihatku pasrah lalu dia duduk lagi.
“Apa mau kamu?” Kata Nia.
“Ini,,” Aku mengembalikan gitar Nia dan Niapun mengambilnya dengan sedikit kasar. Aku duduk disebelah Nia dan menyandarkan kepalaku dipundak Nia. “Yang aku inginkan. tidak apa apa aku hanya bisa mengatakan pada Mas Imam kalau aku menyukainya tetapi setidaknya aku bisa Mengucapkan Selamat Tinggal padanya sebelum aku benar-benar tidak bisa bertemu dengan lagi. Entah kapan lagi aku bisa bertemu dengannya, Ni.” Aku memejamkan mataku dan berusaha untuk menahan tangis ku. Nia hanya diam mendengarkan curahan hatiku dan memainkan gitarnya lagi. “Selamat Tinggal, Cinta Pertamaku.”.
Itulah hari terakhir dimana aku bertemu dengan Mas Imam. Mas Imam adalah orang pertama yang bisa mengalihkan pandanganku dan perduli terhadap seorang laki-laki. Mas Imam adalah orang pertama yang membuatku menangis karena cintanya dan Mas Imamlah yang membuatku bisa merasakan apa itu cinta. Mas Iman adalah Cinta Pertama ku, meskipun aku tidak bisa mengatakan kalau aku menyukainya tapi aku berharap dia akan selalu ingat padaku
“Sekali lagi selamat tinggal, Cinta ku.”
“Entah kapan lagi aku bisa mencintai seseorang lagi seperti Mas Imam?”
***
“Kuliahh,,, telat terus.” Kata Deni.
“Hehehe,,, Iya semalem aku lembur. Ngerjain laporan.” Kataku yang masih terengah-engah duduk dikursi.
“Laporan apa?” tanya Deni penasaran
“Laporan apa lagi? Mapala lah, Den.” Kata Dini tidak senang. “Gimana mau dapet Nilai bagus, kalau Cuma Mapala aja.” Katanya lagi. Aku hanya tertawa mendengar Dini bicara. Dia sama seperti Nia tidak suka dengan segala sesuatu yang merepotkan dan yang menurut mereka membuat diri mereka merasa rugi.
Mata Kuliah pagi ini adalah mengenai Struktur Kayu. Bu Wati menjelaskan panjang lebar mengenai kegunaan dan Jenis-jenis Kayu seperti apa. Untuk hari ini aku bisa sedikit berkonsentrasi untuk Mata Kuliah ini dan tidak bisa bermain-main didalam kelas karena Bu Dosen sangat peka, kalau ramai sedikit pasti Bu Wati akan menegur dan jika tetap berisik dia akan keluar begitu saja dari kelas tanpa berkata apa pun.
***
Keesokan harinya setelah kejadian itu Mas Imam mengajakku bertemu disebuah cafe.
“Maaf soal kemarem?” Mas Imam membuka pembicaraan.
“Harusnya aku yang minta maaf karena bikin Mas Imam jadi enggak nyaman.”
Mas Imam hanya tersenyum dan diam saja.
“Oya gimana sama Mas Juki?” tanyaku
lagi
“Dia?” Mas Imam menggantung kalimatnya. “Enggak ada masalah, Sebenarnya yang aku cemaskan itu kamu? Kamu enggak papa?”
“Aman sih Mas sejauh ini?” aku mencoba tertawa “hatiku sedikit tenang tapi agak nyesek sedikit gara-gara kemaren.”
“Enggak papa lin, wajar kok. Semua akan baik-baik aja.” Mas Imam memegang tanganku. “boleh kukatakan jujur padamu?” tanya Mas Imam padaku. Aku hanya melihat mas imam dengan perasaan campur aduk.
“Sebenarnya aku juga sama kamu lin, sudah lama, kamu inget waktu kamu kasih cerpen kamu kamu keruang osis untuk pertama kalinya?"
Aku mencoba mengingatnya. “waktu itu kan
Cuma ada mba asti?” tanyaku balik.
“inget dikantin?”
“Kantin???” aku masih berfikir keras.
“Dikantin, aku juga sudah memperhatikanmu, tapi aku bingung mau mengatakan sama kamu. Sewaktu aku cerita pada Juki tentang kamu padanya, ternyata Juki mengatakan lebih dulu kalau dia suka sama kamu.” Mas Imam berhenti bicara dan menghela nafas panjang.
“kenapa Mas Imam enggak pernah bilang?” mataku berkaca-kaca. Sedikit lagi aku menangis tapi kutahan.
“Maaf lin, karena aku lebih memilih persahabatan.” Jawab Mas Imam dengan suara rendah.
Mendengar jawaban Mas Imam aku sedikit terkejut. Aku kira dia akan mengatakan dengan alasan klasik. Karena kamu terlalu baik atau kamu terlalu sempurna buat aku. Ini malah untuk Sahabat dia rela mengorbankan cintanya. Sebenarnya aku bingung mau bicara apa saat ini tapi mau Bagaimana lagi.
"Mas Imam bener-bener laki-laki baik." Kataku
“Maaf Lin?” Mas Imam semakin erat menggegam tanganku.
Aku mencoba tersenyum dan berpura-pura "Sok" dikuat-kuatkan.
“Santai mas? Lagian pilihan Mas Imam bener kok, sahabat itu lebih penting dari segalanya.” Aku balik menggegam tangan Mas Imam. “Tapi Terimakasih, Mas Imam sudah mau jujur sama aku tentang perasaan Mas Imam.”
“Iya makasih juga, karena kamu sudah mau menyukai orang seperti ku?" Mas Imam tertawa.
"Temen?" Mas Imam mengulurkan tangannya
"Oke,,, Temen." Akupun mengulurkan tanganku pertanda setuju dengan hubungan yang hanya sebatas teman ini. Kita berdua pun tertawa lega untuk masalah ini.
“Eh... Mas Imam lain kali kalau suka sama cewek jangan sama cewek yang sama?” kataku meledek.
“Ok siap... nanti akan aku umumkan kesemua orang kalau suatu saat nanti aku suka lagi dengan seseorang." Kata Mas Imam "Biar enggak direbut lagi."
Kita berduapun tertawa bersama. Dan obrolan kita berdua ditutup dengan Mas Imam mengantarku pulang kerumah
🌳🌳🌳
Sahabat
Makna tentangnya?
Makna tentang kasih sayangnya?
Makna tentang kesetiaannya?
Makna tentang kesedihannya?
Makna tentang Kemarahannya?
Makna tentang kejailan dan tingkah menyebalkannya?
Makna tentang perahabatannya?
busa lin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Acha
mampir lagi, semangat thor..
pankapan mampir di ceritaku juga ya
2020-05-20
0
Wichan606
Finish boomlike+bintang 5
Jangan lupa feedback ke karya w
2020-05-19
0
kia
mampir lagi nih thor,kapan kapan mampir lagi ya ke cerita aku, semangat Thor 💪
2020-05-19
0