"Ya... Yakin Neng mau ikut Abang tukang bakso? Eh salah maksudnya Abang Asep kasep hihihi..."
Gadis cantik itu tersenyum, lalu mengangguk.
"Iya Bang, saya ikut pulang."
Kata si gadis cantik berpayung pink itu.
Asep tentu saja langsung dadanya berdegup kencang seperti ada yang nyetel musik Linkin Park.
Tapi...
Eh tunggu dulu, kan vespa Asep mogok, trus bagaimana kepriben caranya antar si gadis cantik pulang?
Masa iya harus digendong?.
(Tak gendong ke mana mana, tak gendong ke mana mana... Othor lewat sambil nyanyi)
"Tapi... Maaf Neng, ini vespanya lagi ngambek, neng nunggu sebentar nggak apa? Kayaknya harus di pukpuk sebentar soalnya."
Kata Asep akhirnya jujur.
Inilah kelebihan Asep satu-satunya jujur, dan satu lagi tulus aslinya orangnya tuh.
Si gadis cantik berpayung pink tersenyum lagi, lalu...
"Masa sih mogok Bang?"
Gadis itu meletakkan tangannya di jok vespa, dan...
Pret pret pret...
Vespa itu mesinnya menyala sendiri.
Waw?
Asep kaget, kok mesin vespanya nyala lagi.
"Enggak mogok kan Bang?"
Si gadis cantik tersenyum ke arah Asep.
"Eh iyaya, kayaknya udah enggak ngambek."
Kata Asep polos.
"Iya, hihihi..."
Gadis itu cekikikan.
Mendengar gadis itu cekikikan entah kenapa bulu kuduk Asep merasa jadi merinding, ia seketika ingat lagi jika sekarang berada di jembatan yang bekas orang bunuh diri.
"Ayuk ah Neng, kita cepat pergi dari sini, sudah senja nih, takut ada hantu."
Kata Asep yang kemudian buru-buru naik ke vespanya.
Gadis itu menyusul naik ke boncengan, gerakannya begitu halus dan seperti tak ada beban saat naik.
Asep bahkan semula tidak tahu jika gadis itu sudah duduk di belakangnya.
Tahu-tahu tangannya sudah melingkar begitu saja di pinggang Asep.
"Ayuk Bang, katanya takut hantu, hihihi..."
Gadis itu cekikikan di belakang Asep.
Asep pun mengangguk.
"Oke Neng, Abang siap ngetrek."
Kata Asep.
Bersamaan dengan itu, dari arah berlawanan terlihat dua anak laki-laki ABG lewat memboncengkan Ibunya.
"Bang Asep, jangan sendirian di jembatan..."
Kata Ibu di boncengan yang terlihat memangku tas kresek bertuliskan FIT YAN Swalayan.
Swalayan milik keluarga Fit Yan, yang cukup besar yang baru dibuka di kota kecamatan beberapa waktu lalu.
Ibu Mucharomah itu adalah Ibu RT di daerah tempat tinggal Asep, rumahnya tak begitu jauh dari rumah Asep, dan termasuk pelanggan setia jahitan Ibunya Asep.
Tapi...
Apa tadi kata Ibu Mucharomah?
Aku sendirian?
Apa dia tidak lihat aku boncengan dengan gadis secantik Neng...
Ah Asep lupa kenalan.
"Bang, ayuk kok tidak laju-laju? Apa mau nunggu sunset?"
Tiba-tiba suara lembut mendayu itu mengingatkan, walhasil Asep pun segera melajukan vespanya.
Otok otok otok...
Vespa yang siang tadi dihempas Pajero Sport pacarnya si Anggita, nyatanya sekarang bisa merasakan memboncengkan gadis secantik Neng...
"Ah iya, kalau boleh tahu siapa Neng namanya?"
Tanya Asep memberanikan diri bertonyo.
"Melati Bang, nama saya Melati."
Jawab si gadis yang suaranya begitu lembut, seperti bulu Uyik.
"Oooh Melati, namanya bagus sekali."
Puji Asep mulai melancarkan jurus rayuan pulau kelapa.
(Melambai lambai
nyiur di pantai
berbisik bisik raja klanaaaaa
memuja pulaau.
nan indah permaaai
tanah airku
Indonesia...
Othor jadi lewat nyanyi lagi)
"Iya Bang, semua nama di keluarga Melati adalah nama bunga, mungkin karena Ibu sangat suka dengan bunga."
Kata Melati.
"Ooh jadi Melati saudaranya banyak ya? Seneng dong rame?"
Asep langsung membayangkan nanti mengantar Melati ke rumahnya, dan dikenalkan pada keluarganya.
Ihiiir...
"Iya Bang, sekitar tujuh orang."
Kata Melati.
"Wah seneng, kalau Bang Asep mah anak tunggal, jadi selalu kesepian, mana jomblo sejak lahir, dari masih orok tidak ada pasangan, sapa tahu sekarang waktunya, ihik."
Terdengar di belakang Asep, si Melati cekikikan.
"Hihihihi... Hihihi..."
Asep semangat melajukan vespanya menyusuri jalanan yang sepi, hingga hujan rintik-rintik mulai surut, dan Melati meminta turun di depan.
"Itu rumah Melati?"
Tanya Asep yang kemudian mengarahkan vespanya mendekati rumah yang ditunjuk Melati.
Rumah berpagar bambu setinggi pinggang orang dewasa. Pagarnya dicat warna putih, dan dihiasi tanaman rambat daun sirih.
Rumahnya masih dari tembok yang bagian bawah, sedangkan bagian atasnya adalah papan-papan.
Meski begitu lantainya sudah dikeramik, dan tampak banyak bunga ditanam di halaman depannya.
Vespa Asep berhenti, lalu Melati turun dari boncengan.
"Terimakasih Bang, hati-hati di jalan."
Kata Melati.
Asep mengangguk seraya tersenyum.
Dari dalam rumah itu tampak seorang perempuan muda cantik yang mirip Melati keluar ke teras rumah membawa sapu.
Perempuan itu memandang Asep yang berhenti dengan vespanya di depan pagar rumah.
Asep mengangguk sambil tersenyum ke arah perempuan cantik itu, yang pasti dia adalah saudara Melati.
"Itu kakak Melati, namanya Dahlia."
Ujar Melati membuat Asep kembali memandang ke arah Melati.
"Ah iya kalian mirip."
Ujar Asep.
Melati mengangguk.
"Ya sudah, Babang langsung saja ya, nanti kalau mau Babang mampir kapan-kapan saja ya."
Kata Asep ngarep.
"Iya Bang, hihihi... hihihi..."
Asep akhirnya senyum lagi pada si Melati, dan juga pada Dahlia yang kini nyapu di teras sambil melihat ke arah Asep dengan mata curiga.
Asep lalu melajukan vespanya menjauh dari rumah Melati.
Hatinya kini dipenuhi bunga-bunga, kupu-kupu, dan kumbang-kumbang.
Asep masih terus senyum-senyum karena akhirnya ia punya kenalan gadis secantik Melati, bahkan ia bukan hanya kenalan, tapi juga bisa memboncengkan dan mengantar pulang si Melati.
Asep masih cengar-cengir hingga akhirnya sampai di rumah Bibi Marni.
Tampak Bibinya itu ada di teras rumah sambil mondar-mandir macam setrika, dan begitu melihat Asep, tampak Bibi Marni langsung lega.
"Sep... Sep... Kamu ini lama sekali sampainya, masa dari rumah Ibumu ke sini hampir dua jam."
Omel Bibi Marni.
Asep yang sedari tadi lebih sibuk melamun akhirnya tersadar.
Ting!!
Lho kok ternyata sudah gelap ya langit, padahal perasaan tadi masih senja.
Asep jadi linglung.
"Bikin Bibi khawatir saja."
Kata Bibi Marni lagi.
Asep garuk-garuk helm yang masih ia pakai.
"Cepat masuk, mau hujan lagi itu."
Kata Bibi.
"Ya Bi, jangan resah, jangan bimbang."
Sahut Asep.
Bibi Marni terlihat masuk ke dalam rumah lebih dulu, sementara Asep membuka helm dan jas hujan yang ia pakai.
Setelah selesai membuka jas hujan dan helm, Asep segera menyusul Bibi Marni ke dalam.
"Mau berapa lama Bi di Salatiga?"
Tanya Asep begitu sudah ada di dalam rumah dan mendapati Bibinya di ruang makan menyiapkan santap malam.
"Belum tahu berapa lama, pokoknya nunggu si SaNi tidak takut lagi ya Bibi akan pulang lagi. Makanya ini kamu jagain rumahnya, sekalian itu diterusin usaha Bapakmu, kamu mau sampai kapan nganggur begitu, kasihan Ibumu."
Kata Bibi Marni.
"Iya Bi, oke, nanti Asep terusin usaha Bapak."
Sahut Asep akhirnya.
Iya saja daripada benjol karena Asep lihat Bibinya sudah memegang centong.
"Nah gitu, jangan males jadi cowok, nanti kamu mau apa jomblo sampai Nobita gede?"
"Iya Bi, tenang, sekarang Asep sudah memiliki tujuan hidup, jadi Asep pasti akan usahakan kerja dengan semangat."
Kata Asep.
Bibi Marni mantuk-mantuk senang.
"Besok Bibi akan naik kereta, Bibi sudah pesan ojek, jadi kamu tidak usah antar, pokoknya jagain saja rumahnya dan terusin usaha Bapakmu itu beresin kiosnya."
Kata Bibi Marni.
"Iya Bibiiii... Iyaaaaaa..."
Jawab Asep.
**-----------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Naida Iko
waduh
2023-08-15
1
@Kristin
Asep, Asep... udh tau cikikikan dari tdi yang di blkang lho masih aja gak nyadar.🤦
2022-09-11
1
J S N Lasara
ktmu hantu
2022-09-10
0