BAB 9 TIDAK INGIN PACARAN

Keesokan hari, sebelum menuju kekelas aku berbelok arah untuk menuju ruang Osis bukan karena aku mau mendaftar jadi anggota Osis yang baru tetapi aku mau memberikan Cerpen yang aku buat semalam. Kata temanku kalau mau memberikan hasil karya seperti cerpen ataupun puisi atau karya-karya yang lainnya diberikan ke Osis. Sesampainya di depan ruangan Osis aku mengintip dijendela tapi belum ada orang mungkin masih pagi jadi belum ada yang datang.

“Hei,, Lagi ngapain?” ada Suara dari arah sebrang memanggilku lalu aku menoleh dan tersenyum padanya.

“Ini, mba. Belum pada datang iya?” Tanyaku.

“Iya masih pagi gini.” Kata perempuan itu ramah. “Ada apa? Mau daftar jadi anggota Osis yang baru iya?” Katanya.

“Ahh,, enggak mba. Ini aku Cuma mau kasih ini.” aku memberikan kertas yang sejak tadi memang aku pegang. Dia hanya tersenyum melihat kertas yang aku berikan dan menyuruhku untuk masuk kedalam dan mempersilahkan duduk. Aku melihat ruangan Osis ini cukup lebar dan terpasang Struktur Pengurus Organisasi lama yang belum diganti setelah terpilihnya ketua Osis yang baru. Nama Ketua Osis kami yang baru adalah Mas Juki kelas XI IPS 3 dia mendapat suara terbanyak. Mas Juki menang dan mengalahkan 3 kandidat yang ada.

“Bisa bikin Puisi?” tanyanya. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan tersenyum. Aku paling tidak berbakat dalam membuat Puisi sejak duduk dibangku SD dan selalu mendapat nilai 6 ketika ada tugas membuat puisi.

“Oh iya? Aku tidak percaya. Oya nama kamu siapa?”

“Nama ku Liana mba. anak kelas X D.”  Jawabku dan perempuan itupun memperkenalkan dirinya namanya adalah Mba Ati dari Kelas XI IPA 3 saat ini dia menjabat sebagai sekertaris dari Mas Juki.

"Pagi atiii...." Terdengar suara dari dari arah pintu memberi salam. Kita berdua sama-sama melihat kearah suara itu.

Mba Ati tersenyum kepada nya. Aku menganggukan kepalaku dan tersenyum padanya. Dia berjalan kearah kami.

"Hei...." dia mengusap-usap tangannya kecelana dan mengulurkan tangan mengajak untuk bersalaman.

"Hei juga Mas Juki..." Jawabku kikuk dan kucoba untuk tersenyum ramah.

"Nama?" tanyannya tanpa melepas jabatan tangannya.

Mba Ati yang melihat tingkah Mas juki seperti itu hanya menggeleng geli.

"Dilepas bisa kali... tangannya, kasian tuhh keringetan...?" Mba Ati memberi kode kepada

mas juki.

"Liana Astari kelas X D..." Mas Juki baru melepas tangannya

"Oh anak baru ternyata, pantes..."

"Kenapa?" Tanya kita berdua serempak.

"Kompak amat..." jawabnya tertawa. "Baru pernah liat kamu..." Mas juki mau melanjutkan kalimatnya. "Eh Liana...." Tapi buru-buru dipotong sama Mba Ati.

 “Makasih iya udah mau kasih Cerpen ini.” Kata Mba Ati tersenyum. “Ditunggu buat selanjutnya. Selama ini sudah jarang sekali anak-anak yang senang menulis dan memberikan ide-idenya untuk mengisi mading di Sekolah ini.”  Lanjut Mba Ati.

"Liana tulis cerpen?" tanyanya tidak percaya. Mas Juki mengambil Naskah yang kutulis

tangan. "Bisa buat puisi dong?"

Aku hanya menggelengkan kepala ku. Aku menoba mengalihkan pembicaraan mas juki.

“Pantas saja mba mading-mading yang ada sepi, Yang ada cuma iklan-iklan.” Kataku tersenyum dan mohon ijin untuk kembali kekelas.

Setelah obrolan ringan dengan Mba Ati dan Mas Juki aku langsung menuju kelas. Kebiasaan ku sebelum aku masuk kelas pasti selalu mengintip dulu dan memasukan kepalaku lewat jendela samping kelas. Ada pemandangan yang aneh dikelas ini. Tidak biasanya sepagi ini kelas ku begitu ramai. Aku melihat yang lainnya sedang berlarian dan menulis sesuatu diselembar kertas. Erlina yang melihatku dijendela menghampiriku.

“Lagi ngapain disitu?"

“Lagi liat kalian.” Jawabku Polos. “Ada apa kok tumben rame?”

“PR matematika udah ngerjain?” katanya sedikit berteriak membuat ku agak terkejut dan aku mencoba mengingat-ingat PR matematika ku sudah ku kerjakan belum.

“Payah.” Aku memukul dahiku. “Aku belum Er,,,” Kataku berteriak dan mengeluarkan kepalaku dari jendela dan berlari menuju kelas.

Aku langsung buru-buru menyobek dan menyontek jawaban dari Erlina. Jam pertama lagi, Aku membodoh-bodohkan diriku yang lupa dengan PR matematika ini karena semalam aku memang sedang menulis cerpen hampir 2 halaman folio setelah itu aku tidur. Dengan sangat kilat dan tulisan yang sedikit amburadul aku menulis jawaban PR matematika.

Bel pelajaran pertama pun dimulai aku belum selesai menulis jawaban tinggal 2 nomor lagi Mana panjang lagi jawabannya.

“Udah selesai belum?” Kata Murni. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan hanya menunjukan jariku yang berangka 2. Sebelum Bu Tina datang aku sudah selesai menulis jawaban dan menyerahkan kertas jawaban kepada masing-masing dari ketiga temanku yang memberikan contekan.

“Maksih buat Contekannya.” Kataku tersenyum senang lalu segera mungkin aku membenarkan posisi dudukku.

Setelah jam pelajaran Bu Tina selesai ternyata Mata Pelajaran selanjutnya Kosong. Pak Agus yang masuk kelas kami hanya memberikan tugas pengganti Mapel ini dan dikumpulkan setelah jam istirahat. Pak Agus memberitahu kami kalau Tugas itu adanya di Buku Perpustakaan, Buku Ekonomi. Lalu kami pun bersama-sama menuju ruang perpustakaan. Aku dan ketiga temannku berpapasan dengan Mas Juki Dan teman-temannya. Dia tersenyum pada adik-adik kelasnya. Erlina yang memang senang dengan Mas Juki melihatnya terus sambil berjalan sampai-sampai dia tidak sadar menabrak pohon kecil. Aku, asti dan Murni tertawa melihat kelakuan Erlina itu.

Sampai diperpustakaan Aku dan Murni mencari Buku yang dimaksud Pak Agus, Erlina dan Asti mencari tempat duduk. Aku dan murni membawa 4 buku sekaligus. Ketika kita sedang fokus mengejarkan tugas itu tiba-tiba ada yang duduk disebelah ku dan aku melihatnya ternyata Deni. Deni tersenyum padaku, Aku dan ketiga temannku heran melihat dia yang seperti itu.

“Ada apa den?” Tanyaku.

“Enggak ada apa-apa? Tugasnya udah?”

“Yeee enak aja, kerjain sendiri. Mau nya tinggal nyonto.” Kata Murni yang sewot.

“Bolehlah ikut ngerjain bareng.”

“Boleh, asalkan ikut mikir. Jangan Cuma nyonto.” Kataku.

“Ok,,“ Jawab deni.

Aku, Erlina, Asti, Murni dan pendatang baru ini mengerjakan tugas ekonomi ini bersama. Ternyata Deni anaknya seru juga, dia baik dan Lucu, Suka bicara seperti ku dan lumayanlah untuk seorang anak-anak laki-laki, Dia memiliki postur tubuh yang tinggi, berkulit hitam dan jika dia tersenyum,  dipipi sebelah kanannya terdapat lesung pipi menambah kesan manis pada dirinya. Tidak lama setelah kita mengerjakan Tugas Ekonomi dengan Deni bersama,  lama-kelamaan kita menjadi dekat dengannya. Setiap kita berempat sedang cerita sana sini tidak jelas Deni ikut nimbrung dan Deni pun sudah mempunyai Nomor Hp kita masing-masing.

...

“Lagi sms’an sama siapa?” Kata Nia yang sedang membaca buku pelajarannya.

“Sama teman sekelas Ni,,, “ Jawabku. “Namanya Deni,,” Aku memberi tahu kan namanya sebelum Nia bertanya. Aku menceritakan siapa itu Deni.

“Wahh,,, sebentar lagi ada yang punya pacar nih.” Kata Nia yang merasa tidak senang.

“Ahh,, enggak Ni,, Cuma temen. Sudah dikerjain lagi PR nya,,,” Kataku mencoba mengalihkan pembincaraan.

“Males lah,,, aku capek mau tidur.” Nia beranjak dari meja belajarnya dan  menuju kasur. Ketika Nia mengatakan itu tiba-tiba aku jadi teringat dengan kata-kata Erlina waktu dikantin.

***

“Ehh,, Lin. Kamu sudah punya pacar belum.” tanya Erlina padaku. Aku hanya menggelengkan kepalaku. “Udah Pacaran berapa kali?” lanjutnya sekali lagi aku menggelengkan kepalaku.

“Bohongg,, enggak mungkin kamu belum pernah pacaran.” Sekarang yang berbicara Murni, Murni tidak percaya kalau aku belum pernah pacaran.

“Iya beneran, aku belum punya pacar.” jawabku santai.

“Aku aja udah pernah pacaran 2 kali, Lin. berarti pras adalah pacar ketiga ku.” Kata Asti. Aku hanya mengangkat bahu yang mencoba meyakinkan mereka.

“Enggak ingin pacaran apa, Lin?” Tanya Erlina yang membuatku bingung harus berkata apa. Aku hanya diam.

“Lin, coba deh sekali-kali pacaran. Pasti seneng. Gimana kalau sama deni?” kata Murni menggoda.

“Hiii,,, apaan sih. Enggak lah. Mungkin belum nemu yang sreg kali dihati.”

“Ya,,, Ampun kapan nemunya, Lin.” aku hanya mengangkat bahu dan tertawa.

Entalah, Kapan aku akan memiliki seorang kekasih yang benar-benar terima aku apa adanya. Aku masih terlalu takut untuk menjalin sebuah hubungan dengan seorang laki-laki, yang aku takutkan dia akan kecewa padaku setelah tahu siapa aku. Karena aku adalah orang yang bebas dan aku bukan tipe perempuan ketergantungan atau menjadi seseorang itu “tergantung” padaku. Cukup hanya Nia yang tergantung padaku dan Aku tergantung pada Nia.

Aku melihat Nia yang sudah tertidur dan aku pun menutup buku pelajaran ku. Aku merebahkan tubuhku diatas kasur yang empuk ini dan tidur disamping Nia. Belum lama aku memejamkan mata tiba-tiba Nia memelukku dari arah belakang dan tangannya dilingkarkan dipinggangku.

 “Jangan bikin kaget, Ni. Kebiasaan banget sih.” Gumamku. Nia hanya bergerak memperbaiki posisi tidurnya dan bertambah dekat denganku. Nia memang seperti ini ketika dia tidur selalu memelukku. Awal pertama sekali aku tidur dengan Nia aku sedikit terkejut ketika Nia memelukku. Tapi lama-kelamaan setelah sudah hampir 2 tahun mengenalnya itu sudah menjadi hal biasa buatku dan kadang-kadang aku yang memeluk Nia saat tidur.

***

“Bangun,,, Udah pagi?” Aku memukul-mukul Nia dengan bantal, Kalau pagi-pagi seperti ini memang susah untuk membangunkan Nia.

“Nanti aku siram pake air lhoo kalau enggak bangun.” Lanjutku dan Nia hanya menarik selimutnya kembali.

“Ihh,, kamu ini.” Aku tidak mau kalah.dengannya aku menarik selimut Nia.

“Mau sampe kapan kayak gini, Jelek.”

“Ahh,,, Iya,, iya aku bangun.” Nia akhirnya menyerah dan dia duduk. “Kamu udah mandi.”

“Iyaa,, udah lahh. enggak liat apa udah pake seragam gini.” Lalu aku langsung menyeret Nia untuk pergi kekamar mandi.

“Lin, lupa enggak bawa handuk.” Kata Nia yang mengeluarkan kepalanya kedepan pintu dan melihatku sedang mengikat rambut. Lalu aku melemparkan Handuk kepada Nia. Tidak lama setelah itu Nia keluar sudah dengan menggunakan seragamnya. Aku langsung menyuruh Nia untuk duduk di depan meja rias.

“Diem,,,” Kataku sedikit membentak.

Aku memberikan Bandana kekepala Nia supaya wajah Nia tidak terhalang oleh rambut. Aku memberikan pelemaab pada wajahnya tetapi Nia selalu saja berontak dan berulang kali aku harus mengatakan “diam!" Setelah selesai memberikan pelembab pada wajah Nia aku menyisir rambutnya.

“Wahh,, Udah panjang Ni.” Kataku.

“Dipanjangin iya? Biar cantik.” Nia tidak menjawab dan Dia segera akan berdiri

tapi aku menahannya.

“Belum selesai. Nanti dulu.” dengan wajah agak sedikit kesal Nia menuruti ku. Lalu Aku memberikan Lotion ditangan dan kaki Nia.

“Kamu sekarang jadi item, Keseringan main basket sih.” kataku yang mengolesi tangan Nia dengan Lotion tahap terakhir aku menyemprotkan parfum ditubuhnya.

“Nah,, sudah selesai.” Kataku.

“Sudah selesai?” Katanya sambil berdiri lalu mengacak-acak rambut yang susah payah kutata dengan rapi lalu Nia mengambil tasnya dan keluar kamar sambil memelukku.

“Niaaaaa,,,” Spontan aku berteriak lalu akupun mengikutinya dari belakang menuruni tangga.

“Kamu tu iyaa,,, nyebeli banget sih jadi orang. Udah ditata rapi malah diberantakin kayak gitu,,,” Aku berbicara terus sampai Garasi rumah Nia.

Kakak Nia Hanya geleng-geleng kepala melihatku berteriak marah-marah. Ini bukan pemandangan yang Aneh jika setiap pagi aku marah-marah seperti ini. Nia memanasi sepeda motornya dan menyuruhku untuk naik lalu dia memasangkan Helm kekepalaku dan dia hanya tertawa.

“Kenapa?” Jawabku tidak senang.

“Sudah marah-marahnya?” Aku tidak menanggapi pertanyaan Nia itu. Aku melambaikan tanganku Pada Mas Alif dan Mas Alif hanya mengangguk. Jarak antara rumah Nia dan sekolahku agak jauh. Dia memaksa untuk mengantarkanku kesekolah hari ini. Nia nantinya setelah sampai disekolah dia harus berputar arah kembali untuk menuju kesekolahnya. Oleh sebab itu kenapa aku membangunkannya pagi-pagi seperti ini. Supaya dia tidak terlambat.

“Eh,,, Nia? Aku ingin tanya boleh?” Kataku ketika Nia sedang mengendarakan Motornya pelan dan Nia hanya mengangguk.

“Kamu ingin Pacaran tidak.” Nia hanya melihatku dikaca Spion. “Iyaa,, Pacaran gitu,, Pasti kamu udah ada yang naksir kan?” tanyaku lagi. Nia hanya menggelengkan kepala. “Aku tahu itu,,”

“Ketika hati belum berbicara dan mengatakan untuk “IYA”, untuk apa dipaksakan menyukai sesorang.” Kata Nia tiba-tiba aku mencoba memperlebar telinganku supaya apa yang dikatakan Nia terdengar Jelas dan Nia memperlambat laju Motornya itu.  “Cinta dan Sayang itu beda tipis tetapi rasa suka itu banyak sebabnya.” Lanjut Nia.

“Benarkah. Contohnya?”

“Contohnya Kamu suka kan liat Ketua Osis kamu,, “ Aku memukul Nia dan tidak terima kalau aku dibilang suka pada Mas Juki.

“Dengerin dulu belum selesai aku bicara.,,,” Nia menghentikan motornya karena tertabrak lampu merah.

Menitannya menunjukkan waktu 20 detik lagi menuju lampu hijau. 

“Gini,, Kamu suka sama Ketua Osis mu karena dia berwibawa kan sebagai ketua dan Pribadinya menurutmu sangat menyenangkan." Nia diam sejenak dan menjalankan sepeda motornya kembali.

“Untuk yang seperti itu menurutmu apa? Suka karena Cinta atau yang lainnya?” Nia menanyakannya padaku. Aku berpikir aku suka sama Mas Juki tidak mungkin karena Cinta dong, hanya karena senang saja melihatnya.

“Apa memang Ni?”

“Itu yang disebut Suka karena menganggumi seseorang bukan karena Suka karena Cinta, Masih banyak lagi contohnya Lin?”

“Jadi, Suka karena Cinta atau Sayang yang seperti apa Ni?” Tanyaku.

“Yang tahu iya hanya kamu, Lin. Orang lain pun tidak akan tahu.”

 “Ketika hati belum berbicara dan mengatakan untuk “IYA”, untuk apa dipaksakan menyukai sesorang.” Aku mengulangi kata-kata Nia tadi dan kita pun tertawa bersama. Sepeda Motor Nia menembus jalanan yang semakin siang semakin ramai, aku menyuruh Nia untuk mempercepat laju sepeda motornya supaya dia tidak telat.

Sekarang aku sudah mengerti perbedaan-perbedaan antara Suka, Cinta dan Sayang, Meskipun aku belum mengerti benar. Setidaknya ada lah yang memberitahuku tentang hal itu. Tapi aku belum pernah dan merasakan apa yang namanya Cinta itu dan akupun belum tahu rasa suka Karena Cinta atau Sayang itu seperti apa. Mungkin harus ada yang mengajari ku Tentang apa itu Cinta.

“Nanti, Jangan Lupa.” Kata Nia sebelum aku pergi masuk.

“Iya aku tahu, Kamu manggung di Kafe beer kan?” tanyaku memastikan.

“Iya jam 4, aku tunggu kamu.”

“Aku tahu itu,,,” Kataku tersenyum dan Nia pun pergi setelah melambaikan tangannya padaku.

🌳🌳🌳

Cinta, Makna selalu berubah

Sebab hati yang bicara

Gejolak rasa yang tak menentu

Menciptakan pesonanya sendiri

Berharap gema bersautan dengan yang terkasih

Berujar kalimat penuh arti

Dengan Nada Syahdu yang merdu

busa lin...

Terpopuler

Comments

BELLE AME

BELLE AME

Ayo sesama MUSE berjuang

2020-05-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!