Pagi hari yang cerah di Lapangan Basket pada
Hari Kamis. “Hadap Kanan Grak!!!” Komandan Regu memberikan aba-aba kepada kami Siswa Kelas X. Karena Siswa kelas X Siswanya cukup lumayan banyak maka barisannya pun dibuat beberapa baris dalam jumlah yang cukup besar maka Instruksinya berkali-kali gagal, kami semua tidak pernah kompak. Malah menjauhi kata Kompak. Komandan Regu yang berjumlah 6 orang, 3 orang bertugas sebagai pemberi aba-aba dan 3 yang lainnya bertugas mengawasi. Mereka yang mengawasi kami hanya bisa tertawa lucu melihat kami baris berbaris atau biasa dikatakan PBB masih kayak anak bebek.
Siswa kelas X untuk seleksi Calon Paskibraka dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu Pasukan 17 yang mempunyai postur tubuh tinggi, Pasukan 8 yaitu yang nantinya akan membawa Sang Saka Merah Putih sekaligus mengibarkan Bendera dan Pasukan 45 yaitu Pasukan yang berjumlah 45 orang. Aku sendiri mendapatkan di Kelompok 3 yaitu Pasukan 45 karena postur tubuhku yang tidak terlalu tinggi. Kita semua berbaris sangat rapi sesuai dengan Instruksi dari Komandan Regu dan komandan regu pasukan 45 bersiap lagi untuk memberiakan Aba-aba.
“Siap iya?” Katanya bersemangat. “Langkah tegap Maju jalan!!!” Katanya memberikan Aba aba.
Aku yang memang dasarnya bisa PBB dengan mudah mengikuti Instruksi dari Komandan yaitu Kaki kiri dulu yang maju dan tangan kanan harus selaras mengikuti. Ketika akan melangkahkan kaki harus Lurus kedepan jangan ditekuk dan mantap untuk dilangkahkan. Aku melihat kekanan dan kiriku ternyata semuanya tidak seirama.
“yang kompak!!!” teriak komandan. “Kiri,,, Kiri,,, Kiri,,,” itu Aba-aba yang diberikan Komandan kepada kami. Matahari semakin lama semakin tinggi dan semakin panas. Aku hanya bisa mengeluh dan bertanya-tanya dalam hati kapan seleksinya selesai yang lain mungkin berpikiran sama. Akhirnya sebelum Matahari benar-benar diatas kepala seleksi ini selesai dan semua pasukan disuruh berbaris rapi menghadap ke Komandan dan masing-masing dari komandan yang mengawasi, berjalan disela-sela barisan dan menunjuk satu persatu dari kami. Setelah sampai di depan barisanku, Komandan menunjukku dari Pasukan 45 dan menyuruhku untuk maju kedepan. Aku juga melihat Erlina dan Murni didepan. Aku menghampiri mereka berdua. Deni juga disuruh untuk maju kedepan. Satu persatu anak-anak yang ditunjuk akhirnya semua terkumpul dan berada didepan.
“Mereka akan mewakili menjadi Pasukan Paskibraka untuk tingkat kecamatan.” Kata Komandan berteriak bersemangat dan Sorak sorak beserta tepuk tangan dari teman-teman terdengar. Aku hanya menghela nafas panjang disisi lain aku bangga tetapi disisi lain aku sedih pasti akan panas-panasan dibawah teriknya matahari. Ternyata Asti tidak terpilih dalam Pasukan 8.
“Dan kita akan mulai Latihan rutin mulai besok.” Kata Komandan bersemangat dan kita yang berada didepan menyoraki tidak terima. “Jam 8 harus sudah berpakaian Olah Raga,,” Katanya lagi. Sorakan kesal kami semakin keras.
Setelah berganti Pakaian Seragam, Aku dan ketiga temanku langsung kekelas dan mengambil buku untuk kipasan. Aku mengingkat rambutku tinggi-tinggj
“Gilaa,,, Panasnya?” Kata Erlina. “Mana habis ini ada Tes wawancara lagi.” Katanya sebal.
“Bukannya jam pelajaran selesai iya?” tanyaku.
“Iyaa,,, tapi kan bau keringat gini, Lin.”
“Owhhh,,, “ Kataku singkat.
Ponselku bergetar dan aku membaca SMS dari Nia yang menanyakan bagaimana seleksinya. Aku tidak langsung membalasnya karena aku ingin berbicara langsung.
Nanti saja, aku ceritakan. Oh iya nnti enggak
usah jmput aku. Nanti eskul PMR.
“Oya Lin, Nnti PMR iya?” Tanya Murni padaku. Aku hanya mengangguk.
“Jam berapa?” Tanya Asti.
“Di Jadwal jam 2,, Tapi enggak tahu pertemuan pertama ini.” Jawab Murni.
“Nanti sebelum PMR, temenin kita Tes Dulu.” Kata Erlina Mengingatkan.
Aku dan Murni hanya mengangguk mengiyakan. Setelah jam sekolah selesai Aku dan Murni menunggu Bu Kris yang menjadi pembina PMR disekolah ini. Sebelum Eskul pertamaku dimulai seperti janji ku. Aku dan Murni menemani mereka keruang Osis untuk Tes Wawancara, ternyata banyak juga yang ikut.
“Mau dapet giliran kapan?” Tanyaku.
Erlina dan Asti hanya menggelengkan kepalanya tidak tahu. Bangku yang disediakan oleh Panitia sudah penuh terisi oleh para calon anggota yang akan ikut Tes Wawancara, akhirnya daripada kita tidak duduk, kita berempat pun duduk dilantai sambil menunggu antrian. Mba Ati yang keluar dari ruangannya melihat kearahku dan melambaikan tangannya lalu berjalan kearahku.
“Hey,, Mau tes juga.” tanya Mba Ati ramah kepada kita berempat, tetapi yang mengangguk hanya Erlina dan Asti, Aku dan Murni hanya tersenyum.
“Lho,, Kok mba disini?” tanyaku
“Iyaa,, didalam bosan.” katanya. “Kamu enggak daftar, Lin?” Tanyanya untuk kesekian kali padaku padahal Mba Ati sudah tahu jawabanku. Aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Ehh...liat tuh...." Asti mencolekku dan murni untuk melihat kearah yang ditunjuk dengan kepalanya.
"Apa?" Tanyaku.
"Ihh kamu... itu..." Erlina gemas melihat ku.
"Ehhh, itu..." murni menunjukkan jarinya. Buru-buru kita bertiga menurunkan tangan Murni.
"Mas Juki lagi." Batinku.
Mas Juki berjalan tidak sendirian, Dia bersama temannya. Mas Hakim dan Mas Fauzi (Nanti Mas Hakim yang jadi pacar Erlina).
Mas Juki dan teman-temannya menjadi pusat perhatian anak-anak yang sedang mendaftar menjadi Osis.
Mba Ati yang hanya melihatnya. Hanya tertawa menggeleng-gelengkan kepalanya. Mba Ati melihat kearahku dengan heran karena aku tidak tertarik sama sekali dengan apa yang dilihat mereka. Mba Ati jongkok, mensejajarkannya denganku.
"Lin?" Bisiknya
"Iya mba?" Aku melihat kearah Mba Ati.
"Juki...." Mba Ati mendekatkan bibirnya ketelingaku. "Suka..." Mba Ati menggantung kalimatnya.
"Atiiiii....." Teriak Mas Hakim yang sudah mulai dekat dengan kita dan mereka sedikit berlari kecil.
Kita berlima serempak berdiri.
"Heiii...." Mas Juki menyapa kita. Mas Juki memandangku. Aku mencoba mengalihkan pandanganku supaya mata kita tak bertemu.
Aku melihat kearah Mba Ati karena tadi kalimatnya masih menggantung.
"Hei juga mas...." Erlina segera menjawab
"Mau ikut wawancara?" Tanya Mas Fauzi. "Oiya...Fauzi..." lanjutnya lagi sambil mengulurkan tangan.
"Aku Erlina..." Menerima uluran tangan Mas Fauzi. "Ini Asti, Murni dan yang paling kecil ini panggil Lin aja..." Satu-persatu Erlina mengenalkan kita dengan senyum tak lepas dari bibirnya dan Mas Fauzi menyalami kita bergantian. Mas Hakim pun ikut memperkenalkan diri.
"Lin ikut juga?" Tanya Mas Juki padaku. Aku hanya tersenyum dan menggeleng kecil.
"Kenapa?" Tanya Mas Fauzi. "Diantara kalian bertiga siapa yang tidak ikut lagi.."
Aku dan Murni mengangkat tangan. Tanpa kusadari Mas Fauzi mengacak-acak rambutku dan murni dengan gemas. Itu membuat sedikit kehebohan diantara peserta calon anggota Osis. Aku dan Murni hanya saling pandang. Erlina dan Asti yang melihat hanya bisa memanyunkan bibir sebal dan melotot manja kearah kita. Mas Juki, Mas Hakim dan Mba Ati hanya terhenyak.
"Ehhh... Mas,,, " Aku mencoba mengangkat tangan Mas Fauzi.
"Maaf... maaf...." Mas Fauzi menurunkan tangannya. "Habis kalian berdua tuh lucu..." Katanya tersenyum. "Terutama kamu... " Melihat kearahku. "Pantas... Kalo Juki itu..." Dia mengantung kalimatnya dan melihat kearah Mas Juki. Buru-buru Mas Juki merangkul paksa pundak Mas Fauzi untuk masuk kedalam ruangan.
"Kita tinggal dulu iyaa... " Kata Mas Juki. "Semoga kalian sabar mengantriii...." teriak Mas Juki pada kita semua. "Semangatttt...." Mas Juki masuk keruangan dengan tetap merangkul pundak Mas Fauzi.
"Linn...kapan-kapan kita ngobrol iyaa..." Teriak Mas Fauzi setelah badannya setengah masuk ruangan. "Berduaaa...." Tidak kalah kencang dengan yang tadi. Aku hanya merasa malu dan keheranan.
Mba Ati dan Mas Hakim ikut masuk kedalam ruangan.
“Eh,, Lin. Bu Kris itu,,” Murni menunjuk Bu Kris yang sedang berjalan. Aku dan Murni berlari menuju Bu Kris meninggalkan Erlina dan Asti, tidak lupa kita memberinya semangat.
“Semangat iyaa,,, Semoga Lulus seleksi.” Kataku kepada mereka berdua sebelum aku pergi meninggalkan mereka.
“Bu?” kataku menyapa Bu Kris.
“Ikut PMR iya?” Kata Bu Kris ramah.
“Iyaa bu,,” Aku dan Murni menjawab bersamaan.
“Cari ruangan dulu iya. yang belum di kunci.” Kata Bu Kris sambil berjalan mencari ruang kelas yang belum dikunci. Aku dan Murni hanya mengikuti Bu Kris dari belakang.
“Nah,, Ketemu kan.“ Kata Bu Kris membuka pintu kelas yang belum terkunci. Kemudian anak-anak yang lainnya pun menyusul kita berdua. Ternyata yang minat sama PMR lumayan banyak, Ada 15 orang yang hadir dalam ruangan itu dan 6 orang dari kakak tingkat.
“Wahh,,, Banyak juga yang ikut.” Kata Bu Kris memulai pembicaraan. “Terimakasih iya sudah mau hadir.” Kata Bu Kris. “Terima Kasih juga buat kalian kakak kelas yang masih mau aktif dikegiatan PMR ini.” Lanjut Bu Kris dan kami semua pun tertawa. Untuk pertemuan pertama Bu Kris hanya memperkenalkan dasar-dasar PMR saja dan itu semua sudah aku dapatkan sewaktu SMP.
***
“Ehh,, Lin.” Kata Murni ketika kami sedang menunggu Bis datang dihalte sekolah, Kalau sudah sore seperti ini Bisnya susah.
“Apa?” Kataku.
“Aku capek pengin tidur,,, “ kata Murni dengan menunjukkan Wajahnya yang sedih padaku dan menyenderkan badannya didinding halte bis. Aku hanya tertawa melihat mukanya yang jelek itu. “Ihh,, kok ketawa sih?” tanyanya lagi.
“Muka kamu tuh jelek,,” Kataku. “Iya bener juga, Mur. Aku juga, Capek rasanya.” Aku dan Murni hanya bisa diam. Untuk hari ini gairah ku untuk bicara tidak ada, Karena sejak tadi pagi hingga sore hari kegiatan tidak ada habisnya. Seleksi Paskibraka lanjut ikut Pelajaran setelah itu PMR.
“Hari kamis yang melelahkan dan semua secara bersamaan.” Aku mengumam. Murni hanya melihatku dan mengangkat bahunya dengan wajah yang mulai terlihat lelah dan mengantuk.
Lama kita menunggu bis tapi tak satupun yang datang. Tiba-tiba saja Murni dihampiri oleh kakaknya yang tidak sengaja lewat depan sekolah. Tadinya Murni tidak mau pulang bersama kakaknya karena kasihan melihat ku nanti sendiri menunggu bis.
"Sudah tidak apa-apa? pulang duluan sana. Nanti kalau sampai tak ada bis aku hubungi kakakku saja." Kataku.
"Iya udah aku duluan iyaa..."
"Okee..."
Setelah Murni pergi aku menghubungi kakakku Mas Arif tapi tak diangkat-angkat. Aku merutuk sebal pada Mas Arif.
"Awasss, kalo sampe rumah... " Kataku duduk kembali sambil kugesek-gesekan kakiku dilantai halte bis ini.
Tin....tin... tin
Aku dikejutkan oleh bunyi klakson sepeda motor. Aku mencari sumber suara itu. Ternyata itu Mas Juki yang baru keluar dari gerbang sekolah. Aku tidak berdiri dari dudukku.
"Mas Juki lagi... Mas Juki lagi..." Gumamku.
Dia mendekat kearahku dan mematikan sepeda motornya.
"Sendirian?" Tanyanya. Mas Juki mengangkat kaca helmnya
"Iyaaa...." Aku tersenyum
"Mau pulang bareng?"
"Makasih Mas,.." Aku menolaknya. Aku punya alasan kenapa aku menolak ajakan Mas Juki. yang ada dipikiranku adalah Erlina.
"Daripada kesorean nanti,,,"
Aku melihat jam tanganku. Waktu menunjukan pukul 16.14 WIB.
"Tahu sendirikan, kalo sore bisnya susah..." Kata Mas Juki mencoba mengajakku.
"Tapi Mas, takut merepotkan Mas Juki...." Kataku mencoba untuk menolaknya sekali lagi.
Karena Mas Juki merasa gemas denganku. Akhirnya dia turun dari sepeda motornya dan dan meraih tanganku.
"Ayo ahh..." Menarik tanganku dengan lembut. Aku melihat Mas Juki. "Kalau kamu tidak ikut denganku pulang dan aku pulang sendiri, nanti aku malah jadi khawatir meninggalkanmu sendiri." Mas Juki tetap menarikku dan ini dengan sedikit paksaan
"Ayookkk... " Sekali lagi dia mengajakku.
Sebenarnya aku ingin menolaknya lagi. Aku sedang memikirkan perasaan Erlina.
"Kalau dia sampe tahu aku diantar pulang sama Mas Juki...." Gumamku dalam hati.
"Ya Ampunnn,,, Aku cuma mau anter kamu pulang. Bukan mau ngajak pacaran Linn..." Kata dia gemas sambil tertersenyum.
"Bukan gituu Mas Juki...." Jawabku merajuk.
"Teruss... udah 12 menit lho...." Dia melihat jam tangannya. "Mau sampe malam disini..." Mas Juki sekali lagi menarik tanganku
karena aku sebal juga, aku tak mau juga menghubungi Nia, Pasti dia juga capek.
"Iyaa udah ayuhhh..." Kataku sambil berdiri.
"Nahh akhirnya, susahh iyaa??" Kata Mas Juki sambil berjalan menuntun ku dan aku mengikuti langkahnya.
"Susah kenapa?" Tanyaku heran.
"Iyaa susah, hanya mengajakmu untuk pulang bersama susahnya minta Ampun...." Mas Juki memberikan helm padaku. "Gimana kalau ku ajak kamu untuk...." Mas Juki menggantung kalimatnya.
"Untuk apa?"
"Sudahlah ayok naik..." Katanya.
"Mas Juki...." Teriakku kencang supaya dia mendengarku. Aku takut suaraku hilang ditelan angin.
"Apa?" Mas Juki membuka kaca helmya
"Kita searah?" Tanyaku
"Enggak, rumahku arah sebaliknya..."
"Tuhhhkann... kok enggak ngomong?"
"Kalo aku ngomong, pasti kamu akan menolakku secara terang-terangan..." Kata Mas Juki tertawa.
"Maaf... " Suaraku terdengar lirih.
"Haahhh...Apa lin? Kenceng anginnya,," Kata Mas Juki mencoba memundurkan sedikit kepalanya kebelakang.
"Maaff... maaf... maaf..." teriakku kencang.
Mas Juki hanya menganggukkan kepalanya.
"Mas jangan salah sangka, nanti dikira aku sombong lagi...."
"Enggak santai saja.... Aku tahu kok lin."
Disepanjang jalan tak banyak yang kita bicarakan. Mas Juki mengantarku sampai rumah dengan selamat. Aku melihat Mas Juki sampai benar-benar menghilang dari pandanganku.
...
"Tak ada perasaan apa-apa, hanya senang." Kataku pada Nia yang kali ini menginap dirumahku dan bersiap untuk tidur.
🌳🌳🌳
Sunrise tak pernah sombong menunjukkan sinarnya kecuali Jika Berkabut
Senja tak pernah berbohong menunjukkan keindahannya kecuali Jika Mendung
Sebilah pedang tak akan mampu menusuk jantung yang berkarat Jika Berlumur Paksaan
Kalimat Indah tak akan bisa mengerakkan hati yang meranggas Jika Penuh dengan tipu muslihat
Seteguk Kopi tak akan pernah bisa merayu wanginya bunga Jika berteman dengan Jiwa yang Fana
Kata Cinta selalu di agung-agungkan, membuat para pujangga berlomba menjadikan Cinta sebagai alasan patah hati
Berukir jelas menjadi Mozaik penuh arti
busa lin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
BELLE AME
Authornya suka baris berbaris
2020-05-07
1