Setibanya di parkiran rumah sakit, Adora menyerahkan mobilnya ke satpam. Baru saja Adora memasuki ruangannya, Erika, temannya berteriak.
“Dokter, ada pasien gawat darurat!” teriak Erika.
“Segera siapkan ruang operasi! Siapkan gas anastesi dan alat sterilisasi!” titah Adora.
“Baik!” beberapa Perawat segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Adora.
Adora segera melihat kondisi pasien yang ternyata adalah korban penembakan. ‘Posisi pelurunya berada di perut bagian atas, tempat terdapatnya limpa, kita akan melakukan operasi langkah, splenektomi’, batin Adora.
Pasien segera dibawah ke UGD. Para Perawat di sana segera melakukan operasi penyelamatan, mereka dibawah arahan Adora, si Dokter bertalenta.
“Pelurunya menembus limpa dan limpa adalah organ tubuh yang banyak terdapat pembuluh darah, pasti pelurunya sudah menembus pembuluh darah, kita harus memotong limpa nya,” tutur Adora.
“Kita harus menghentikan pendarahan di dalam limpa nya,” seru seorang Perawat.
“Limpa itu letaknya yang paling jauh di dalam bagian rongga perut. Lalu bagaimana dengan lambung, pankreas, dan usus, Dokter?” tanya yang lainnya.
“Pertama-tama membedah ligamen yang menopang limpa, setelah itu cukup memutar posisi limpa nya,” jawab Adora dengan mantap.
‘Sebelum dilakukan penanganan, presentase kematiannya adalah 100 %, ini merupakan kasus serius yang tidak mudah bagi seorang dokter, saat melihat kondisinya, setidaknya kerusakannya ini sudah dalam kerusakan level 5, pasien ini bisa kehilangan nyawa jika melenceng sedikit saja’. Adora bergelut dengan batinnya.
“Ayo lakukan dengan baik!” seru Adora dengan semangat.
“Baik,” balas yang lain yang juga ikut semangat.
“Open,” seru Adora.
Gadis itu mulai membedah bagian perut, darah segar muncrat dari situ. Pendarahannya sangat parah dan harus diselesaikan secepat mungkin, pertama-tama harus memperjelas jangkauan penglihatan.
“Harus cepat menghentikan bagian yang pendarahan! Perawat Randy tolong tekan dengan perban, lalu Perawat Megan, tolong miringkan usus besar dan lambung ke atas! Beri perban sebanyak mungkin. Perawat Randy tolong lap darahnya,” ujar Adora memberi instruksi.
“Perawat Megan, tolong miringkan sedikit lambung dan usus ke arah sini dengan alat besi ini. Lalu angkat tulang rusuknya ke arah bawah.”
Sarung tangan yang tadinya putih kini penuh dengan bercak darah segar yang keluar dari tubuh pasien.
‘Limpanya mulai memperlihatkan diri!’ Batin ketiga dokter bedah itu bersamaan.
“Bagaimana selanjutnya, Dokter Adora?” tanya Randy.
“Kita akan memotong limpanya kalau melepas organ disekitarnya, terutama bagian ujung pankreas yang berhubungan dengan lambung dan usus, lalu memisahkan limpanya akan bisa dikendalikan,” jawab Adora. “Ayo mulai!”
“Perawat Megan, tolong pegang ini dan tekan limpa dengan perban, sebisa mungkin hentikan pendarahannya,” seru Adora.
“Pelepasan dimulai!” timpal dokter Randy.
Suasana di dalam ruang operasi terasa begitu mencekam apalagi ketiga tim medis di situ begitu serius melakukan tugas mereka. Beberapa saat kemudian pelapasan yang telah mereka lakukan kini selesai.
“Tie!” seru Adora.
“Sudah selesai, kita sudah berkerja keras,” ucap Megan membuat kedua rekannya mengangguk.
“Karena limpanya sudah dipotong dengan rapi, jadi pasien tinggal dirawat intensif, jahit bagian perutnya lalu lakukan dressing dan tambah cairan yang kurang infus,” ucap Adora.
“Baik!” balas kedua rekannya.
Mereka mulai menjahit bagian tubuh yang telah dibedah saat operasi berjalan. Akhirnya operasi benar-benar selesai dengan korban yang terselamatkan. Adora mulai mengganti seragam bedahnya lalu keluar dari ruang operasi menemui keluarga pasien. Tampaknya keluarga pasien sangat cemas akan keadaan pasien.
“Apa sekarang suamiku baik-baik saja?” tanya istri pasien dengan wajah campur aduk.
“Iya, walaupun kondisinya masih kurang baik, tapi operasinya berjalan lancar. Tapi, kedepannya harus diperhatikan karena rentan terhadap penyakit menular,” jawab Adora sopan.
“Terima kasih, Dokter,” ucap si istri menjabat tangan Adora.
Adora tersenyum lalu pamit pergi karena masih ada pekerjaan lain yang menungunya untuk diselesaikan.
****
“Berhenti kalian!” teriak seorang gadis kecil dengan angkuh.
Orang yang diteriakinya tak merespon dan terus berjalan, karena kesal ia berlari menghampiri mereka. Hal itu membuat ia terjatuh dengan tak elit di atas lantai yang dingin.
Seorang gadis lainnya berbalik dan mengulurkan tangannya hendak membantu anak yang terjatuh. Namun, gadis yang terjatuh sangat kesal dan menepis tangan yang diulurkan padanya.
“Jangan berpura-pura di depanku!” teriaknya penuh amarah.
Gadis tadi mengedikan bahu acuh. “Apa lagi kali ini?”
“Thalia, aku tak percaya bahwa nilaimu lebih tinggi dariku! Aku yakin kau pasti berbuat curang, ‘kan?” tuding gadis itu pada Thania.
“Jaga bicaramu, Zelleine! Adikku tidak mungkin berbuat curang, lagi pula bukankah ini salahmu sendiri karena tidak serius belajar,” bela Thalita.
“Hmph, ya benar kata Kakak, Lia tidak mungkin berbuat curang, kau tak tahu saja bahwa Adikku selalu menempel pada buku, hal itu sudah membuktikan bahwa Lia pantas mendapat nilai lebih tinggi darimu,” timpal Thania.
“Kalian! Hng,” karena merasa malu gadis itu pun pergi meninggalkan si kembar.
“Haah..., sudahlah ayo pergi,” ajak Thalita pada kedua Adik kembarnya.
“Baiklak, Kak,” balas keduanya serentak.
Beginilah kehidupan sekolaha si kembar, mereka selalu diejek dan dihina karena rasa iri dan dengki. Namun, mereka diajarkan untuk tak memperdulikan hal itu, seiring waktu mereka mulai terbiasa dengan perlakuan tak mengenakkan itu.
Anak-anak lain juga menjauhi mereka dengan alasan takut jika mereka terkena imbasnya. Pernah terbersit rasa untuk berteman baik dengan anak-anak lain, tapi siapa yang mau mendekati mereka.
“Mama!” teriak Thania ketika melihat nyonya Emily yang sudah menunggu di depan gerbang sekolah.
“Hati-hati, Nia,” nasehat sang ibu.
“Maafkan Nia, Mama,” mereka diajarkan untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan.
“Tidak apa-apa, bagaimana sekolah kalian hari ini?” tanya nyonya Emily.
Thalita selaku yang tertua menjawab, “sangat baik, Mama. Bahkan tadi saat ulangan, Lia mendapat nilai tertinggi di kelas.”
“Waah, kalian sudah bekerja keras hari ini, menu apa yang kalian inginkan saat makan malam, hmm?”
“Hmm, apa yang harus kami pilih?” tanya ketiganya kompak.
Nyonya Emily menggelengkan kepala melihat kekompakan ketiga Putrinya. “Ayo masuk ke mobil,” ajak beliau.
Mereka pun masuk ke dalam mobil, karena kelelahan mereka tertidur dengan nyenyaknya. Nyonya Emily tersenyum melihat ketiga putrinya yang tampak cantik sama seperti kakak mereka, Adora.
Selama setengah jam melaju di jalanan akhirnya mereka sampai di rumah. Di halaman depan tampak sebuah mobil berwarna biru tua, nyonya Emily tahu siapa yang datang ke rumah hari ini.
“Anak-anak, ayo bangun,” panggilnya lembut pada si kembar.
“Eghh,” lenguh Thalia.
“Apakah sudah sampai, Mama?” tanya Thania.
“Iya, kalian bersiap-siap saja untuk makan siang,” suruh nyonya Emily.
Lantas tiga anak kembar itu segera mematuhi ucapan sang mama. Nyonya Emily juga masuk ke dalam rumah dan menemukan dua orang gadis sedang mengobrol dengan santai.
“Bella, kenapa tak memberi tahu bibi jika kau akan pulang?” tanya nyonya Emily.
Gadis yang disebut Bella itu memeluk mama dari sahabatnya untuk melepas kerinduannya yang telah lama tertampung di hatinya.
“Aku ingin membuat kejutan untuk kalian semua, Adora saja tidak tahu bahwa aku akan pulang,” jawabnya dalam keadaan masih memeluk nyonya Emily.
“Yang penting kau sampai dengan selamat,” nyonya Emily melepas pelukan itu dan menampung pipi Bella di kedua tangannya. “Kau tampak gemuk.”
“Hahaha,” Adora yang mendengar pujian sekaligus ejekan untuk sahabatnya itu tertawa.
“Bibi,” Bella menghentakan kakinya dengan kasar.
Nyonya Emily menyuruh agar Bella kembali duduk. “Baiklah, kau semakin cantik saja. Bagaimana karirmu di industri hiburan?”
“Namaku menjadi pencarian teratas, bukankah itu mengagumkan? Aku ini sangat multitalenta,” jawab Brian sambil memuji dirinya sendiri.
“Baguslah, kalian berbincanglah, mama akan menyiapkan makan siang,” ujar nyonya Emily.
“Baiklah,” jawab kedua gadis itu.
Tiba-tiba saja, “Bella!” teriak seseorang lalu memeluk Bella.
“Lepaskan aku!” teriak Bella meronta-ronta.
“Aku sangat merindukanmu, hiks... hiks...,” gadis yang sering dipanggil Athena itu memainkan drama kesedihannya.
Adora segera melerai keduanya sebelum telinganya dipenuhi dengan ocehan kedua orang itu.
“Sudah cukup, Athena. Kau bisa saja memancing amarah Bella,” ucap Adora.
“Baiklah,” akhirnya Athena menyerah dan duduk anteng di sofa.
Arabella Catalina Ramona dan Athena Catalina Ramona, dua anak kembar yang memiliki wajah sama persis dan hampir tak dikenali mana Arabella dan mana Athena. Bella lebih tua lima menit dari Athena, keduanya lahir di Meksiko.
Bella baru saja pulang dari Australia setelah menjadi Artis terkenal di sana selama empat tahun, sedangkan Athena yang berbeda dari kakaknya memilih menjadi seorang Pengusaha dari perusahaan kosmetik di California.
Ditakdirkan kembar bukan berarti keduanya mempunyai sifat yang sama. Bella lebih anggun sedangkan Athena sangat bar-bar.
“Kurang satu orang lagi,” ucap Adora cemberut.
“Ah, benar! dimana Adeeva?” tanya Bella.
“Di sini,” gadis lain menyahut membuat mereka terkejut.
Di samping Adora sudah duduk seorang gadis muslimah dengan stylenya yang tak kalah keren dengan ketiga gadis lainnya. Dialah Sarah Adeeva, gadis blasteran Arab-Amerika itu adalah satu dari tiga sahabat Adora.
Walau berbeda agama, Adora, Bella, dan Athena sangat menyukai Adeeva. Ia menjadi yang paling dewasa diantara mereka. Adeeva berprofesi sebagai seorang Pilot.
“Adeeva!” seru ketiga sahabatnya memeluk Adeeva.
“Lepaskan aku,” suruh Adeeva garang. Lantas ketiga sahabatnya melepas pelukan mereka sebelum Adeeva kesal.
“Kapan kau di sini? aku tak dengar kau mengucapkan salam?” tanya Athena mengiterogasi.
Adeeva mendelik kesal, “Hng! aku sudah ada di sini sejak Bella dan Athena saling melepas rindu, dan juga aku juga sudah mengucap salam tapi hanya bibi yang dengar.”
“Utututu, kasihan sekali Adeeva-ku,” ucap Adora mencubit pipi Adeeva dengan kasar.
“Hish, aku tidak suka diperlakukan seperti itu,” Adeeva menepis tangan Adora kasar.
Drap... drap... drap
Terdengar beberapa orang berlari kesetanan, saat para gadis itu menoleh, yang mereka dapati adalah tiga anak manis yang menatap mereka dengan antusias.
“Si manis-ku sudah besar,” ujar Bella.
“Waa, kak Bella sudah lama tidak melihatmu.”
“Akhirnya setelah penantianku dalam empat tahun membuahkan hasil.”
“Aku senang sekali bisa bertemu denganmu lagi, kak.”
Ucap mereka dengan mata berbinar setelah sekian lama menantikan kepulangan Bella, idola mereka. Si Kembar segera mengerubungi Bella dan melontarkan banyak pertanyaan sampai-sampai Bella saja tak mampu menjawabnya.
“Makanannya sudah selesai, ayo ke sini!” teriak nyonya Emily dari arah dapur.
Mendengar kata makanan, Athena segera berlomba bersama Thania, keduanya adalah fans fanatik makanan. Beberapa orang lainnya hanya mendengus melihat aksi keduanya lalu menyusul ke ruang makan atau tidak wanita parubaya di dalam sana menceramahi mereka panjang lebar.
“Apakah papa akan makan siang bersama kita?” tanya Adora menatap mamanya.
“Tentu saja, sayang, aku sudah mengatakan padanya tadi bahwa Bella sudah pulang, dia sangat senang dan akan merayakan kepulangan Bella,” jawab nyonya Emily pada putri sulungnya.
“Paman memang seperti itu,” Adeeva menjeda ucapannya sebentar. “Selalu menganggap kami putrinya, aku sangat senang.”
“Tentu saja, kalian adalah sahabat Adora sejak kecil,” tukas nyonya Emily dengan senyumannya yang teduh.
“Papa pulang!” teriak tuan Gerry dari pintu utama.
Tuan Gerry segera mencuci tangan dan bergabung bersama keluarganya di meja makan. Ritual makan siang yang damai dan penuh canda tawa pun berjalan lancar.
“Hmm... sudah pukul 12.06,” gumam Adeeva yang menatap jam tangan di pergelangan tangannya.
Adora yang sedang mengangkat piring kotor menyenggol bahu Adeeva seakan bertanya ada apa? Namun, ketika ia melihat ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul 12.06, ia mengerti.
“Pergilah, biar kami yang membereskan ini semua,” titah Bella yang muncul tiba-tiba.
“Astagfirullah, Bella kau ini!”
“Dasar Bella!”
“Hehe, maafkan aku,” Bella meminta maaf karena sudah mengejutkan Adora dan Adeeva.
“Cepatlah, sudah waktu dzuhur, apakah kau akan meninggalkan kewajibanmu sebagai seorang muslim?” tanya Athena.
“Tidaklah!” jawab Adeeva tegas. “Kalau begitu maafkan aku karena merepotkan kalian.”
“Tidak apa-apa,” jawab ketiganya kompak.
“Seperti biasa ‘kan?” tanya Adeeva.
“Iya,” jawab Adora.
Setiap sahabat Adora menginap di sini, mereka akan berbagi kamar. Adora dan Adeeva sekamar sedangkan Bella dan Athena sekamar, kadang juga mereka sering tidur di ruang keluarga jika terlalu kelelahan ketika pulang sekolah.
Setelah menyelesaikan tugas mereka, ketiganya berjalan menuju ke ruang keluarga yang sunyi sepi karena si kembar sudah tidur sedangkan tuan Gerry dan nyonya Emily harus pergi karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan.
“Aku ingin menceritakan sesuatu pada kalian,” ujar Adora membukan pembicaraan.
Athena menoleh dengan wajah penasaran. “Apa itu?”
“Tunggulah sebentar sampai Adeeva selesai sholat,” jawab Adora.
Mendengar hal itu, Bella menatap sinis adiknya sambil mulutnya terus mengunyah snack yang tadi ia bawah dari dapur. Athena menyadari hal itu dan balas menatap garang sang kakak.
“Apa kau sudah berani padaku?!” tanya Bella sarkas.
“Kau hanya beda lima menit dariku? lima menit! paham?!” balas Athena tak kalah sarkas.
“Aku akan lapor pada ayah dan ibu kalau anak bungsu mereka sudah mulai menentang kakaknya,” ancam Bella.
“Kau pikir aku takut?! tidak, laporkan saja,” Athena dengan angkuhnya berkata seperti itu.
Bella yang tak mau kalah pun membalas, “Aku akan berhenti menjadi model brand ambassador produkmu!”
“Aku masih punya banyak model selain kakak jahat sepertimu.”
“Hng!” keduanya memalingkan wajah dengan arah berlawanan.
Adora yang sedari tadi diam menyaksikan pertengkaran dua anak kembar itu pun angkat suara. “Bisakah aku tenang sehari saja?”
“Maafkan kami, Adora,” keduanya memang seperti itu, tak malu untuk meminta maaf jika dirasanya mereka salah.
“Ya,” balas Adora yang sudah bosan menanggapi keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments