Pagi itu, setelah Nia mengantarku kesekolah, tidak sengaja aku melihat Erlina dan Asti sudah ada didepan Mading sepagi ini. Aku penasaran ada pengumuman penting kah yang membuat seorang Erlina Dan Asti bersemangat melihat Mading. Erlina yang melihatku menyuruhku untuk mendekat dan melihat papan pengumuman itu. Yang aku lihat pertama adalah pengumuman mengenai satu bulan pertama ini kegiatan Ekstrakulikuler disekolah masih belum dilaksanakan, pengumuman kedua bahwa Ekstrakulikuler akan dimulai minggu depan, pengumuman ketiga adalah akan diadakan seleksi Calon Paskibraka untuk Upacara Bendera 17 Agustus bulan depan dan wajib diikuti oleh seluruh Siswa-siswi Kelas X. Pengumuman terakhir yang tidak kalah hebohnya adalah mengenai perekrutan Calon Anggota Osis yang baru. Erlina dan Asti yang ingin sekali menjadi anggota Osis tersenyum sangat bahagia. Setelah membaca papan pengumuman tersebut. Kita bertiga menuju kelas dan melihat murni yang sedang membaca buku pelajaran.
“Udah belajar kan kalian?” tanya Murni. kita bertiga hanya mengangguk. Karena jam Pelajaran kedua akan ada ulangan tertulis untuk Mapel Geografi.
“Ehh,, Kalian berdua tidak tertarik buat jadi Anggota Osis apa?” tanya Asti yang sedang mengisi Formulir pendaftaran Anggota Osis. Aku dan Murni menggeleng cepat, karena aku memang tidak tertarik untuk menjadi Anggota Osis.
“Aku sudah sudah mendaftar untuk ikut Ekstrakulikuler PMR dan KIR, terus Pramuka wajib. Masak iya aku mesti ikut Osis. Enggak mau?” Kataku.
“Iya aku juga enggak, sebab aku juga sama kayak Lin, Cukup PMR, Rohis sama Pramuka.” Kata Murni membelaku.
“Baiklah terserah kalian. Tapi temani kita berdua untuk menyerahkan formulir ini nanti iya?” Kata Asti.
“Kapan?” Tanyaku.
“Sepulang sekolah,,” Aku dan Murni mengangguk mengiyakan asalkan kita tidak dijebak untuk Mendaftar Osis
Ulangan Mapel Geografi pun dimulai, ini salah satu Mapel yang aku senangi karena belajar mengenai Ilmu Astronomi meskipun masih yang dasar. Ulangan kali ini aku bisa mengerjakannya dengan baik asalkan jangan Matematika saja.
Sesuai janji sepulang sekolah Aku dan Murni, kita berdua menemani Asti dan Erlina untuk menyerahkan Formulir pendaftaran itu. Erlina dan Asti masuk kedalam ruangan dan menyerahkan Formulir dan melihat kearah kami berdua yang sedang menunggu diluar. Setelah itu mereka berdua pun keluar dan mengatakan kalau besok sepulang sekolah adalah Tes Wawancaranya.
“Ehh,,, Lin. Kamu sudah kenal Mba Ati sama Mas Juki?” Tanya Erlina padaku.
“Sudah, Kenapa?” Jawabku
“Pantas saja,, aku tadi disuruh bilang. Cerpen selanjutnya ditunggu, itupun baru pernah
ngasih sekali dan sudah 1 minggu yang lalu.” jelas Asti.
“Dan Kalian berdua disuruh ikut untuk mendaftar menjadi Anggota Osis.” Aku dan Murni seperti biasa menggeleng dengan cepat.
***
Aku melihat jam dinding dirumahku, Waktu sudah menunjukkan pukul 15.05 WIB, sedangkan aku masih berada dirumah sedang bersiap-siap. Nia sudah menghubungi untuk segera berangkat, dia mengancamku kalau aku telat tidak ada ampun untukku katanya. Aku memakai baju yang Nia buat untukku. Mamaku mengatakan aku cantik memakai baju itu terlihat seperti seorang perempuan kebanyakan yang Aku bisa lakukan hanya tersenyum. Dari rumah ke Kafe Beer membutuhkan waktu 15 menit itupun kalau tidak macet. Mana aku juga tidak boleh bawa sepeda motor sama Nia dan aku harus menggunakan bis. Bis yang aku naikki jalannya sedikit lambat dan aku menunggu dengan gelisah.
Turun dari bis kulangkahkan kakiku secepat mungkin untuk menuju kekafe.
"Liana??"
Teriak seseorang dari arah yang tidak jelas, kuhentikan langkah kakiku dan melihat sekitar. Aku mencari sesorang yang memanggilku. Ternyata dari arah parkiran sepeda motor, Dia melambaikan tangannya. Kupicingkan mataku, untuk memperjelasnya. Aku sedikit terkejut ternyata yang memanggilku adalah Mas Juki.
Mas Juki melambaikan tangannya padaku, dia
tesenyum sangat manis dan berjalan kearahku.
"Lho? kok Mas Juki sama Mas Hakim disini?" gumamku dalam hati. Mas juki tidak sendiri, dia bersama Mas Hakim.
"Hei Liana?" Sapa Mas Hakim
"Hai, Mas..."
"Kamu kesini juga Liana?" tanya Mas Juki padaku.
Aku hanya diam saja. "Seharusnya aku yang bertanya?" . Mukaku dengan keadaan heran.
"Oh pasti pasti kamu bingung,kenapa kita disini juga?". Aku hanya mengangguk mengiyakan.
"Ini kan acara amal, jadi wajar dong kalau kita disini, Liana?" Mas Hakim berbicara
"Iyaa... tapikan aneh gitu.." jawabku
"Udah sambil jalan aja ceritanya... nanti kita telat..." Mas Juki menuntun langkahku. "aku juga penasaran kenapa kamu bisa ada disini..." kata Mas Juki melanjutakan.
Aku, Mas Juki dan Mas Hakim langsung masuk ke Kafe Beer dan memperlihatkan Undangan kepada Pelayan yang sedang menunggu didepan. Kita mengisi daftar kehadiran dan memasukkan Amplop yang berisi uang kedalam Kotak yang lumayan besar. Pelayan itu mengantar kita menuju meja yang telah disediakan dan sesuai yang tertera diundangan. Tempat dudukku dan mereka hanya berbeda dua meja. Pelayan itu menawarkan padaku untuk makan atau minum, tapi aku tidak sedang ingin makan ataupun minum. Aku melihat kearah sekitar ternyata tempatnya sudah lumayan ramai. Terlihat ada spanduk yang menggantung didinding bertuliskan “Acara Amal Untuk Korban Bencana”. Aku langsung melihat kearah Panggung ternyata Nia sudah berada diatas panggung dan bersiap untuk bernyanyi, aku melambaikan tanganku kearah Nia. Nia pun tersenyum senang setelah mengetahui aku sudah duduk manis dikursi sebelum acara dimulai dan Aku pun mengangguk hormat kepada Mas Indra.
Mas Juki berjalan kearah mejaku.
"Liana boleh duduk disini?" tanya nya, sebelum dia duduk. "Sendiri kan?"
Aku mengannguk "Boleh Mas, silahkan... tapi Mas Hakim?" ku melihat kearah meja mereka. Ternyata tempat duduk mereka sudah diisi beberapa orang dan mas hakim tidak sendirian disana. Dia duduk dikursi yang masih kosong disebelahku.
"Mas??"
"Iya, kenapa Liana? Mas Juki dengan cepat menjawabku.
"Enggak..." Aku menggantung kalimatku. "Panggil Lin aja, kalo Liana berasa kaku... "
Mas Juki hanya mengangguk mengiyakan.
...
“Terima Kasih karena kalian sudah berkenan hadir dalam Acara Amal ini, Acara Amal ini bertujuan untuk memberikan santunan kepada korban bencana dinegeri ini dan.......” Mas Indra memberikan sambutan panjang lebar dan Acara yang dinantipun datang yaitu pertunjukkan Musik yang diisi oleh band-band lokal. Termasuk Band Nia yang mengisi diacara Amal ini. Karena Nia aku bisa datang kemari. Nia meminta salah satu panitia menuliskan Namaku di surat Undangan sebagai Tamu Undangan Acara Amal ini.
" Diundang siapa Lin?" tanya Mas Juki
"Temen Mas..." jawabku. Sambil menunjuk kearah Nia dengan kepala. Mas Juki melihat kearah panggung
"Yang mana?"
"Itu yang lagi nyanyi sambil pegang gitar, Mas Juki kenal?
"Ohhh itu, aku hanya tau saja. Tapi tidak kenal dengan mereka. Vokalisya Ni...."
"Nia mas, Nanti setelah selesai dia manggung aku kenalkan."
"Dan aku tidak pernah melihat kamu ada disini, ini pertama kalinya kamu disini?"
"Iya.. ini pertama kali.. itupun kalau tidak diberikan undangan aku tidak akan datang." Jawabku. Mas juki tertawa.
"Mas Juki sendiri bagaimana?"
"Kalau aku? aku salah satu panitianya. Jawab Mas Juki tetap dengan senyumnya yang manis.
"Tahu begini aku yang harusnya mengundangmu Lin." Mas Juki melihat kearahku dengan tatapan yang tak aku mengerti.
Aku tak berani menatap matanya terlalu lama. Aku mengalihkan pandanganku.
Tak lama setelah band Nia tampil, Mas Juki dipanggil oleh temannya. Temannya membisikkan sesuatu pada Mas Juki, mungkin masalah panitia. Mas Juki hanya mengangguk pertanda mengiyakan apa yang dikatakan temannya.
"Lin aku pergi dulu... ada masalah sedikit..." Mas Juki
"Iya mas tidak apa-apa.. nanti juga Nia kemari..." jawabku sambil tersenyum.
Setelah Band Nia selesai mengisi acara kemudian Nia turun dari panggung menghampiriku.
Lama dia melihat kearah Mas Juki. Nia melihat kearahnya dengan penuh tanya.
"Kenapa?" tanyaku yang pura-pura tak tahu.
"Siapa?" tanyanya agak ketus. Sambil dia duduk dikursinya.
"Mas Juki, ketua osis yang pernah ku ceritakan."
Nia hanya mengangguk tanda mengerti, tapi pandangannya tidak lepas dari Mas Juki. Mas Juki yang merasa diperhatikan berbalik arah melihat Nia dan tersenyum pada Nia. Nia berbalik melihat kearahku.
“Kamu cantik,,?” bisik Nia padaku lalu dia tersenyum
“Kamu orang yang keseratus sekian yang mengatakan aku cantik.” Kataku Tertawa. “Tapi Makasih iya?” Nia hanya mengangguk.
“Aku enggak telat kan?”
“Sedikit,, Untung enggak telat.” Kata Nia tertawa.
“Habisnya kamu nyuruh aku naik bis, Coba kalo enggak pasti aku sudah disini jauh sebelum acara dimulai.” kataku sebal.
“Udah pesan makan atau minum?” tanya Nia kepadaku.
“Aku tidak ingin makan apa-apa, Minum aja yang enggak pakai soda.” Kataku. Nia memesan 2 gelas es jeruk. Ketika kita berdua sedang asik mengobrol tiba-tiba teman-teman Nia datang termasuk Mas Indra juga ikut bergabung dengan kami. Kami menikmati setiap penampilan yang disuguhkan dalam acara ini. Ada yang bernyanyi solo, bernyanyi duo dan masih banyak penampilan-penampilan yang menarik lainnya.
“Udah berapa lama temenan sama Nia?” Tanya Mas Indra padaku.
“Udah hampir 2 tahun ini,,,” Kataku singkat.
“Lama juga iya,,,” Kata Mas Indra. “Ahh,, aku ingat pernah liat kamu dimana?” Kata Mas Indra. Aku hanya melihat Mas Indra bingung. “Kamu yang waktu itu bersembunyi di balik pintukan? Dirumah Nia?” Lanjut Mas Indra.
Aku baru ingat sekarang orang yang melihat ku ketika aku sedang bersembunyi dari Nia. Tapi kan kejadiannya sudah lumayan lama. Berarti Mas Indra punya Ingatan yang kuat. Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Mas Indra.
“Lha kalau Mas Indra sudah berapa lama kenal Nia?” Tanyaku
“Loo kok panggil “Mas”? ” Mas Indra merasa heran. “Panggil Indra aja, Kayak Nia gitu,,,”
“Kata Nia,, Mas Indra sekarang udah kelas 3. Umur kita beda 2 tahun kan?” Kataku heran.
“iyaa,, terserah kamu mau panggil apa.” Katanya pasrah. “Lin,, boleh minta No. Hpnya?”
Aku hanya melihat Mas Indra dan Aku pun langsung melihat Nia berharap Nia mau membantuku bicara, Nia yang mendengarkan kita bicara hanya memelototi Mas Indra tidak senang.
“Bolehkan?” Katanya.
“Enggak ada,, Lin belum boleh pegang HP sama Ibunya.” Kata Nia membelaku. Aku hanya tersenyum, untung aja Nia mau membantuku.
“Iyaa udah kalau enggak boleh,, Tapi boleh dong jadi Temen.” Katanya tidak mau menyerah dan Dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman denganku.
“Iyaa,, Boleh.” Aku langsung menjawab cepat dan menerima uluran tangannya, takut Mas Indra berubah pikiran. Mas Indra hanya tertawa.
Acara amal selesai. Semua orang yang hadir satu persatu meninggalkan ruangan. Aku duduk sedirian dimejaku, karena nia sedang membereskan alat-alat musiknya bersama teman-temannya. Tiba-tiba saja pundakku ditepuk seseorang dari belakang.
"Oh... Mas Juki?" suara bergetar karena aku sedikit terkejut dengan tepuknya Mas Juki. Mas Juki yang keheranan melihat wajahku yang sedikit takut, menurunkan senyumnya.
"Kenapa? kok kayak takut gitu?" tanyanya cemas. "Sory sudah mengagetkanmu..’
"Ah,,, tidak papa mas, emang dasarnya aku yang parnoan."
"Ohhh.. aku tahu kamu enggak suka tempat ramai iya,,," tanyanya sok tahu.
"Tapi emang benar kok... hahah"
"Kok tahu?" tanyaku penasaran.
"Aku punya kakak, dia kayak kamu orangnya. Parnoan ditempat rame..." Mas Juki tertawa renyah. Sepertinya hal ini wajar untuknya. Mendengar tawanya muka ku, kutetuk sebal.
"Ehhh... maaf..maaff... " Mas Juki mengelus-elus punngungku. "Pulang bareng mau?" tanyanya.
"Enggak mas, pulang sama Nia." Aku menunjuk Nia dengan kepalaku. Nia sudah selesai membereskan alat-alat musiknya dan berjalan kearah kita. Mas Juki dan aku berdiri.
"Sudah selesai?" tanyaku sambil mengambil gitar yang Nia bawa. Nia hanya mengangguk. Nia melihat kearah Mas Juki.
"Juki..." Mas juki mengulurkan tangannya.
"Nia..." Nia menerima uluran tangan Mas Juki.
"Kok berasa sepi, berasa tegangnya?" Gumamku dalam hati. Aku melihat kearah mereka berdua secara gantian.
"Ayooo pulang..." Aku memecah keheningan. "Nanti kesorean dijalan."
"Iyaa, Ayooo..." Nia merangkul pundakku.
"Mas duluan..." Aku berpamitan kepada Mas juki dan mengangguk tersenyum padanya.
***
Setelah acara selesai Nia dan aku tidak langsung pulang kerumah. Aku meminta Nia untuk berjalan-jalan disebuah tempat yang agak sepi dari orang-orang karena aku inginkan tempat yang agak tenang.
Dalam perjalanan menuju tempat tujuan kita. Nia tak banyak bicara.
Setelah sampai dilokasi aku dan Nia harus berjalan sedikit untuk menuju tempat yang dituju. Tempat yang kita tuju adalah Sebuah Danau kecil ketika malam tiba pemandangan sungguh sangat menyenangkan, Ketika ada orang yang mendekati danau itu pasti kerlap kerlip kunang-kunang akan muncul disekitaran Danau menambah kesan Indah pada malam hari.
“Wahhh,,, Selamat datang Kunang-kunang.” Kataku senang. Aku menghirup dalam-dalam udara malam yang sangat segar ini. Jauh dari keramaian dan Suasananya yang begitu tenang. Aku melihat kearah Nia ternyata dia sudah mengambil posisi duduk menghadap kearah Danau dan sedang memetik-metik gitarnya.
“Kamu itu iyaa,, senang ditempat sepi seperti ini.” Kata Nia. Aku lalu duduk disebelah Nia dan tidak menanggapi pertanyaan Nia.
“Ehh,,, Nia lihat ituu,,,” Aku menunjukan sepasang kunang-kunang yang sedang terbang bersama. Nia hanya melihatnya sekilas dan kembali berkonsentrasi pada gitarnya.
“Indah iya?” kataku.
“Apanya yang indah,,, Malam gini. Gelap tau.” katanya yang mulai untuk mengajak bertengkar.
“Ihhh,,, Kamu itu iyaa.” Kataku sebal. “Indah tahu,,, Coba kamu liat dulu iya jangan
main gitar terus.” Aku mengambil gitar Nia karena aku kesal dengannya kemudian
Nia hanya melihatku dan aku tersenyum padanya. Aku menunjukkan sekali lagi pada
Nia.
“Ituu,,, Pemandangannya indah.” Aku melihat keatas langit malam dan menunjukkan taburan bintang yang berkelap-kelip sangat indah diatas sana. Nia pun juga melihatnya lalu dia tersenyum.
“Bagus kan? Coba deh kamu liat kesana?” Lalu aku melihat kearah hamparan Danau itu yang sebagaian ditutupi oleh bunga teratai yang sedang berkembang dan diatasnya ada Puluhan kunang-kunang sedang berteberangan. Membuat Bunga teratai pada malam hari yang sebenarnya tidak terlihat menjadi terlihat sangat indah. Percampuran warna antara Bunga teratai yang merah agak putih dan Kunang kunang yang kerlap-kelip berwarna kuning. Menambah malam yang begitu tenang menjadi sangat indah. Nia yang tadinya cuek menjadi tertarik dengan apa yang kutunjukkan.
“Indah juga,,, Pantas saja kamu senang dengan tempat seperti ini?” Kata Nia tersenyum sambil meminta gitarnya kembali tetapi aku tidak memberikan. Aku hanya menggelengkan kepala ku lalu Nia hanya pasrah.
“Apalagi,,,” Katanya.
“Nanti dulu,, Ini malam punyaku. Kamu jangan main gitar dulu.” Kataku sebal.
“Indahkan,, sesekali kamu tuh harus ketempat seperti ini. Buat menjernihkan pikirannmu dan jangan main band terus. terus kalau kamu bingung cari Inspirasi buat desain baju kamu datang aja ketempat ini pasti kamu dapat Inspirasi.” Kataku panjang lebar tanpa berhenti bicara.
“Eh,, Nia. katanya seorang Desainer itu harus punya “Muse” iya?” Kataku. Nia hanya mengangguk membenarkan.
“Siapa “Muse” kamu, Ni? tanyaku lagi. Nia hanya diam saja dan menerawang jauh lalu dia melihat kearahku sepertinya ingin mengatakan sesuatu. “Apa?” aku melihatnya.
“Cakep enggak “Muse” kamu? kenalin dong keaku? enggak mungkin kan kamu bisa bikin desain baju sebagus itu kalau tidak ada “Muse”?" Nia hanya diam saja. “baikalah kalau tidak mau cerita. tapi suatu hari kamu harus kenalin keaku iya?” kataku.
Kita berdua pun diam sejenak, bukan kita tapi aku, menerawang jauh melihat kedalam danau yang memantulkan kerlap-kerlip kunang-kunang.
“Ohh yaa,, Ni. Danau ini sudah ada Nama belum iya?” tanyaku pada Nia.
“Belum? kenapa memangnya?” tanyanya.
“Kasih nama yuh? Mau enggak?” Kataku bersemangat. Nia hanya menanggapi cuek. Aku berpikir keras untuk memberikan nama danau itu tapi tidak ada yang terlintas dikepalaku nama yang tepat untuk menggambarkan Danau yang indah itu.
“My Muse,, “ Kata Nia. Aku pun melihat Nia yang sedang melihat sekitar danau itu.
“My Muse,,, Inspirasiku.” Kataku mengulangi kata Nia. “Yappzzz,,,” aku berteriak agak kencang dan Nia hanya melihatku. “Danau ini kita beri nama My Muse,, Danau Inspirasiku. Gimana?” tanyaku pada Nia.
Nia hanya menganggukan kepalanya tanda setuju. Aku meloncat kegirangan.
Malam itu aku lah yang banyak bicara dan aku tidak membolehkan Nia untuk memainkan gitarnya. Nia hanya mendengarkan dan sesekali menimpali pertanyaan ku dengan gerakan badan saja. Aku bercerita padanya bahwa akan ada seleksi Calon Paskibraka, Kegiatan Ekstrakulikuler akan dimulai minggu depan, Juga akan diadakan seleksi Calon Anggota Osis dan tugas sekolah yang banyak. Aku bicara terus meskipun sudah dijalan raya dan sudah sampai dirumah. Entah Nia terganggu atau tidak, untuk saat ini Nia lah yang bisa untuk Aku ajak Curhat dan tidak rempong seperti perempuan kebanyakan.
“Selamat Malam, Nia.” Kataku menutup pembincaraan dan Nia pun membalas Ucapan salam ku. Aku senang hari ini karena Nia menurutiku dan tidak membuatku marah seperti pagi tadi.
***
My Muse,,” Gumamku. Aku berjalan sendiri melewati lorong-lorong yang agak gelap digedung tempatku kuliah. Aku melihat Dini sudah berada diparkiran bawah dan melambaikan tangannya padaku.
“Udah ketemu dosennya? Gimana” Kata Dini.
“Udahh, Katanya tugasnya dikumpulin aja. Penilaian akhirnya nanti.” Kataku.
“Ohhh iyaa sudah,, Ayuh perpus. Bentar lagi mau UAS ini.” Kata Dini. Aku berjalan berdua bersama Dini menuju ke Perpus. Aku berkali kali menghela nafasku dan Dini hanya melihatku.
“Ada Apa?” tanyanya Padaku.
Aku hanya menggelengkan kepalaku saja dan Dini hanya tersenyum padaku tidak berani bertanya lagi. Aku jadi teringat tentang “My Muse” sebuah nama danau kecil tempatku dan Nia bertukar pendapat dan bercerita tentang banyak hal. Aku hanya tersenyum mengingat hal itu.
***
My Muse
Tak ada Kuas yang berani membentuk setiap lekuk gemulai senja
Tak ada Kertas yang pantas menggambarkan
pesona penuh makna
Tak ada Pallete yang mampu memberi warna mengagumkan indah berseri
Tak ada kata yang mampu menuliskan elok nan sejuk sejuta kalimat
Merugikan bagi yang tak mampu menahan
Inspirasi yang terus menerus berkembang
Tak bertahta dan bertuan
Mengikat dengan sedikit Cinta
busa lin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments