Euforia 17 agustus telah usai. Kita kembali kekehidupan normal sebagai siswa SMA. Entah ada angin apa Mas Juki mendatangi kelasku, kedatangan Mas Juki membuat heboh seluruh kelas. Teman-teman sekelasku menyangka bahwa dia mencari anak-anak yang mendaftar menjadi Anggota Osis. Tapi nyatanya tidak, Mas Juki mencariku.
"Lin nya ada?" Tanya Mas Juki pada salah tahu
temanku.
"Ada mas...’’ teman-teman berteriak memanggilku.
Aku berjalan kearah pintu keluar dan melihat Mas Juki menungguku diluar. Mas Juki sedang bersandar pada tiang. Aku sedikit ragu untuk memanggilnya lalu aku melihat kearah teman-temanku, fokusku adalah Erlina.
"Mas Juki..." Kuberanikan diri memanggilnya. Aku berjalan kearahnya
"Lin..." Mas Juki tersenyum padaku.
"Ada apa?" tanyaku. "Ada yang penting kah? Sampai Mas Juki datang menemuiku?’’
"Tidak, aku hanya ingin...'’ Mas Juki menggantung kalimatnya.
'‘Apa?" Tanyaku penasaran.
"‘Aku ingin mengajakmu kesuatu tempat."
"Kemana?"
'‘Nanti akan kuberitahu... kamu mau?"
'‘Duhh.. gimana iya mas?" Aku bingung harus mengatakan apa pada Mas Juki. Aku melihat jauh kedalam kelas
"Pasti, Erlina sebal padaku." Gumamku dalam hati
"Hei, Kok diem?" Mas Juki membuyarkan lamunanku. "Mau??"
"Bukannya aku tidak mau, tapi??" Aku bingung menjelaskannya
'‘Tuhkan... selalu susah iya?" Mas Juki bernada agak tinggi
"Bukan gitu mas... aku hanya Ingin menjaga perasaan temanku saja,"
'‘Teman yang mana yang kau ingin jaga perasaannya, sampai aku selalu susah untuk meminta sesuatu padamu?"
'‘ihh.. mas juki... bukan gituu..." Kataku mencoba
menurunkan emosi mas juki. "Aku tanya pada temanku dulu boleh?"
‘’Iya sudah, kalau sudah dapat jawabannya, Kutunggu kamu diruanganku. Ok..." Kata Mas Juki sambil berjalan pergi dan aku hanya melihatnya pergi berlalu.
Sebelum Dia hilang ditelan oleh belokan lorong. Dia memberi isyarat untukku pergi kedalam dengan kepalanya.
Aku berlari kedalam kelas dan menemui Erlina. Erlina sedang membaca buku yang di pinjam diperpustakaan.
"Er.. Mas Juki mengajakku pergi dengannya.’’ Tanyaku pada Erlina. Erlina tak melihatku, entah dia serius membaca atau hanya berpura-pura untuk menghindariku.
"Er... " kugoyang-goyangkan lengan Erlina
'‘Kenapa kamu harus minta ijin padaku..." Jawab Erlina sedikit ketus padaku
'‘Aku hanya tidak ingin ada salah sangka dipertemanan kita... Bagaimana?"
'‘Iya sudah sana kalau kamu mau pergi dengan Mas Juki, pergilah..." Erlina melihat kearahku
"Tapi sepertinya kamu tidak senang..."
"Ayolah lin, meskipun aku menyukainya. Aku juga tak ada hak untuk melarangnya untuk pergi dengan siapa. Memang siapa aku? Pacar bukan, hanya teman saja dan sebentar lagi dia menjadi seniorku di Osis, gimana coba?" Erlina menatapku. "Aku juga tak hak untuk melarangmu pergi dengan Mas Juki.
"Kamu yakin?" Aku menatapnya serius.
Asti dan Murni yang melihat kita sedang bicara hanya memandangi kita saja.
"Yakinlah..." kata Erlina mantap.
"Tapi aku tidak..."
Asti dan Murni menghela nafas panjang.
"Hih, kamu ini." Erlina menatapku gemas dan memelukku dengan erat. Asti dan Murnipun ikut memeluk kita berdua.
"Ini kenapa aku selalu merasa nyaman berteman kalian..." Kata murni sambil masih dalam posisi berpelukan.
"Hahaha....udah udah lepas-lepas,,," kataku. ‘’Ngap tahu..."
Kita pun melepas pelukan.
"Kamu tidak marahkan padaku..." tanyaku pada Erlina.
"Tidak lah,, kamu tahu?"
"Apa?" Jawab aku, Asti dan Murni serempak.
"Bukan kalian berdua, tapi Lin..." Kata Erlina melihat kerah Asti dan Murni. "Aku tahu dari awal kalau Mas Juki itu suka sama kamu...’’
Aku sedikit terkejut mendengar kata Erlina.
"Enggak mungkin er,,," Aku mencoba menyangkal, padahal sebenarnya secara tidak langsung aku tahu kalau Mas Juki menyukaiku. "Tahu dari mana?"
"Tahulah, emang dasarnya kamu tuh tidak peka atau gimana sih? Aku saja yang sekilas lihat tahu. Coba deh kamu perhatiin kalau Mas Juki liat kamu tuh tatapannya beda." Erlina menjelaskannya padaku.
"Memang sejelas itu?" Dalam hatiku berbicara.
"Memang sih awal-awal aku tahu, aku sedikit sebal sama kamu, tapi setelah kupikir-pikir, iya... mau bagaimana lagi? Lebih baik aku yang mundur dan mencari yang lain, yang sudah pasti suka sama aku... hahah" Erlina tersenyum padaku.
Aku melihat kearah Asti dan murni, mereka sepertinya tidak terkejut mendengar perkataan Erlina. Mereka seperti sudah tahu tentang semua ini.
‘’Kalian berdua?" Aku menunjuk kearah mereka. "Apa yang tidak ku tahu?" tanyaku. "Ada rahasia diantara kita?" tanyaku penasaran.
"Kamu orangnya kurang peka, Lin..." Murni menjawabku
"Iya cobalah buka sedikit hatimu untuk seseorang..." Lanjut Asti.
"Kita bertiga tahu kok kalau Mas juki suka sama kamu, kamunya aja yang aneh, sudah dikasih perhatian lebih gitu masih enggak sadar...’’ Lanjut Murni dengan nada yang menggebu.
"Dasar payahhh....’’ Serempak mereka bertiga mengatakan hal itu padaku.
"Tapi kalian tahu kan, aku tidak merasakan perasaan apa-apa pada Mas Juki,,"
"Iya itu, karena aku kan?" kata Erlina
"Bukan juga karenamu....’’ Jawabku. "Nia pernah mengatakannya padaku, jika hati belum mengatakan ‘’IYA’’ maka jangan dipaksakan untuk menyukainya.’’ Kataku.
"Makanya dicoba...’’ kata Asti gemas.
"Terimalah ajakan Mas Juki...’’ Murni menimpali
"Siapa tahu pelan-pelan hatimu mengatakan IYA..."
Aku melihat ketiga sahabatku bergantian dan meihat Erlina lama.
"Aku tidak apa-apa, santai saja...’'
"Tidak apa-apanya kamu menjadikan beban dihatiku, aku tidak mau hanya karena masalah cowok kalian bakal benci sama aku..."
"Uhhh,,,, " Murni yang sekarang memelukku lebih dulu. ‘’Ini yang membuatku semakin menyukaimu sebagai sahabatku.’’
"Bener itu,,, Aku beruntung ketemu kalian, yang tak pernah mempermasalahkan cowok.’’ Asti memeluk kita berdua dan Terakhir Erlina.
"Gini dong, intinya kita saling jujur tentang perasaan kita masing-masing..." Jawabku menimpali.
***
Bell pulang sekolah berbunyi dengan kencangnya. Terdengar suara sorakkan senang dari setiap sisi kelas. Aku membereskan buku pelajaran diatas meja sambil berpikir untuk menemui Mas Juki dan menerima ajakannya atau tidak. Aku dan ketiga orang ini berjalan menyusuri lorong sekolah. Aku masih belum menemukan jawabannya. Hanya berjarak 3 ruangan untuk sampai diruang Osis, aku berjalan seorang diri untuk ketempat tujuan mereka bertiga meninggalkanku. Mereka beralasan tak ingin menggangguku dengan Mas Juki jika aku mengatakan mau untuk diajaknnya pergi
"Iya tidak, iya tidak...’' Aku berjalan pelan menyusuri lorong itu. Aku teringat Nia, aku belum meminta pendapatnya. Aku menghentikan langkahku dan mengambil Hpku.
"Halo Nia?"
"Kenapa Lin? Mau dijemput? tanyanya.
"Enggak... Aku hanya ingin bertanya sesuatu?"
"Apa?"
Aku ragu untuk mengatakan pada Nia. Aku diam cukup lama.
"Hallo lin? masih disana?"
"Masih..’" Aku menggantung kalimatku,
"Iya apa? jangan membuatku menunggu. Sehabis ini aku ada latihan basket... mau dijemput apa bagaimana?"
"Mas Juki mengajakku untuk pergi dengannya, bagaimana? Aku minta pendapatmu?" Jawaku cepat tanpa titik koma.
Sekarang giliran Nia yang diam.
"Haloo Nia, kok kamu yang diam sekarang?"
Tiba-tiba ada yang menempuk pundaku dari arah belakang. Dan itu membuatku terkejut ternyata yang menepuk pundakku adalah Mas Fauzi. Aku mengelus dadaku yang sebenarnya tidak sakit, hanya untuk menenangkan jantung. Mas Fauzi tersenyum padaku dan memberi isyarat menanyakan siapa yang telepon. Aku mendengus sebal padanya dan membalikkan badanku.
"*Niia...."
"Iyaa... terserah padamu saja, kenapa harus meminta ijin padaku."
"Boleh?"
"Boleh lah...’'
"Tapi aku yang ragu....’
"Wajar jika ragu. Bolehh... sana pergi saja... Jangan terlalu malam pulangnya."
"Baiklah*..."
Ku menutup teleponnya. Aku membalikkan badanku kembali dan melihat Ms Fauzi
masih dengan senyumnya yang manis.
"Kenpa mas?" Tanyaku heran.
"Ayuh jalan, mau keruang osis kan?" Jawab Mas Fauzi.
"Kenapa enggak duluan aja tadi..."
"Kasihan cewek kecil cantik gini ditinggal sendiran..."
Buru-buru aku berjalan mendahului Mas Fauzi dengan mendengus sebal. Mas Fauzi hanya tertawa gemas melihat tingkahku dan dia mensejajarkan langkahku. Sampai didepan ruang osis, aku menghentikan langkahku. Ada perasaan ragu untuk masuk kedalamnya. Aku melihat Mas Fauzi ada dibelakangku dan menyuruhku untuk masuk kedalam dengan isyarat kepalanya.
"Mas panggilkan Mas Juki, Boleh?"
"Jukiiii,,,," teriaknya kencang. Aku terkejut mendengar teriakan Mas Fauzi, Buru-buru aku menutup mulutnya.
"Ihhhh, Mas Fauzi..."
"Lha katanya suruh panggilin Juki gimana sih?"
"Iya enggak gini juga..."
Mas Fauzi berjalan masuk keruangan Osis dan meninggalkanku.
"Jukii,, juki,, jukii dicariin tuhh.... sama anak cewek kecil cantik tuh diluar...." teriaknya dari dalam. Sampai aku bisa mendengarnya Dari luar. Malu nya bukan main. Aku mengibas-ibaskan mukakku dengan tangan karena merasa panas.
Mas Juki keluar ruangan dengan wajahnya yang berseri dan tersenyum lebar kepadaku.
"Mas Juki..." kataku membuka pembicaraan. Mas Juki hanya diam. "Gini mas, aku..." aku memasang wajah bingung. Karena aku tidak tahu apa yang harus kukatakan.
"Lin, kalau kamu tidak mau, iya udah jangan
dipa..." belum selesai Mas Juki melanjutkan kata-katanya aku buru-buru memotong.
"Aku mau kok Mas,,," kataku tersenyum
"Serius, kalau terpa...."
"Serius aku mau...." Aku potong kalimatnya sekali lagi.
"Hemmm..." Mas Juki menghela nafas panjang dan membelai rambutku. Mas Juki mendekatkan Wajahnya padaku. Dan menatap mataku dengan tatapan yang tak kumengerti. Karena aku panik aku mundur selangkah darinya. Mas Juki hanya tertawa gemas melihat tingkah ku. "Iya sudah aku jemput kamu jam 4 sore ini..."
"Iyaa..." Jawabku cepat. Buru-buru aku berjalan meninggalkan Mas Juki.
"Mau kuantar pulang...." teriak Mas Juki padaku.
aku hanya menggelengkan kepalaku dengan cepat tanpa melihat kebelakang dan tanpa mengatakan apa-apa. Aku membodoh bodohkan diriku. Pasti mukaku saat ini sangat merah.
***
Waktu menunjukkan pukul 4 sore Mas Juki sudah ada didepan rumahku. Dia sedang bersandar disepeda motornya dan sibuk dengan hpnya. Aku hanya melihat Mas Juki dengan kagum tapi kenapa tak ada perasaan. Dia memakai celana jins warna hitam, kaos putih dan kemeja warna merah terlihat ganteng dengan memakai sepatu putih terlihat pas untuknya. Aku berjalan ragu kearah Mas Juki, Mas Juki masih tidak menyadari kedatanganku. Aku menepuk pundaknya dan tersenyum Manis padanya. Dia melihat kearahku, dia menatapku agak lama. Aku sedikit risih dilihat seperti ini oleh Mas Juki.
"Mau berangakat sekarang?" tanyaku mengalihakan pandangannya.
"Ohh..maaf, maaf..." Dia memberikan helm padaku. "naik.." menyuruhku untuk naik keatas motor.
Dalam perjalanan tak banyak yang kita bicarakan. Setelah hampir 15 menit diperjalanan akhirnya kita sampai ditempat dimana mas juki mengajakku. Ini adalah Taman Bunga. Taman Bunga ini tampak tenang dan asri, angin sepoi-sepoi membelai lembut wajah. Aku menghirup udara sore ini dengan nafas panjang dan merentangkan tanganku. Mas Juki yang melihat tingkahku hanya tertawa kecil. Mas Juki mengajak ku berjalan ketempat yang lebih tinggi dan duduk diantara pepehonan sambil menunggu sunset.
"Lin... kamu tahu itu bunga apa namanya?" Mas Juki menunjuk kearah bunga. Dimana bunga sedang bermekaran.
"Aku tidak tahu..." Jawabku polos. "Tapi indah Mas, warnanya ungu, merah, putih..."
"Itu namanya Mirabillis Jalapa kebanyakan orang bilang Bunga Pukul 4...." Aku hanya mengangguk tak mengerti.
"Kenapa dibilang bunga pukul 4?"
"Karena mekarnya hanya sore hari, besok paginya sudah tak mekar..." Jelas Mas Juki.
"Benarkah?"
Aku terpesona memandang Bunga Pukul 4 yang sedang bermekaran ini. Mereka seolah menari-nari megikuti gerakan angin. "Indah..." Gumamku.
"Apa Lin?" Mas Juki mendekatkan kepalanya padaku karena tidak dengar apa yang kukatakan.
"Ah.. tidak, aku hanya berpikir, aku ingin mengajak Nia kemari, kalau dia tidak sibuk.."
"Ohh.. Nia... kalian berteman sudah lama?"
"Sudah, dari SMP kelas 2..." Terangku.
"Wahh... dia tidak..." Mas Juki menggantung kalimatnya.
"Tidak apa? Mas?"
"Tidak..." Mas Juki menggelengkan kepalanya. "Aku hanya penasaran, dia sepertinya sangat menyukaimu..."
"Ah... itu, Nia sayang padaku Mas, karena kita sahabatan sudah lama mas, Intinya kita saling membutuhkan mas... hahaha" terangku. "Kenapa ?"
"Kenapa aku seperti kalah saing iya?"
"Dengan siapa?" tanyaku heran.
"Dengan Nia..." Kata Mas juki sambil menunjukkan wajah yang tak kumengerti.
"Jangankan Mas Juki, Mas tahu Deni?" Tanyaku. Tapi Mas Juki hanya menggelengkan kepalanya. "Itu teman sekelasku, pernah ku kenalkan pada Nia, tapi Deni malah yang tidak suka dengan Nia, alasannya sama seperti Mas Juki merasa tersaingi..." Aku melihat kearah Mas Juki. "Memang kenapa dengan Nia Mas?"
Ketika kutanya seperti itu Mas Juki memalingkan wajahnya dariku. Aku melihat tingkah Mas Juki keheranan.
‘"Ada apa?" tanyaku penasaran.
"Tidak ada apa-apa..." Mas Juki memandang jauh kearah langit yang mulai berubah warna menjadi merah keorange’an.
"Lihat tuhh, bentar lagi matahari tenggelam..." Mas Juki menunjuk dengan kepalanya tanpa melihat kearahku.
Dan aku melihat apa yang Mas Juki tunjukkan.
"Indah.." Gumamku. Aku menatap langit yang mulai gelap, ada seberkas awan kemerahan yang siap menjadi pelengkap menuju malam. Ada kerlip Bintang yang sangat kecil menjadi penghias menutup sore. Aku merasa Mas Juki memperhatikanku tapi aku tak memperdulikannya dan tetap melihat kedepan.
"Kamu cantik Lin..." kalimat itu keluar dari mulut Mas Juki. Aku melihatnya, tapi Mas Juki tetap dengan posisi menghadap senja. "Wajah kamu yang terkena tempias cahaya senja terasa menghangatkan untuk ku kulihat..." Mas Juki menolehkan kepalanya. Mata kita bertemu. Membuatku merasa canggung dan seperti akan ada sesuatu yang akan dikatakan Mas Juki. Angin yang lembut menambah kesan romantis membelai senja dan hatiku mulai bergetar.
Mas Juki membelai lembut pipiku, hati ini mulai tak nyaman. Tangan satunya memegang leherku dengan lembut.
"Apa yang akan Mas Juki lakukan?" Tanyaku dalam hatiku.
Tapi aku tak bisa menolak ketika Mas Juki mencoba menarikku dengan lembut dan mendekatkan wajahnya tepat didepanku.
"Mas Juki mau menciumku?"
Mas Juki mulai mendekatkan bibirnya, aku tak bisa menolak, benar-benar tak bisa menolak. ku terpejam merasakan kelembutan tangan Mas Juki yang membelaiku. Aku bisa merasakan Hembusan hangat Nafasnya. Dan...
"Mas...." belum sempat bibir Mas Juki mendarat dibibirku, Aku mendorong pelan Mas Juki agar menjauh dariku. Mas Juki terlihat tampak terkejut dengan apa yang kulakukan. "Maaf Mas..." Aku posisikan dudukku agak menjauh.
"Ah... iya... seharusnya aku yang minta maaf..." Mas Juki menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Suasanya agak sedikit canggung. Langit mulai gelap, bintang satu persatu menunjukkan eksistensinya dan bulan setengah lingkaran bersinar dengan sangat indah. Angin malam mulai tak bersahabat.
"Mas, ada yang mau kukatakan?" Aku membuka pembicaraan. Supaya tak canggung.
"Aku harus memperjelas semua ini." Batinku
"Apa?" katannya
"Mas Juki suka padaku?" aku langsung mengatakan hal itu dan itu membuat Mas Juki terkejut, wajahnya tak bisa dibohongi.
"Iya... bolehkan?" Katanya mencoba tenang.
"Boleh, tak ada yang melarang Mas Juki menyukaiku...."
"Kita pacaran?" Mas Juki tersenyum padaku
"Bukan itu maksudku..." Aku menggantung kalimatku. Aku menurunkan kepalaku. Aku tak berani menatap matanya.
"Terus, masalahnya dimana?"
"Aku tak ada perasaan pada Mas Juki, bukan karena Mas Juki tak baik atau apalah... dan bukannya aku sok cantik atau bagaimana..." Aku menahan ucapakanku dan kuberanikan melihat Mas Juki kembali. "Hanya saja aku belum berani membuka hatiku dan perasaanku untuk Mas Juki..."
"Kenapa tidak dicoba dulu?"
"Ingin... Tapi aku tak mau nantinya malah buat Mas Juki sakit hati. Aku tak bermaksud mengatakan ini... tapi aku takutt...."
"Takut kalau kamu suatu saat menyukai orang lain ketika sedang berusaha membuka hatimu untukku? tanyanya padaku. Aku hanya menganggukan kepala pasrah.
"Dan lagi, jika sekarang aku memberi harapan pada Mas Juki tapi aku sukanya sama orang lain sama saja aku akan menyakiti Mas Juki dan memberi harapan tak seharusnya. Iyakan?"
"Jadi aku ditolak sebelum mengatakan perasaanku nih ceritanya..." Mas Juki mengatakan dengan Nada menggodaku.
"Temenan, Gimana?" Aku berusaha tersenyum.
"Aku mau jadiin kamu pacar bukan temen, gimana?" Mas Juki semakin menggoda ku. Aku mendengus sebal padanya.
"Gini deh, apa yang mau Mas Juki katakan padaku tentang perasaan Mas Juki terhadapku?"
"Boleh kukatakan? Tanyanya. "Siapa tahu kamu berubah pikiran..."
"Kalau tidak? Jawabku. Mas Juki hanya tertawa terbahak-bahak.
"Boleh kupeluk kamu?"
Tanpa Aku mengatakan "Iya". Aku langsung memeluk Mas Juki dengan erat. Mas Juki balik memelukku dengan Erat. Aku menangis sesenggukan dipelukan Mas Juki. Karena aku paling takut membuat Orang sakit hati padaku, apalagi Mas Juki yang sangat baik kepadaku.
"Aku minta Maaf..." Aku menangis dipelukkan Mas Juki. "Maaf kalau aku tak mengijinkan Mas Juki untuk masuk kedalam hatiku, Maaf aku dengan bodohnya mengatakan tak punya perasaan untuk Mas Juki...." Aku memeluknya semakin erat. "Dan Maaf aku tak mengijinkan Mas Juki untuk mengatakan perasaan Mas Juki terhadapku..."
Mas Juki memelukku sangat erat. Dia membelai lembut rambutku yang hitam panjang ini.
"Aku menyayangi mu, Lin?" Kata Mas Juki sambil mememeluku dengan erat. Sangat erat sampai hati ini bisa merasakan betapa terlukanya Mas Juki terhdapku.
"Maaf.. jangan marah padaku, jangan sakit hati..." Aku melepas pelukkan yang penuh drama ini. Aku mengusap air mataku dan Mas Juki membantu mengusap dengan lembut pipiku.
"Temenan boleh kan?" tanya Mas Juki sekali lagi.
Mendengar kalimat itu. Tangisanku semakin kencang karena merasa bersalah pada Mas Juki. Mas Juki hanya tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk pundakku.
***
Setelah sampai rumah, Nia sudah menungguku didalam kamar. Dia keheranan melihat mataku sembab. Nia sudah akan beranjak dari duduknya, tapi aku buru-buru masuk kamar mandi. Kunyalakan Shower dan ketika air mengalir ditubuhku terasa badan ini menemukan kesejukannya.
Aku keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidurku. Aku melihat Nia dan Nia melihatku. Sebelum Nia mengatakan sesuatu, aku langsung memeluknya dan menceritakan semua padanya.
"Lin... lin..." Dia tertawa gemas mendengar
ceritaku. Aku sebal padanya. "Dasar anak kecil..." Nia mengusap-usap kepalaku. Aku menatapnya sebal sekali. "Udah tidur sini, udah malem juga." dia sudah naik keatas kasur.
"Ini pertama kalinya ada yang suka padaku Nia dan ini juga pertama kalinya secara terang terangan aku menolaknya..."
Nia menutup kepala dengan bantal dan mulai tertawa lagi. Kali ini tawanya terpendam oleh bantal, tapi rasanya seperti semakin mengejek.
"IIhhhh Niaaaaa...." Teriak ku sebal. Aku memukulinya dengan guling. Dia mengaduh kesakitan, tapi aku tak peduli. Aku tetap memukulinya.
"Berhenti... cukup...cukuppp...." Nia mengangkat tangannya menyerah. Aku berhenti memukulinya.
"Awas kamu?" Aku merebahkan tubuhku dikasur.
Nia mendekatkan kepalanya padaku dan berbisik. "Kalau papasan sama Mas Juki dijalan gimana?"
"Ahhh... Nia... Pulang sana..." Sekali lagi aku memukulnya tanpa ampun.
🌳🌳🌳
Cahaya senja merutuk pada awan gelap yang mulai menutupi keindahannya.
Bayangan tak selamanya harus sejajar dengan kenyataan
Ada saat pertama kali menjadikan suatu ilusi menjadi keinginan
Ada saat pertama kali membuat suatu kepercayaan menjadi kefanaan
busa lin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
BELLE AME
Mas juki suka nyosor
2020-05-15
0
Rayodhehaner
ha thor aku mampir nihh bawa like and rate 5
kalau ada waktu jangan lupa feedback yaa☺
2020-05-11
1
Dsyy
Akhirnya up lgi kk, semangat 💪💪
2020-05-11
2