Semenjak kedatangan Aldi di malam itu, dia jadi lebih sering datang ke kediaman Pak Indra. Alasannya sih untuk menemui Andika, padahal itu hanya alasan. Sebenarnya dia datang ke sana karena ingin melihat Anara.
Vanesa melihat Anara yang sedang mengelap meja. Dia menghampiri Anara. Saat ini dia berdiri di belakang Anara.
"Ekhm ekhm, sepertinya ada yang caper nih, tapi menurut aku sih tidak ada yang bisa menandingi seorang Vanesa. Lelaki manapun pasti akan bertekuk lutut jika sudah melihat kecantikanku," Vanesa mengibaskan rambut panjangnya.
Anara masih diam tak menanggapi perkataan Vanesa. Dia masih fokus mengerjakan pekerjaannya.
"Hanya upik abu, tampang pembantu saja berani sekali mendekati Aldi. Hm aku heran deh, kenapa yah Aldi mau dekat-dekat dengan pembantu. Jangan-jangan kena guna-guna," kata Vanesa yang mencoba untuk memancing Anara agar berbicara.
Anara membalikan badannya. Dia menatap Vanesa yang sedang berdiri sambil menyilangkah ke dua tangannya di dadanya.
"Non Nesa nyidir aku?" tanya Anara sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Kalau iya kenapa? Masalah?"
"Tidak," jawab Anara lalu dia hendak melangkah ke tempat lain. Karena meja yang ada di depannya sudah selesai di lap.
"Berani sekali pergi saat sedang di ajak bicara," gumam Vanesa yang merasa kesal kepada Anara.
Vanesa pergi dari sana dengan menghentak-hentakan kakinya. Vanesa hendak ke kamar, dia berpapasan dengan suaminya yang hendak pergi ke kantor.
"Sayang, kamu mau kerja?"
"Iya nih, sayang. Kamu tidak apa-apa kan di tinggal?"
"Tidak mau, aku masih mau ajak kamu mesra-mesraan," ucap Vanesa
"Tapi sayang...." Andika tak lagi melanjutkan perkataannya saat Vanesa menempelkan jarinya di bibirnya.
"Tidak ada penolakan! Lebih baik sekarang kita mesra-mesraan saja," Vanesa menuntun Andika menuju ke ruang keluarga.
Vanesa menatap Anara yang sedang melakukan pekerjaannya. Kebetulan masih terlihat dari ruang keluarga.
Vanesa duduk di pangkuan suaminya dengan menghadap ke depan. Sehingga kini keduanya terlihat intim. Mereka ber*ciuman di posisi seperti itu.
Anara yang sedang mengelap guci, tak sengaja melihat pasangan yang tak tahu malu itu.
Lama-lama disini, bisa-bisa otakku tercemar," gumam Anara lalu dia pergi dari tempatnya berdiri.
°°°
Sudah beberapa hari ini Pak Indra tidak ada dirumah. Itu berarti tidak ada yang memberikan Anara upah harian.
Anara melihat Vanesa dan Andika yang sedang memakan pizza di ruang keluarga. Dia mengelus perutnya, ada rasa ingin untuk memakan pizza juga.
Anara pergi ke dapur mencari sesuatu yang bisa di makan untuk mengganjal perutnya. Dia hanya menemukan sepotong kue bekas kemarin. Kebetulan dia sangat lapar karena belum makan dari pagi. Isi kulkas kosong, tidak ada apa pun. Dia sudah meminta uang belanja kepada Vanesa, namun belum juga di kasih.
Anara meneguk air putih yang begitu banyak agar dia merasa kenyang. Karena hanya dengan memakan sepotong kue saja, menurutnya itu masih kurang.
Anara beranjak dari duduknya. Namun dia merasa pusing di kepalanya. Hingga akhirnya dia tak mampu lagi menopang tubuhnya.
Bruk
Anara jatuh pingsan di atas lantai.
Vanesa dan Andika mendengar sesuatu terjatuh dari arah dapur. Mereka mencoba untuk melihat ke sumber suara. Ternyata Anara sudah tergeletak di lantai.
"Sayang, kamu mau ngapain?" Vanesa melihat Andika yang sudah berjongkok dan hendak menyentuh Anara.
"Mau aku gendong, kasihan dia."
"Menyusahkan saja," gumam Vanesa
"Maaf, sayang. Kamu jangan marah yah," Andika menatap Istrinya yang berdiri di sampingnya.
"Baiklah, untuk kali ini saja boleh menggendong Anara," ucap Vanesa
Andika segera menggendong Anara. Dia melangkah menuju ke kamar Anara yang jaraknya memang dekat dari sana.
"Sudahlah kita keluar saja!" ucap Vanesa kepada suaminya.
"Kasihan wajahnya pucat sekali, sebaiknya kita bawa ke rumah sakit," ucap Andika memberikan saran.
"Enak saja, biaya rumah sakit itu mahal. Kita bawa saja ke klinik yang murah."
"Ya sudah, kalau begitu aku mau menyiapkan mobil dulu," Andika beranjak dari duduknya lalu keluar dari kamar itu. Vanesa juga ikut keluar karena malas berlama-lama di kamar, suasananya panas karena tidak ada AC.
Andika sudah kembali ke kamar. Dia menggendong Anara hingga sampai ke mobilnya. Vanesa berjalan di belakang suaminya. Dia menatap Anara dengan tetapan tak suka.
Andika segera mengemudikan mobilnya menuju ke klinik terdekat.
Kini mobil yang di kendarainya sudah berhenti di depan klinik. Andika segera turun lalu membuka pintu mobil belakang. Dia menggendong Anara hingga ke dalam klinik.
Anara langsung di tangani oleh Dokter. Dia tidak harus menunggu antrian karena Andika sudah membayar sejumlah uang agar Anara bisa di periksa terlebih dahulu.
Andika dan Vanesa menunggu di depan ruang pemeriksaan. Padahal mereka bisa ikut masuk, tapi Vanesa melarang Andika untuk masuk.
Dokter yang memeriksa Anara keluar dari ruangan.
"Dengan keluarga pasien," ucap Dokter kepada Andika dan Vanesa.
"Saya majikannya," kata Vanesa
"Sebelumnya saya mau meminta agar Nona Anara jangan terlalu kecapean. Karena Ibu hamil tidak boleh kerja terlalu keras."
"Hamil? Maksud Dokter bagaimana yah?" Vanesa terkejut mendengar penuturan Dokter.
"Nona Anara sedang hamil, dan usia kandungannya sekarang sudah memasuki delapan minggu," ucap Dokter
Vanesa membelalakan kedua matanya. Dia tidak menyangka jika adiknya hamil di luar nikah. Andika juga ikut terkejut, dia tidak menyangka jika saat ini Anara sedang hamil.
"Silahkan Nona dan Tuan ikut saya! Saya mau meresepkan beberapa vitamin untuk Nona Anara."
"Baik, Dok." Vanesa dan Andika mengikuti Dokter itu masuk ke dalam ruangan sebelah ruang pemeriksaan.
Andika sudah menebus vitamin yang di resepkan oleh Dokter. Dia kembali ke tempat Anara berada.
"Sayang," Andika melihat Istrinya yang sedang bermain ponsel.
"Iya Mas, ada apa?" sejenak Vanesa menatap suaminya yang baru masuk ke ruangan itu.
"Kamu serius sekali mainin ponsel," ucap Andika yang melihat Istrinya sedang memegang ponsel.
"Iya, aku habis menghubungi Papah. Aku sudah memberitahukan kehamilan Anara kepada Papah."
Kebetulan Anara baru sadar dari pingsannya. Dia mendengar perkataan Kakaknya.
Jadi semuanya sudah tahu jika aku hamil, apa yang harus aku lakukan?' batin Anara
Anara membuka kedua matanya. Dia menatap Kakaknya yang duduk tak jauh dari tempat dia berbaring.
"Kamu sudah sadar, baguslah. Aku tidak menyangka, ternyata kamu mainnya sejauh itu. Udah gitu tidak main cantik. Harusnya kalau mau menjadi ja*lang, kamu pakai pengaman dong. Kebobolan seperti ini malah diri sendiri yang repot," ucap Vanesa.
Anara hanya menunduk, dia tak mungkin mengatakan yang sejujurnya. Dia bukanlah seperti yang di tuduhkan oleh Kakaknya.
Vanesa menatap suaminya yang sedang berdiri di depannya.
"Sayang, pulang yuk! Aku mau istirahat nih," ucap Vanesa
"Iya, sayang." ucap Andika, lalu dia menatap Anara. "Kamu bisa jalan sendiri?" Andika bertanya kepada Anara.
"Bisa kok," jawab Anara
"Sayang, ngapain sih tanya seperti itu? Dia punya dua kaki ya pastinya bisa jalan sendiri. Lagian orang hamil tidak boleh bermalas-malasan, apalagi jalan." ucap Vanesa
Anara beranjak dari atas ranjang. Dia berjalan mengikuti Andika dan Vanesa yang sudah melangkah terlebih dahulu.
Kini mereka bertiga sudah berada di dalam mobil. Anara duduk di belakang, sepanjang perjalanan dia menyaksikan Andika dan Vanesa yang bermesraan.
Tak terasa, mobil yang di kendarai mereka sudah sampai di depan rumah. Mereka segera keluar dari mobil.
Ternyata di depan rumah sudah ada Pak Indra yang sejak tadi menunggu kepulangan mereka.
°°°
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
Arta Boru Siregar
masa gk ada kasihan2 abdika sedikitpun, kyaknya author ini lutus2 aha
2022-12-31
0
Helen Apriyanti
kluarga yg gila ..
2022-06-21
3
Eko Lia
kasian nara pasti kena damprat papanya
2022-05-17
3