Beberapa hari ini Andika sering bolak-balik ke rumah Vanesa. Karena mereka sedang sibuk untuk menyiapkan acara pernikahan. Anara juga sudah terbiasa dengan kedatangan Andika. Namun sampai detik ini, Andika belum tahu status Anara yang sebenarnya di rumah itu.
Saat ini Vanesa sedang memperlihatkan beberapa desain undangan pernikahan mereka kepada Andika.
"Sayang, menurut kamu bagus yang mana?" Vanesa bertanya kepada kekasihnya. Namun ternyata sejak tadi Andika tidak memperhatikannya.
Vanesa menatap arah pandang kekasihnya. Ternyata kekasihnya sedang memperhatikan Anara yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah.
"Sayang, kamu lihatin apa sih?" Vanesa sedikit menepuk bahu kekasihnya.
"Eh kenapa sayang? kamu tanya apa?" kini Andika sudah mengalihkan arah pandangnya.
dia menatap Vanesa yang duduk di sebelahnya.
"Aku tanya undangan yang mana yang cocok untuk undangan pernikahan kita, tapi kamu malah asyik melihat Anara."
"Maaf sayang, aku cuma kasihan saja melihatnya kerja sendirian. Memangnya kamu tidak ada niatan untuk menambah pembantu?"
"Sejak kapan kamu perduli sama pembantu? Kamu menyukainya?" Vanesa merasa cemburu karena Andika terlihat perhatian terhadap Anara.
"Tidak kok sayang, aku hanya mencintai kamu seorang," Andika memegang wajah Vanesa lalu menghadapkan ke wajahnya.
Andika semakin mendekatkan wajah mereka sehingga tidak ada jarak di antara keduanya.
Kebetulan Anara sedang menghentikan sejenak pekerjaannya. Dia tak sengaja menoleh ke arah Vanesa dan Andika. Dia melihat mereka berdua sedang asyik ber*ciuman.
Bahkan di tempat terbuka seperti ini juga mereka tidak ada bosan-bosannya." gumam Anara sambil menatap Vanesa dan Andika yang saat ini sedang berada di ruang keluarga.
Anara segera pergi dari sana untuk menghindari adegan selanjutnya. Namun Andika melihat kepergian Anara. Dia menghentikan aktivitasnya.
"Sayang, aku mau ke toilet dulu yah," ucap Andika kepada kekasihnya.
"Baru juga mulai, kamu malah kebelet. Jangan lama-lama loh perginya."
"Baik sayang," ucap Andika lalu dia beranjak dari duduknya.
Andika masuk ke dalam ruangan yang tadi di masuki oleh Anara. Ternyata itu adalah kamar tamu. Andika melihat Anara yang sedang tiduran di atas ranjang.
"Ekhm..ekhm..sejak kapan pembantu boleh tiduran di ranjang milik majikan seperti ini? Waw luar biasa, pasti dia pembantu spesial," Andika melangkah mendekati Anara.
"Ngapain kamu kesini? Cepat keluar!" Anara berucap dengan suara sedikit keras.
"Stt, jangan berisik! Nanti Vanesa mendengarnya dan datang kesini. Bagaimana yah reaksinya jika dia melihat kita berdua disini?"
Anara langsung bungkam tak lagi bicara. Dia tidak mau berdebat dengan Andika.
"Kamu tahu," sejenak Andika menjeda perkataannya. Dia menatap Anara yang kini sudah berdiri di dekatnya. "Tubuh kamu semakin berisi, dan itu membuatku ingin mengulang kegiatan panas kita."
"Jangan macam-macam!" Anara melotot menatap Andika.
"Ah tapi sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat, aku keluar dulu sayang," Andika mengedipkan sebelah matanya lalu dia keluar dari kamar itu.
Anara tak suka dengan Andika yang terlihat seperti playboy. Memang sebelumnya dia sempat mengagumi ketampanan Andika. Namun karena dia tahu jika Andika itu calon suami Kakaknya, dia menghilangkan rasa itu agar tidak tumbuh menjadi rasa yang lebih besar lagi. Apalagi Andika dan Vanesa selalu melakukan hal-hal senonoh di sembarang tempat. Itu membuat Anara semakin ilfil dengan pasangan itu.
Andika kembali menghampiri Vanesa.
"Sayang, aku pamit pulang dulu yah," ucap Andika
"Kok cepat sekali sih, bahkan kita belum melakukan itu," Vanesa mengerucutkan bibirnya karena tidak rela jika kekasihnya pulang secepat itu.
"Maaf sayang, tapi Mas ada keperluan di luar," ucap Andika
"Baiklah, untuk kali ini aku ijinin," akhirnya Vanesa merelakan kekasihnya pulang lebih awal.
Vanesa mengantar Andika hingga ke depan rumah. Setelah mengantarkan Andika, kini Vanesa berteriak memanggil Anara.
"Nar...Nara..."Vanesa berterik sehingga Anara yang ada di dalam kamar tamu mendengar teriakannya.
Anara keluar dari kamar lalu dia menghampiri Vanesa.
"Ada apa Kak?"
Vanesa menatap tajam Anara.
"Tidak usah berpura-pura, kamu mau menggoda Andika kan?"
"Tidak Kak, aku tidak sedikitpun ada niatan untuk menggodanya."
"Tidak usah bohong!" sejenak Vanesa menatap penampilan Anara. Terlihat biasa saja namun wajahnya tetap terlihat cantik.
"Mulai besok kamu berdandan yang jelek biar Andika tidak memperhatikan kamu lagi. Awas saja yah kalau kamu berani menggodanya." setelah mengatakan itu, Vanesa pergi dari hadapan Anara.
Kenapa sih aku yang di salahkan, salahkan saja tuh Andika yang kecentilan," gumam Anara sambil menatap kepergian Kakaknya.
°°°
Malam harinya Anara masuk ke dalam kamar lebih awal. Karena memang tidak hal lain lagi yang bisa dia lakukan. Bahkan kumpul keluarga, itu hanya ada di angan-angannya saja. Ayahnya tidak pernah sekalipun mengijinkan dirinya berkumpul bersama saat semua penghuni rumah itu ada di rumah.
Tok tok
Anara mendengar pintu kamarnya di ketuk dari luar. Anara melangkah mendekati pintu kamar lalu membukanya.
"Kamu di panggil Papah," ucap Vanesa yang saat ini berdiri di depan pintu.
"Ada apa, kok tumben Papah memanggilku?"
"Mana aku tahu, tanya sendiri saja ke orangnya," Vanesa berlalu pergi begitu saja dari hadapan Anara.
Anara keluar dari kamarnya. Dia akan menemui Ayahnya. Anara melangkah menuruni tangga. Dia melihat Ayahnya sedang duduk di ruang keluarga.
"Pah, apa yang mau Papah katakan?" tanya Anara saat dirinya sudah berada di hadapan Ayahnya.
"Duduklah!"
Anara bingung mau duduk dimana. Dulu dia pernah di marahin Ayahnya saat duduk di sofa itu. Akhirnya Anara duduk di lantai.
"Kenapa sekarang kamu tidak bekerja? Bukankah beberapa hari yang lalu kamu ijin akan kerja?"
"Anara sudah mengundurkan diri Pah, Anara mau di rumah saja mengurus rumah."
"Baiklah jika itu maumu," ucap Pak Indra
"Ada lagi yang mau di tanyakan Pah?"
"Tidak"
"Kalau begitu Anara permisi dulu," Anara kembali berdiri lalu dia akan kembali ke kamarnya.
Terlihat Vanesa melangkah menghampiri Pak Indra.
"Pah, Vanesa minta uang dong," ucap Vanesa yang saat ini sudah ada di dekat Pak Indra.
"Memangnya uang 200 juta yang Papah kasih sudah habis?"
"Nesa pakai untuk menyewa Wedding Organizer Pah, itu juga belum lunas," ucap Vanesa
"Baiklah, nanti Papah kasih uang lagi untuk kamu."
"Yey makasih Pah, Papah baik deh," Vanesa memeluk Ayahnya karena selalu memberikan semua keinginannya.
Anara yang berdiri tak jauh dari mereka berdua, mendengar percakapan Ayah dan Kakaknya. Ingin sekali dia di manja seperti Kakaknya. Namun sampai saat ini, dia belum pernah sekalipun di perlakukan dengan hangat oleh Ayahnya.
Aku tidak menginginkan uang 200 juta seperti yang Papah berikan kepada Kak Nesa, aku hanya butuh kasih sayang Papah. Uang 20 ribu yang selama ini Papah kasih, bagiku sudah cukup. Aku tidak butuh materi, tapi aku hanya ingin merasakan kasih sayangnya.
°°°°
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
ida siz
ku rasa nara nih anak pungut.. bntr lg ayh sm anak diazab sm reader...
2023-02-12
0
Rinnie Erawaty
buat wedding koq Vanessa yg bayar, tuh si Andika katanya CEO...
2022-12-27
1
Iin Rindi
sedih bacaya toor
2022-08-04
0