Chapter 2: Desire that made this World on Fire

Yang semula aku melayang beberapa centimeter di udara, kini aku terjatuh secara perlahan kembali keatas tanah, namun di tempat yang benar-benar berbeda. Selama beberapa saat aku membeku di tempat, aku masih tidak percaya kalau ini nyata.

.

.

.

Sang Dewa memindahkan Archen ke sebuah jalan dimana di samping kanan dan kirinya terdapat lahan pertanian gandum yang sangat luas, jalan ini agak sepi dengan hanya beberapa kereta kuda saja yang berlalu-lalang.

Siapa yang tidak bingung pada situasi ini? begitulah juga yang dialami Archen, baru lah dia mengingat apa yang dirinya pikirkan beberapa saat yang lalu, soal menguasai dunia yang merupakan hobinya dalam game juga.

"Ehem! sebelum itu, mari kita nikmati dulu dunia fantasi ini,"

Ia berjalan menyusuri jalan ditengah lahan gandum yang luas itu, sembari berpikir atas fantasi yang ada pada mimpinya semalam yang kini menjadi kenyataan

"Ah! Mungkin itu sebuah pengelihatan ya?!" Katanya berbicara sendiri dengan semangat

Sebelumnya, dia bermimpi tentang dirinya yang dikerubungi banyak wanita cantik dari berbagai ras. Archen sangat berharap untuk dapat mewujudkannya disini, jadi dia ingin segera menemukan kota

Akan tetapi semakin lama dia berjalan, semakin luas pula ladang gandum di samping kanan dan kirinya. Dia mulai berjalan tidak beraturan karena sudah kehilangan semangat dan staminanya

"Bukankah seharusnya aku memiliki sebuah status yang kuat?! Apa-apaan stamina seorang neet ini?" dia mengutuk dirinya sendiri

sembari terus mengoceh, Archen melanjutkan jalannya, ia bahkan sudah tidak lagi menatap lurus ke depan karena sinar matahari membuat matanya sakit. dia melihat kearah kakinya, mencegah matanya terkena sinar matahari langsung

Tapi apapun yang dia lakukan saat ini tentu tidaklah cukup untuk menghilangkan panasnya matahari yang menjadi masalah utama bagi Archen. Sudah dua jam dirinya berjalan tanpa melihat objek selain gandum yang selalu menyertainya selama datang ke dunia ini

"Arggh!! Aku sudah muak! Ada apa dengan dunia fantasi ini?!"

ketika berteriak inilah Archen juga pada akhirnya kembali menatap kedepan, dan disana terdapat sebuah pos yang nampak seperti tempat istirahat. Oleh karena itu Archen berlari dan segera berteduh dibawah pos kecil disamping jalan tersebut

Napasnya sangat berat, keringatnya keluar deras dari sekujur tubuhnya, pandangannya menjadi buram akibat terkena sinar matahari terlalu lama. Benar-benar pengalaman pertama dan buruk baginya

Selama beberapa saat Archen duduk diam memikirkan apa yang dirinya rencanakan tadi, ia bahkan tidak sadar sama sekali bahwa ada sebuah kereta kuda yang berhenti didepan pos tersebut

Seorang pria paruh baya turun dari kereta itu, nampaknya dia adalah sendirian ingin mengantar beberapa hasil panen ke kota terdekat

"Anak muda, ini hari yang panas ya...."

Archen sontak terkejut karena sejak tadi dia masih melamun memikirkan masa depannya.

"Y-ya...." jawabnya gugup

Kakek itu tertawa dan mengingat masa mudanya, dia mulai bercerita bahwa pada masa mudanya dulu dirinya sangat senang karena dapat menjadi seorang petani di negara itu

Cuaca yang hangat membuat negara itu makmur dalam segala bidang. Semua pekerjaan menjadi lebih mudah sehingga banyak juga lowongan pekerjaan yang ada

"Dahulu menjadi petani bukanlah hal yang sulit, tetapi sekarang sudah lain lagi ceritanya," katanya

Archen terus menatapnya, mendengarkan ceritanya sembari memahami sebenarnya apa yang terjadi pada dunia fantasi ini.

Negara bangkit dan hancur seperti halnya kastil pasir di tepi pantai. Setiap kali sebuah sesuatu berjaya, yang lain melihatnya dengan penuh iri dan menginginkan kejayaan ini untuk diri mereka sendiri, negara juga seperti itu

Peperangan berkobar di seluruh dunia guna merampas kejayaan dan kemakmuran tersebut, yang menjadi target utama tentu adalah negara dengan tingkat kemakmuran tinggi seperti negara tempat Archen berada sekarang

Akibatnya perang sudah berlangsung selama 17 tahun lamanya dan akan terus ada hingga entah kapan, hingga manusia terakhir dikerahkan mungkin. Banyak sekali sumber daya yang terkuras untuk perang ini, memaksa para petani dan pekerjaan serupa untuk bekerja lebih keras dengan hasil yang jauh dari kata normal

"Tanpa mempertimbangkan kalau perang membuat udara menjadi terlalu panas untuk menanam sesuatu, banyak tumbuhan yang mengalami gagal panen dan mereka masih menuntut harga murah untuknya," lanjut keluh nya

Kakek itu bercerita sambil mengipasi dirinya sendiri menggunakan topi jerami yang ia pakai

"Meskipun pemerintah terus mengeluarkan surat kabar perihal kemenangan di banyak pertempuran, tapi semua orang tahu bahwa perang ini adalah sesuatu yang tidak dapat kami menangkan," lanjutnya lagi

Dan sepertinya apa yang kakek ini ceritakan memang benar adanya. Karena kemakmuran negara ini, ada 4 negara di 3 front yang berbeda, ingin merebut kemakmuran itu

Negara ini membagi tiga pasukannya ke masing-masing front yang berbeda dan meski begitu mereka dapat bertahan selama 17 tahun ini

saat mendengar cerita itu, Archen punya ide

"Kek, biarkan aku membantumu," kata Archen

Archen hanya ingin menumpang untuk dapat pergi ke kota tanpa berjalan lagi, tapi dia tidak mau meminta bantuan begitu saja

"Baiklah anak muda, naiklah ke belakang," jawab sang kakek

Mereka melanjutkan perjalanan ke tujuan yang sama dimana Archen tidak tahu sama sekali, tapi yang pasti adalah mereka sedang menuju kota

Perjalanan ke kota tujuan rupanya memakan banyak waktu menggunakan kereta kuda ini, sekitar 5 jam untuk sampai ke gerbang kota. Archen yang memang sangat kelelahan itu pun tertidur diatas jerami dibelakang kereta kuda, jadi sang kakek membangunkannya

"Anak muda, kita hampir sampai," kata sang kakek, mengagetkan Archen

"Hwahh....!"

Archen menguap dan dengan mata yang setengah terturup itu dia melihat ke depan. Nampak sebuah kota yang cukup besar sedang mereka tuju, ini adalah tujuan akhir kakek tersebut

"Baiklah anak muda, saatnya bekerja,"

"Ah sial....."

Pekerjaan yang menggunakan kekuatan sangat tidak cocok untuk Archen. Karena kemampuannya sama seperti pada dunia sebelumnya, dia tidak dapat melakukan pekerjaan berat. Mulutnya hanya asal berbicara untuk dapat tumpangan kesana.

Namun apa yang dia tabur harus dia tuai, dengan susah payah dirinya mengangkat karung demi karung hasil panen kakek tersebut

"ah..... ini sangat berat...." kata Archen setelah hanya menurunkan dua karung

Sang kakek hanya tertawa, dia juga menjelaskan bahwa inilah perbedaannya masa muda dulu dengan Archen. Kakek itu bersikap sangat baik pada Archen seperti pada cucunya sendiri

Bahkan setelah selesai melakukan sedikit pekerjaan di kota, ia membayar Archen dengan beberapa lembar kertas bertuliskan angka 2 sebanyak lima lembar. Padahal bantuan Archen tidak berarti apapun

Setelah berterimakasih, Archen meminta pertolongan terakhir kepada sang kakek

"Tolong jelaskan mengenai kota ini," sebelum dia pergi

Sang kakek tentunya cukup terkejut, karena rupanya jalan sebelumnya adalah jalan untuk menuju kota ini, jadi dia menyadari kalau Archen berjalan tanpa tujuan saat itu

Kakek itu berusaha menjelaskan sedetail mungkin

Kota ini bernama Riga, salah satu kota pesisir di Utara yang memiliki ekonomi cukup baik. Kakek itu sering menjual hasil panennya di kota ini karena disinilah harga terbaik yang dapat ia terima diantara kota-kota terdekat lainnya

Archen dapat memahami perkataan kakek itu dengan mudah, dirinya segera berterimakasih untuk yang kedua kalinya sebelum bertanya lagi yang membuat sang kakek kali ini sangat terkejut mendengar pertantaannya

"Eto.... apa nama negara ini?" tanya Archen

"A-anak muda, apa kamu kehilangan ingatanmu? Atau jangan-jangan panas matahari yang menghilangkannya?" kata kakek itu khawatir

Namun Archen menatap kakek itu serius, dan melihatnya membuat Kakek tidak bertanya lebih jauh dan menjawab pertanyaan Archen.

Germanica, sebuah negeri yang berada di tengah berdua dan diapit empat negara besar di segala mata angin, serta beberapa negara kecil lainnya. Lokasinya membuat cuaca disana tidak terlalu dingin, tetapi juga membuat negara sekitarnya iri

Faktanya dari semua tetangga Germanica, hanya satu yang tidak bergabung dalam aliansi untuk melawan Germanica

Pertama ada Francia di Barat, kerajaan tua yang berdiri kokoh selama ratusan tahun. Kedua ada Dacia di Utara, menghantui perbatasan Germanica. Yang ketiga adalah yang paling serius yakni Federasi Nonna di Timur

Mereka memiliki luas wilayah paling besar begitu juga dengan kekuatan militer berdasarkan personir, tapi negara itu belum stabil karena merupakan negara baru yang berdiri dibawah seorang diktator kejam

Satu lagi adalah Kerajaan Britannia, meski tidak memiliki perbatasan langsung namun angkatan laut Britania adalah yang terkuat dari semuanya, hal ini membuat Germanica tidak bisa melakukan perdagangan dengan baik dengan dunia luar.

"Begitu rupanya.... kalau begitu sekali lagi aku berterimakasih," kata Archen untuk yang ketiga kalinya

Kali ini dia menunduk kepada sang kakek, membuatnya lagi-lagi tertawa dan segera pergi meninggalkan Archen karena urusan mereka telah selesai

Archen melihat kereta kuda sang kakek pergi menjauh dan tak lagi terlihat diantara luasnya lahan gandum.

Setelah kepergian sang kakek ini, Archen berjalan-jalan di sekitar kota Riga. Yang ia pikirkan adalah ramainya kota itu bahkan nampak dari setiap sudutnya, meski perang berkobar pun beberapa kota masih dapat memiliki Kemauan hidup yang tinggi di Dunia Dalam Api ini.

Setelah berkeliling kesana kemari, ada satu yang Archen pahami,

"Sepertinya, ini bukan dunia fantasi yang ada dalam mimpiku,"

Archen mengambil napas dalam-dalam dan melepaskannya yang diiringi nada putus asa, tanpa sadar matahari sudah berada diatas kepalanya lagi. Hari itu tidak jauh berbeda dengan kemarin, hanya ada panas

Karena terik matahari yang sama, Archen kembali berjalan tidak jelas dan hanya bisa menatap kakinya lagi untuk menghindari sinar

Archen tak menyadari adanya suara gelombang yang terpecah akan sebuah benda yang mendekat, dan itu adalah sebuah kapal perang yang akan berlabuh di dermaga tersebut

Saat jarak kapal sudah sangat dekat dengan dirinya, Archen baru melihat ke samping kanan dan berteriak terkejut melihat kapal yang sangat besar didepan matanya. Ia menyangka bahwa kapal itu akan menabraknya padahal kapalnya sudah berhenti

Di samping dermaga, turunlah kru dari kapal tersebut menggunakan sebuah tangga. Mereka mulai mendirikan sebuah tenda di salah satu dermaga, didepan tenda itu mereka pasangi sebuah papan bertuliskan, "Perekrutan Awak Kapal"

"Hah? Memangnya ini tahun berapa?!"

Episodes
1 Chapter 1: An Offer To Take, A Decision To Make
2 Chapter 2: Desire that made this World on Fire
3 Chapter 3: The Only Ones who Have Enemy is a Nation
4 Chapter 4: There's reason why
5 Chapter 5: Luck! a little bit of Miracle.... but mostly Luck!!
6 Chapter 6: Back to School?
7 Chapter 7: They say its Reckless, I saw its a Thermopylae on the Seas
8 Chapter 8: New Enemy Beyond the Horizon
9 Chapter 9: What a Hell of a Shot
10 Chapter 10: Downgrade
11 Chapter 11: Sound of the Game Changer
12 Chapter 12: The End and Another Beginning
13 Chapter 13: Exactly The Same
14 Chapter 14: The Demon for Us All
15 Chapter 15: Back to where I Belong
16 Chapter 16: Fifteen Started, Eighty Returned
17 Chapter 17: D-Day
18 Chapter 18: Cowards
19 Chapter 19: Resolute Resolution
20 Chapter 20: An Empire to Lead
21 Chapter 21: Wind of Change
22 Chapter 22: Blow ye Wind Easterly
23 Chapter 23: With one Way or Another
24 Chapter 24: The Empire, long Divided, must United
25 Chapter 25: Ain't No One can Expected this
26 Volume 2 : Like A Dream
27 Chapter 26: That Fantasy Dream of Mine
28 Chapter 27: Magic, Mana, and all Around it
29 Chapter 28: Until Death do us Part
30 Chapter 29: Wonderland's Shadow
31 Chapter 30: A Legacy to Last the Ages
32 Chapter 31: Until, in God's Good Time
33 Chapter 32: Third Piece of Eleven
34 Chapter 33: I Beg your Pardon
35 Chapter 34: How can man Die better than Facing its Fearful Odds?
36 Chapter 35: Those who Never change their Mind, Never change Anything
37 Chapter 36: Im but your Humble Servant
38 Chapter (-) : We have come Far
39 Chapter (-) : When the Colours Fade
40 Chapter (-) : Matter of Manner
41 Chapter (-) : Door into the Dark Room
42 Chapter (-) : Prima Causa
43 Chapter (-) : Green Light
44 Chapter (-) : Deal with the Devil
45 Chapter (-) : Resetting the World
46 Chapter 37: Spare no Effort
47 Chapter 38: One Step at a Time
48 Chapter 39: Deafening Silence
49 Chapter 40: Winning and Ruling aren't the Same
50 Chapter 41: We Shall Never Surrender!
51 Chapter 42: Shot Heard 'Round The World
52 Chapter 43: Superpower's Greatest Enemy
53 Chapter 44: There's no Trick, Unless you Saw it
54 Chapter 45: Death Before Disarmament? Granted.
55 Chapter 46: Pride that result in Betrayal
56 Chapter 47: Show of Strength
57 Chapter 48: Ex Terra, Scienta
58 Chapter 49: Divide and Conquer
59 Chapter 50: Engines of War
60 Chapter 51: One Small Step for Great Journey of Ours
61 Chapter 52: Every War is Different, Every War is the Same
62 Chapter 53: Painfully Slow
63 Chapter 54: Gathering the Storm
64 Chapter 55: The Backwater of Yesterday, The Superpower of Tomorrow
65 Chapter 56: Grand Battleplan
66 Chapter 57: War is Hell
67 Chapter 58: Death is like The Winter's Chill
68 Chapter 59: Hence The Battle Start
69 Chapter 60: Fortune Favors The Bold
70 Chapter 61: Alea Iacta Est
71 Chapter 62: Fish Looking for the Ocean
72 Volume 3: Brightest Continent
73 Chapter 63: Shrimp Among Whales
74 Chapter 64: Si Vis Pacem, Para Bellum
75 Chapter 65: Wind and the Waves, Roaring in Angry Rages
76 Chapter 66: Quatrain of Seven Steps
77 Chapter 67: The Dragon and The Lion
78 Chapter 68: Place in The Sun
79 Chapter 69: Those Kingdom, They not more than a Sand Castle
80 Chapter 70: You can't Reason with a Tiger when your Head is in it's Mouth
81 Chapter 71: Conquer We Must, As Conquer We Shall
82 Chapter 72: For Without Victory, There Can Be No Survival
83 Chapter 73: Shameless Warrior, Great General
84 Chapter 74: Nobody Wants to Die a Hero's Death
85 Chapter 75: No More Autarky Soon
86 Chapter 76: What're a Sons of Men, But as Leaves that Drop at the Wind's Breath
87 Chapter 77: This But a Scratch
88 Chapter 78: Blood, Toil, Tears, and Sweat
89 Chapter 79: One Cannot Fight With Empty War Chest
90 Chapter 80: Ich Hab Die Nacht Geträumet
91 Chapter 81: He Travel The Fastest Who Travel Alone
92 Chapter 82: In The Footsteps of Great Men
93 Chapter 83: A House Divided Against Itself Cannot Stand
94 Chapter 84: There's no Shame in Deterrence
95 Chapter 85: Word to The Wise
96 Chapter 86: Someone From History
97 Chapter 87: Ah, Those Brave Souls...
98 Chapter 88: If You're Going Through Hell, Keep Going!
99 Chapter 89: Down to Gehenna or Up to The Throne
100 Chapter 90: Living at The Point of a Gun
101 Chapter 91: Above the Clouds
102 Chapter 92: In a Moment of Weakness We Stumbled, But Will Not Falter
103 Chapter 93: A Breakthrough Maybe
104 Chapter 94: Worst Scenario
105 Chapter 95: If Nothing is Impossible, One Knows no Limit
106 Chapter 96: If One Knows no Limit, One may Rule an Empire Someday
Episodes

Updated 106 Episodes

1
Chapter 1: An Offer To Take, A Decision To Make
2
Chapter 2: Desire that made this World on Fire
3
Chapter 3: The Only Ones who Have Enemy is a Nation
4
Chapter 4: There's reason why
5
Chapter 5: Luck! a little bit of Miracle.... but mostly Luck!!
6
Chapter 6: Back to School?
7
Chapter 7: They say its Reckless, I saw its a Thermopylae on the Seas
8
Chapter 8: New Enemy Beyond the Horizon
9
Chapter 9: What a Hell of a Shot
10
Chapter 10: Downgrade
11
Chapter 11: Sound of the Game Changer
12
Chapter 12: The End and Another Beginning
13
Chapter 13: Exactly The Same
14
Chapter 14: The Demon for Us All
15
Chapter 15: Back to where I Belong
16
Chapter 16: Fifteen Started, Eighty Returned
17
Chapter 17: D-Day
18
Chapter 18: Cowards
19
Chapter 19: Resolute Resolution
20
Chapter 20: An Empire to Lead
21
Chapter 21: Wind of Change
22
Chapter 22: Blow ye Wind Easterly
23
Chapter 23: With one Way or Another
24
Chapter 24: The Empire, long Divided, must United
25
Chapter 25: Ain't No One can Expected this
26
Volume 2 : Like A Dream
27
Chapter 26: That Fantasy Dream of Mine
28
Chapter 27: Magic, Mana, and all Around it
29
Chapter 28: Until Death do us Part
30
Chapter 29: Wonderland's Shadow
31
Chapter 30: A Legacy to Last the Ages
32
Chapter 31: Until, in God's Good Time
33
Chapter 32: Third Piece of Eleven
34
Chapter 33: I Beg your Pardon
35
Chapter 34: How can man Die better than Facing its Fearful Odds?
36
Chapter 35: Those who Never change their Mind, Never change Anything
37
Chapter 36: Im but your Humble Servant
38
Chapter (-) : We have come Far
39
Chapter (-) : When the Colours Fade
40
Chapter (-) : Matter of Manner
41
Chapter (-) : Door into the Dark Room
42
Chapter (-) : Prima Causa
43
Chapter (-) : Green Light
44
Chapter (-) : Deal with the Devil
45
Chapter (-) : Resetting the World
46
Chapter 37: Spare no Effort
47
Chapter 38: One Step at a Time
48
Chapter 39: Deafening Silence
49
Chapter 40: Winning and Ruling aren't the Same
50
Chapter 41: We Shall Never Surrender!
51
Chapter 42: Shot Heard 'Round The World
52
Chapter 43: Superpower's Greatest Enemy
53
Chapter 44: There's no Trick, Unless you Saw it
54
Chapter 45: Death Before Disarmament? Granted.
55
Chapter 46: Pride that result in Betrayal
56
Chapter 47: Show of Strength
57
Chapter 48: Ex Terra, Scienta
58
Chapter 49: Divide and Conquer
59
Chapter 50: Engines of War
60
Chapter 51: One Small Step for Great Journey of Ours
61
Chapter 52: Every War is Different, Every War is the Same
62
Chapter 53: Painfully Slow
63
Chapter 54: Gathering the Storm
64
Chapter 55: The Backwater of Yesterday, The Superpower of Tomorrow
65
Chapter 56: Grand Battleplan
66
Chapter 57: War is Hell
67
Chapter 58: Death is like The Winter's Chill
68
Chapter 59: Hence The Battle Start
69
Chapter 60: Fortune Favors The Bold
70
Chapter 61: Alea Iacta Est
71
Chapter 62: Fish Looking for the Ocean
72
Volume 3: Brightest Continent
73
Chapter 63: Shrimp Among Whales
74
Chapter 64: Si Vis Pacem, Para Bellum
75
Chapter 65: Wind and the Waves, Roaring in Angry Rages
76
Chapter 66: Quatrain of Seven Steps
77
Chapter 67: The Dragon and The Lion
78
Chapter 68: Place in The Sun
79
Chapter 69: Those Kingdom, They not more than a Sand Castle
80
Chapter 70: You can't Reason with a Tiger when your Head is in it's Mouth
81
Chapter 71: Conquer We Must, As Conquer We Shall
82
Chapter 72: For Without Victory, There Can Be No Survival
83
Chapter 73: Shameless Warrior, Great General
84
Chapter 74: Nobody Wants to Die a Hero's Death
85
Chapter 75: No More Autarky Soon
86
Chapter 76: What're a Sons of Men, But as Leaves that Drop at the Wind's Breath
87
Chapter 77: This But a Scratch
88
Chapter 78: Blood, Toil, Tears, and Sweat
89
Chapter 79: One Cannot Fight With Empty War Chest
90
Chapter 80: Ich Hab Die Nacht Geträumet
91
Chapter 81: He Travel The Fastest Who Travel Alone
92
Chapter 82: In The Footsteps of Great Men
93
Chapter 83: A House Divided Against Itself Cannot Stand
94
Chapter 84: There's no Shame in Deterrence
95
Chapter 85: Word to The Wise
96
Chapter 86: Someone From History
97
Chapter 87: Ah, Those Brave Souls...
98
Chapter 88: If You're Going Through Hell, Keep Going!
99
Chapter 89: Down to Gehenna or Up to The Throne
100
Chapter 90: Living at The Point of a Gun
101
Chapter 91: Above the Clouds
102
Chapter 92: In a Moment of Weakness We Stumbled, But Will Not Falter
103
Chapter 93: A Breakthrough Maybe
104
Chapter 94: Worst Scenario
105
Chapter 95: If Nothing is Impossible, One Knows no Limit
106
Chapter 96: If One Knows no Limit, One may Rule an Empire Someday

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!