Akupun mendekat mencoba untuk meraih tali itu ku pandangi dari atas hingga ujung tali.
Terdengar beberapa kali suara pintu diketuk.
Tok..tok..tok
"Dek.. ini Mbakyu kamu sudah tidur tah?"
Anganku masih melayang, menatap tali tambang yang kini sedang ku pegang hingga aku tak mendengar dengan jelas suara panggilan dari luar.
"Dek.. pintunya gak dikunci toh Mbakyu masuk ya!"
Aku masih terdiam mematung dan mencoba melilitkan tali tambang ke leherku.
"Astagfirullahalazim..!!! Indri Ya Allah gusti istigfar Dek jangan kaya gini nduk kasian anak-anakmu!!"
Histeris Mbak yeni memeluk dan berusaha melepaskan lilitan tali tambang yg sudah mulai erat dileherku.
"Mbakyu.. aku titip anak - anak ya, aku sudah ga kuat Mas Ardi ko jahat ya sama aku" ucapku sambil diselingi tangisan.
"Istigfar Dek kasian anak- anak semua masalah pasti ada jalan keluarnya Dek" jawab Mbak yeni sambil memegangi tangan kanan ku.
Rasyid bayi kecilku terbangun dan menangis dengan kencang, karna keributan yg kami buat.
"Lihat Dek bayimu nangis dia pasti takut klo ditinggal, siapa lagi yang peduli dengannya jika kamu tiada."
Ku pandangi Rasyid bayi yang baru berusia 18 bulan, terduduk diatas kasur menangis dengan kedua tangan diangkat keatas seperti ingin meraihku.
"Mbu... mbu.. mbu huaawaaa"
tangisannya memanggil namaku seketika aku tersadar ku longgarkan ikatan tali tambang yang menjerat leherku, ku gendong Rasyid yang masih menangis dan akhirnya kami menangis bersama.
"Kamu boleh menangis Dek,menangislah.."
"Jadikan tangisan ini kekuatan, agar kamu lebih tabah lagi menjalani ujian yang gusti Allah berikan. Ujian itu datang karna gusti Allah yakin sampean bisa, dengan diuji kamu harus lebih baik dari sebelumnya. Ingatlah gusti Allah selalu bersama orang- orang yang sabar." Ucap Mbak Yeni sambil mengelus- elus rambutku.
"Oh iya Mbak ke sini bawa sayur asem sama ikan goreng kesukaan kamu dimakan ya Dek." Mbak yeni menunjukan rantang yang ia bawa tadi.
"Tadi mba udah kesini sore tapi ndak ada orang, jadi mba bawa lagi makanannya ke rumah. Mba simpen ning dapur yo Dek"
Mbak yeni tetangga yang paling dekat dengan ku, Dia sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri karna menurutnya wajah ku mirip dengan wajah adiknya yang sudah meninggal 5 tahun lalu karna sakit.
Rasyid sudah tenang dan terlelap kembali setelah ku berikan ASI. Aku masih melamun karna kejadian tadi, andai tindakan bunuh diri ku tadi terjadi entah bagaimana dengan anak- anak ku.
Karna kesal dan marah dengan mudahnya setan menyelinap ke pikiranku.
Kembali aku terisak dalam diam, menyadari betapa bodohnya aku.
Bila aku melakukan itu apa bedanya aku dengan Mas Ardi yang lepas tanggung jawab akan kami. Aku harus kuat demi anak - anak ku.
"Kamu sudah lebih baik Dek?" Tanya Mbak Yeni sekembalinya dari dapur.
"Mbak terima kasih yo mba.." jawabku masih diselingi isak tangis dan air mata yang masih menganak sungai dikedua pipi ku.
"Kamu masih belum temukan titik terang atas masalahmu Dek?" Ucapan Mbak Yeni membuatku kembali terisak lebih keras.
Ya hanya Mbak Yeni yang selama ini mendengar keluh kesahku semenjak ibu meninggal karna sakit paru - paru dan dinyatakan positif covid oleh pihak rumah sakit.
Bahkan diacara pemakaman aku tidak bisa ikut hadir untuk melihat ibu tuk terakhir kalinya memang saat itu aku sedang hamil Rasyid usia 4 bulan dan masih sering mual dan pusing.
Sementara Bapak sudah menikah lagi dan tinggal bersama istri barunya diluar kota. Rumah ini sengaja Bapak berikan karna aku adalah anak satu - satunya. Rumah mungil ukuran 4 x 7 meter yang kami sekat 3 inilah yg menjadi tempat berlindung kami kini.
"Mbak aku pengen punya penghasilan, aku gak bisa terus berharap sama Mas Ardi. Mbak bisa bantu aku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments