Barra memeluk tubuh polos istrinya dari belakang. Meletakkan dagu di pundaknya sambil mendekap erat. Keduanya sedang berendam di dalam bathtub setelah melakukan kegiatan panas yang hampir tidak pernah dilewatkan setiap hari.
"Sebaiknya kamu pikirkan lagi keinginan gilamu itu, sebelum aku benar-benar menyentuhnya." Pinta Barra. Dia berharap Cindy mau mengurungkan niatnya dan melupakan keinginan yang hanya akan melukai perasaannya sendiri.
Barra bahkan tidak tega untuk menjalankan semua ini. Dia terlampau mencintai Cindy hingga tidak mau membuatnya terluka.
Cindy menarik nafas dalam. Menghirup oksigen untuk mengurangi rasa sesak di dada yang tiba-tiba mencekat.
Nyatanya hanya mendengar Barra mengatakan hal itu saja sudah membuat hatinya sakit. Dia tidak sanggup membayangkan Barra menyentuh wanita lain selain dirinya.
Sayangnya keputusan yang dia buat sudah bulat. Dalam sebuah pernikahan, harus ada yang berjuang demi kebaikan pasangan di masa depan.
Cindy tidak mau egois hanya dengan memikirkan dirinya sendiri.
"Dia istrimu, kamu berhak menyentuhnya."
"Keputusan ku sudah bulat, ini yang terbaik untuk kita semua, terutama kamu dan keluargamu." Cindy mengulas senyum getir. Nyatanya tidak mudah berkorban demi kebahagiaan orang lain. Meski bibir bisa berkata 'iya' tapi hatinya hancur berkeping-keping. Ikhlas tidak semudah yang Cindy bayangkan.
"Kamu selalu bilang demi kebahagiaan ku dan keluargaku, padahal aku dan mereka nggak pernah menuntut apapun dari kamu." Elak Barra.
"Selama ini aku sudah bahagia, kamu saja yang punya pikiran kalau aku nggak bahagia."
Barra tidak mengerti dengan jalan pikiran Cindy. Apa yang dilakukan Cindy saat ini hanya karna asumsinya sendiri yang merasa kebahagiaan Barra belum sempurna tanpa kehadiran seorang anak.
Padahal sudah berulang kali Barra menegaskan bahwa dirinya tidak keberatan sekalipun mereka tidak memiliki anak. Karna hanya dengan hidup bersama Cindy saja sudah membuatnya bahagia.
"Saat ini kamu memang bisa bilang bahagia, tapi 5 tahun atau 10 tahun kedepan, kamu akan merasakan hampa menjalani pernikahan kita."
"Kamu akan tetap membutuhkan kehadiran seorang anak, Barra."
“Dia akan menjadi sumber kebahagiaan tersendiri saat kamu mulai merasa jenuh dengan pernikahan kita."
Cindy masih berharap Barra akan menerima dengan lapang dada atas keputusan yang telah dia buat.
Dia ingin Barra bisa menjalani kehidupan normal layaknya suami-suami diluar sana yang sudah memiliki anak.
Ditambah lagi kabar kehamilan adik Barra, membuat Cindy semakin tertekan karna merasa tidak bisa memberikan kebahagiaan pada Barra.
Barra melonggarkan pelukannya. Semakin mundur dan beranjak dari bathtub. Setiap kali mereka membahas hal ini, Barra selalu pergi lebih dulu untuk mengakhiri obrolan. Dia sudah lelah membahas hal yang sama berulang kali, tapi pada akhirnya akan tetap kalah dengan pilihan berat yang diberikan oleh Cindy padanya.
"Sayang,,," Panggil Cindy lirih. Dia menatap Barra dengan tatapan sendu. Cindy hapal betul bagaimana perasaan Barra jika sudah memilih mengakhiri obrolan.
"Hemm,,?" Barra hanya menoleh sekilas. Dia berdiri di bawah shower dan mulai mengguyur tubuhnya.
"maaf,," Cindy menunduk sedih.
Dia tidak pernah bermaksud membuat Barra dilema dan pada akhirnya harus menuruti keinginannya meski Barra melakukan semua itu karna terpaksa.
Cindy tau, begitu besar cinta Barra terhadapnya sampai akhirnya mau untuk menikah lagi. karna jika Barra tidak mau menikah lagi, maka pilihan yang tersisa adalah perceraian.
Ya, hanya karna tidak mau egois, Cindy memutuskan untuk memaksa Barra menikah lagi agar bisa memiliki keturunan. Dia rela mengorbankan pernikahannya dengan membiarkan wanita lain masuk dalam kehidupan suami yang sangat dia cintai.
"Sudahlah, aku bosan mendengarnya."
"Kali ini aku akan melakukan apa yang kamu mau tanpa membantah lagi."
"Secepatnya aku menyentuh wanita itu." Ucap Barra tanpa berani menatap Cindy. Dia tidak akan sanggup melihat kesedihan di mata istrinya.
Meski Cindy terlihat ikhlas, tapi sorot matanya yang penuh kesedihan tidak bisa membohongi Barra.
"Aku senang mendengarnya," Bohong Cindy. Ucapannya bertentangan dengan hatinya yang terasa disayat. bagaimana mungkin dia senang mendengar Barra akan menyentuh madunya.
"Semoga dia bisa memberi kebahagiaan yang nggak bisa aku berikan sama kamu." Cindy tersenyum tipis. Dalam hati kecilnya masih bisa tersenyum membayangkan kebahagiaan suaminya yang suatu saat akan memiliki anak, meski dengan wanita lain.
"Hmm,," Hanya itu yang keluar dari mulut Barra. Dia tidak tau lagi harus bicara apa. Sudah lelah menyakinkan Cindy untuk tidak memaksanya menikah lagi, tapi Cindy tetap bersikeras dan mengancam akan mangajukan perceraian jika tidak menuruti keinginannya.
Barra menyelesaikan mandi lebih dulu. Meninggalkan Cindy yang masih diam di dalam bathtub.
Semua yang dilakukan oleh Barra dengan menikahi Yuna, semata-mata agar dia tidak kehilangan Cindy.
Bagi Barra, Cindy lebih berarti dari hadirnya seorang anak. Itu sebabnya dia tidak mempermasalahkan kekurangan Cindy. Hanya dengan hidup bersama Cindy saja sudah membuatnya bahagia.
...******...
3 hari tanpa kabar. Meski Yuna sudah menyimpan nomor ponsel Barra, selama 3 hari itu dia tidak punya niatan untuk menghubungi suaminya.
Padahal hari ini Mama Rena sudah diperbolehkan pulang. Seharusnya Yuna mengabari Barra, sesuai dengan apa yang diminta oleh Barra.
Tapi karna Yuna merasa jika pernikahannya hanya sebuah status, dia jadi segan untuk berkomunikasi dengan Barra.
Mama Rena menatap Yuna yang sedang memasukan barang-barang miliknya ke dalam tas.
Sejujurnya dia penasaran dengan keberadaan Barra dan kehidupan pernikahan putrinya yang terlihat tidak wajar.
Barra pergi sejak hari pertama pernikahan dan tidak muncul lagi sampai sekarang. Orang tua mana yang tidak curiga. Disaat pengantin baru pada umumnya akan memilih untuk saling berdekatan, Barra justru sudah disibukkan dengan pekerjaan.
Sesibuk itukah menantunya.? Sampai tidak bisa mengambil cuti walaupun hanya 1 atau 2 hari.
"Kamu sudah kasih tau Barra kalau hari ini Mama sudah boleh pulang.?"
Yuna langsung menoleh, bukannya menjawab, dia malah diam dan kebingungan harus mengatakan apa.
"Yuna.??" Tegur Mama Rena.
"Hah.?? Euumm i,,itu,,, Mas Barra masih ada kerjaan katanya. Tadinya dia yang mau jemput kita, tapi tadi siang kasih kabar kalau belum bisa kesini."
Yuna mengulas senyum. Bersandiwara didepan Mama Rena agar jawabannya meyakinkan.
Setelah itu pura-pura sibuk mengemasi barang lagi.
"Ya sudah kalau begitu." Mama Rena memilih untuk tidak membahasnya lagi. Entah kenapa feelingnya terlalu kuat mengenai hubungan Yuna dan Barra. Dia sangat yakin ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh anak dan menantunya.
Selesai membereskan barang-barang Mama Rena, Yuna membantu perawat menuntun Mama Rena untuk duduk di kursi roda.
"Terimakasih banyak Mba,," Ucap Yuna tulus.
"Sama-sama. Semoga lekas pulih." Balasannya.
"Aamiin, terimakasih sus."
Yuna bergegas mendorong kursi roda Mama Rena. Baru beberapa langkah, pintu kamar sudah terbuka. Sosok yang tadi di tanyakan oleh Mama Rena muncul dihadapan mereka.
"Kalian sudah siap.?" Tanya Barra. Menatap Yuna yang terlihat bingung.
Sementara itu, kehadiran Barra sedikit melunturkan kecurigaan Mama Rena.
"Kamu bilang Barra sedang banyak kerjaan jadi nggak bisa dateng, Yun,,," Mama Rena seolah meminta penjelasan dari Yuna.
"Euumm,,, itu,,,
"Iya, saya memang sudah bilang seperti itu sama Yuna. Tapi ternyata pekerjaan saja boleh diselesaikan di rumah." Barra sedikit mengangkat tas kerja yang dia pegang untuk menyakinkan ucapannya pada Mama mertuanya.
"Syukurlah,," Mama Rena tersenyum lega.
Barra berjalan mendekati mereka.
"Sini biar aku saja." Barra mengambil alih kursi roda Mama Rena.
Yuna yang masih dalam keadaan bingung, hanya menurut saja.
"Tolong bawakan." Barra menyodorkan tas miliknya pada Yuna.
"I,,iya,,," Ucapnya sembari mengambil tas Barra.
Barra jalan lebih dulu dengan mendorong kursi roda Mama Rena. Yuna berjalan di belakang mereka dengan ekspresi wajah yang masih bingung karna tiba-tiba Barra muncul di hadapannya setelah 3 hari tanpa kabar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Hikari_민윤기
SebeL aQ sama Barra...
alhamdulillah Barra yg itu nggk kek gitu...
2024-01-11
0
Lia Uhartina
up
2023-06-14
1
Fajar Ayu Kurniawati
.
2023-05-23
0