"Hei, bangun!!" seseorang menepuk-nepuk pundak Aish.
"engmhhg...." Aish menggeliat dan mengerjapkan mata.
Merasakan pegal luar biasa disekujur tubuhnya, Aish mendongak untuk melihat sosok yang membangunkannya.
Sekitar tiga orang berdiri disekitarnya, posisi yang membelakangi matahari membuat Aish yang baru bangun tidur kesulitan untuk melihat wajah mereka diremangnya cahaya.
Sepertinya ini senja, karena semburat warna jingga menyebar di angkasa.
Dengan kesadaran yang lumayan penuh, Aish mengamati keadaan sekitarnya. Ternyata dia tertidur diundakan sebuah bangunan?
Bangunan ini sederhana sekali, tapi terlihat luas. Dindingnya terbuat dari separuh papan kayu dibagian bawahnya, dan separuh atasnya lagi adalah anyaman bambu?
Atapnya terbuat dari daun, kalau tidak salah daun tebu , kalau dikampung biasanya disebut daun daduk, yang dianyam sedemikian rupa hingga membentuk lembaran-lembaran dan disusun sebagai atap. Dan tunggu, penerangannya obor ya?
Iya, banyak obor yang diletakkan dibeberapa sudut ruangan. Membuat api kecil dengan kepulan asap diatasnya.
"Oh... mungkin gue masih mimpi" ucap Aish sambil menepuk-nepuk ringan kedua pipinya.
Tapi tak kunjung membuat gambaran unik disekitarnya ini hilang. Membuat orang-orang disekitarnya bingung.
"Ngapunten, wonten nopo panjenengan tilem ten mriki?" tanya seorang diantara mereka dengan sopan.
(Maaf, kenapa anda tidur disini?)
"Hah?" Aish tambah bingung dengan ucapan seorang pria yang ternyata memakai baju yang bentuknya sangat unik.
Tapi sepertinya dia sedikit mengerti dengan ucapan pria itu. Karena kakeknya yang berasal dari salah satu kampung di daerah Jawa Timur masih berbicara dengan bahasa seperti itu di kesehariannya.
"Maaf, saya dimana ini?" tanya Aish sesopan mungkin.
Aish kembali melihat orang yang berdiri didepannya itu. Seorang diantaranya adalah Seno?
Tapi kenapa dia diam saja? Dan lagi bajunya juga mirip dengan kedua pria yang berdiri disamping kanan dan kirinya. Bedanya, kedua pria disampingnya memegang tombak panjang. Sedangkan Seno tidak, hanya saja ada beberapa pisau yang disisipkan dipinggangnya.
Ouwh, rupanya Seno sedang memberinya kode dari tadi. Matanya berkedip-kedip seperti boneka Barbie. Aish jadi tertawa sendiri. Membuat orang-orang bingung, Seno jadi gemas sendiri karena Aish tidak mengerti kode yang dia berikan.
"Apa?" tanya Aish dengan isyarat bibir.
"Ikut gue" balas Seno tak kalah pelan.
Aish berdiri dihadapan Seno yang sudah mengajaknya pergi entah kemana.
Mereka berjalan melewati banyak bangunan yang aneh. Dan penerangan yang sangat minim membuat agak sulit mengamati keadaan sekitar.
Sebenarnya bangunan-bangunan disini tertata rapi. Beberapa bangunan yang sepertinya adalah rumah tertata rapi, tapi semua pintunya tertutup rapat dan hanya menyisakan penerangan diterasnya saja.
Tidak ada orang berlalu lalang di waktu yang masih belum terlalu malam. Tapi tanpa penerangan memang malah terlihat sudah sangat gelap.
Orang yang mirip Seno ini membawa Aish menuju sebuah rumah yang agak berbeda dengan yang lainnya.
Jika rumah lainnya, dinding dibagian bawahnya terbuat dari papan, rumah ini sudah dari batu bata, tapi sepertinya tidak menggunakan semen? Lantas menggunakan apa ya untuk merekatkan satu batu bata dengan yang lainnya? Apa mungkin dengan tanah liat?
Separuh dinding bagian atasnya terbuat dari anyaman bambu, sama seperti lainnya. Dengan pintu kayu dan kuncinya berupa palang.
"Pergi kalian" perintah Seno pada pengawalnya, dan mereka patuh, beringsut pergi setelah menunduk pada tuannya.
Setelah kedua pengawalnya pergi, Aish sudah tidak sabar untuk mengintrogasi Seno.
"Ada apa ini Sen? kok kita jadi kayak gini? Terus dimana Hendra sama Falen?" Aish berbicara dengan pelan.
"Gue juga nggak paham Ai, kenapa kita jadi gini. Waktu gue bangun tadi, ternyata gue sekarang jadi senopati, hahahaha. Takut gue!" Seno bercerita.
"Terus kenapa pakaian gue jadi kayak gini ya?" Aish mengamati dirinya yang berpakaian semacam gamis bertumpuk-tumpuk, dengan jilbab semacam phasmina yang dililitkan tanpa menggunakan peniti, memakai dalaman jilbab berupa kain kecil segitiga yang diikat ke belakang kepalanya.
"Gue tadi denger pengawal gue tetap menyebut nama lo tuh Aishyah, kalau nggak salah Siti Aishyah binti Abdullah bin Qodri gitu, katanya lo lagi dekat sama pengurus klenteng tempat lo pingsan tadi, keluarga lo lagi nyariin katanya. Tapi gue juga nggak tahu siapa keluarga lo" kata Seno.
"Hadehhh apa lagi ini, lagian dimana sih ini. Hendra sama Falen kira-kira nyasar disini juga nggak ya? Gue bingung harus gimana nih?" kata Aish panik.
Tiba-tiba terdengar keributan dari luar sana, dan menyebabkan pengawal Seno.
"Ngapunten den, ada keluarga ning Aisyah. Ada didepan sama den Mahendra juga" kata pengawalnya.
"Inggih, sebentar saya keluar. Suruh tunggu sebentar nggih" kata Seno mulai bisa mengikuti logat pengawalnya, beruntung ayahnya masih keturunan Jawa yang kental.
"Siapa lagi itu Mahendra. Bikin pusing. Ayo kta lihat Sen, penasaran gue sama keluarga gue disini, hehehe" kata Aish sambil tertawa.
"Suasana kayak gini masih bisa ketawa lo ya, dasar" kata Seno sambil mengacak ujung jilbab Aish.
Setelah pura-pura merajuk karena ujung hijabnya yang berantakan, Aish dan Seno berjalan bersama menuju arah keributan.
Terlihat beberapa orang sedang berdiri di depan rumah, dan beberapa diantaranya membawa obor. Karena tidak adanya lampu sebagai penerangan jalan, mereka memakai obor sebagai satu-satunya sumber penerangan.
Ada beberapa wanita yang memakai setelan jarik dan kebaya kuno, tanpa memakai alas kaki.
Ada juga beberapa wanita yang memakai gamis bertumpuk-tumpuk seperti yang Aish gunakan, dengan phasmina yang dililitkan di leher.
Dan para pria kebanyakan memakai celana pendek dengan tambahan sarung kecil yang dipakai hingga lutut, dan kemeja lurik.
Hanya beberapa pria berjenggot dengan surban dikepala dan gamis putih panjang hingga mata kaki.
Hei, siapa seseorang yang paling menonjol daripada yang lain itu? Seorang pria dengan setelan khas orang China? Dengan warna merah menyala, dan beberapa ornamen bernuansa emas.
Perlu menyipitkan mata untuk bisa dengan jelas melihat ke arah wajahnya. Tapi sepertinya dia agak tegang, meskipun sangat bisa diyakini bahwa pria jangkung itu adalah Hendra?
"Alhamdulillah.... kita ketemu juga Hendra disini Sen...." Aish berteriak histeris bisa bertemu dengan teman seperjuangannya itu.
Seno terlihat ikut gembira, hanya saja dia masih harus berhati-hati dalam bersikap. Tidak seperti Aish yang masih suka seenaknya mengungkapkan isi hatinya.
Begitupun Hendra, pria yang dipanggil Mahendra kini itu masih berdiri tegap tanpa sepatah katapun. Tidak disini, tidak didunia nyata, Hendra tetap saja irit bicara.
Aish berhambur mendekati Hendra, berusaha mencari informasi tentang keberadaan salah satu temannya yang belum ketemu, yaitu Falen si bule.
"Hendra, ngapain pakai baju kayak gini?" tanya Aish tanpa memperdulikan orang disekitarnya, dia terlalu senang bisa bertemu teman-temannya.
"Aishyah, apa yang antum lakukan?" teriak seorang bapak-bapak saat Aish tiba-tiba histeris saat bertemu Mahendra.
"Antum tahu seharian ini kami mencari antum tidak juga ketemu, malah ada informasi bahwa kamu bertemu Senopati pribumi ini, dan ada didalam rumahnya. Dan apa ini? sekarang antum juga lebih memilih menghampiri pengurus klenteng daripada bertemu baba antum?" katanya.
Aish berpikir sejenak, mungkin orang ini adalah ayahnya didunia antah berantah ini. Dan sekarang sedang cemburu karena tidak dihiraukan keberadaannya.
"Lo urus dulu bokap lo ini, besok kita ketemuan ya. Besok gue cari tahu informasi dimana dan ada di zaman apa kita saat ini" kata Hendra pelan.
Aish mengangguk dan menghampiri sang baba.
"Maaf" kata Aish sambil menundukkan kepalanya.
Baba Aish agak tercengang dengan kata pertama yang terlontar dari mulut Aish. "Baba senang antum meminta maaf terlebih dahulu, tidak seperti antum yang biasanya" Baba Aish mendekat dan memeluk Aish dengan sayang.
Rupanya dia anak kesayangan sang baba jika dilihat dari caranya memperlakukan Aish.
"Kita pulang sekarang, antum jangan lagi pergi tanpa pamit. Baba tidak pernah marah sama antum jika tujuan antum menolong Dewi Sekar Taji lari dari Senopati pribumi ini demi tuan Frans" kata Babanya.
Sebenarnya Aish tidak mengerti arah tujuan perkataan sang baba, hanya saja mengangguk adalah hal dasar yang bisa dia lakukan sekarang.
"Mari kita pulang Aishyah, ummah sudah menunggu antum" kata sang baba.
Aish mengangguk dan mulai melangkah bersama babanya. Sejenak menoleh ke arah Seno dan Hendra untuk saling melempar kode.
Rupanya dia akan pulang dengan menaiki delman?
Mata Aish berbinar, karena seumur hidupnya belum pernah dia naik delman sebagai alat transportasi. Dulu saat antri di pasar dengan kakaknya semasa dia kecil, rasa takut dominan menghinggapi hatinya, menyebabkan dia dan kakaknya tidak jadi naik delman.
Dan sekarang kesempatan itu tidak dia sia-siakan. Naik delman pasti menyenangkan. Meskipun dia masih belum tahu kemana pak kusir akan membawanya, setidaknya naik delman saja dulu...
hehehehhehee
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments