Sajadah Merah

Ayam jago berkokok bersahutan. Musim kemarau belum jua bergegas meninggalkan mereka. Membuat udara dingin semakin menyayat kulit saat menjelang waktu subuh. Disaat semua orang sedang terlelap di alam mimpi, menarik selimut rapat-rapat, Gendhis sudah sedari tadi terjaga. Melawan air yang dinginnya seperti salju, dibasuhnya wajah putih cantik itu lalu mengambil air wudhu.

Gendhis lalu menghampakan sajadah merah yang selalu dia gunakan untuk bersujud. Bagaimana tidak, sajadah itu sangat istimewa baginya. Dia ingat betul, sajadah itu diberikan Lintang padanya saat ulang tahun Gendhis yang ke tujuh belas. Bersama satu buah jam tangan cantik berwarna merah muda, yang selalu dibawa kemanapun dia pergi.

Tak henti-hentinya dia mengucap syukur atas karunia yang telah Allah berikan padanya. Dia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang selalu menyayanginya. Dan Lintang, adalah satu-satunya yang membuat Gendhis selalu tersenyum karena cintanya. Cinta yang sederhana, tapi terasa istimewa. Meski awalnya dia tak pernah mengerti dengan keinginan orang dewasa tentang perjodohannya, namun seiring berjalannya waktu, Gendhis mulai mengerti arti keinginan orang tuanya. Perhatian Lintang, kebaikannya, membuat Gendhis menyadari bahwa dia telah jatuh cinta pada jodoh masa kecilnya itu. Bahkan dia tak ingat, kapan dia mulai mencintai Lintang. Yang ia tahu bahwa Lintang selalu menjaganya, melindunginya, bahkan sejak masih kecil mereka selalu bermain bersama dengan teman sebayanya.

Angannyapun menerawang jauh.

"Lintang... Lintang... tolong... Gendhis, Lin..." Nadia panik memanggil Lintang yang sedang asyik bermain layang-layang di lapangan.

Lintang berhenti sejenak, lalu bertanya "Gendhis kenapa Nad?"

"Gendhis jatuh dari sepeda." Jawab Nadia.

Tanpa pikir panjang, Lintang melepas layangan yang sedang terbang tinggi di angkasa.

Nadia membawa Lintang menemui Gendhis yang sedang menangis karena lutut dan sikunya terluka. Gadis kecil itu masih duduk di samping sepeda yang tergeletak di tanah.

"Sudah... sudah... jangan nangis." Lintang mencoba menenangkan Gendhis yang masih menangis.

"Ayo, kita bersihkan dulu lukamu, setelah itu aku akan mengantarkan mu pulang, agar orang tuamu tidak khawatir." Lintang membawa Gendhis ke tepi jalan.

Terdengar gemercik air sungai kecil yang bening laksana kristal di tepi jalan. Rumput liar dan panjang bergoyang-goyang di tepian sungai karena dahan yang seolah terbawa air. Dengan penuh hati-hati, Lintang membersihkan luka Gendhis.

"Aduh... sakit, pelan-pelan dong Lin." Gendhis terkejut saat dinginnya air sungai membasahi lukanya.

Nadia teman Gendhis itu hanya mengamati saja di samping Lintang, tanpa tahu harus berbuat apa. Dia sangat takut melihat darah. Wajar saja jika dia tampak panik.

"Iya... iya... ini juga udah pelan." Jawab Lintang sambil terus membersihkan luka Gendhis yang ada di siku kirinya.

Setelah lukanya bersih, Lintang membawa Gendhis pulang dengan menaiki sepeda onthel milik Gendhis. Lintang mengayuh sepeda dengan kuat dan Gendhis duduk di belakang membonceng. Dia tidak menyangka kalau anak laki-laki yang dulu menolong saat dia terluka waktu masih kecil, sebentar lagi akan menjadi tunangannya. Dia merasa sangat bahagia.

Gendhis baru menyadari kalau ternyata dirinya sudah dijodohkan dengan Lintang waktu usianya baru empat belas tahun. Saat itu dia masih SMP. Awalnya dia tidak pernah menganggap ini sebagai hal yang serius. Tapi beberapa minggu terakhir ini, Lintang seolah benar-benar telah mencuri hatinya. Perhatian Lintang, kebaikan Lintang, apalagi beberapa waktu lalu saat usia Gendhis genap berusia 17 tahun. Di hari ulang tahun Gendhis, Lintang menyatakan perasaannya. Bukan karena mereka telah dijodohkan sejak kecil, namun Lintang benar-benar mencintai Gendhis, seperti yang dia ucapkan.

"Gendhis... aku beneran suka sama kamu..." Lintang ungkapkan isi hatinya.

Gendhis sempat terkejut dengan ucapan Lintang lantas menggoda, "Lhoh, bukankah Mas Lintang sukanya sama Linda? Kenapa tiba-tiba bilang suka sama aku?" Gendhis tersenyum-senyum.

"Ya ampun Dis, itukan dulu waktu kita bertiga masih kecil baget. Kamu kan yang suka jodoh-jodohin aku sama Linda? Apaaa... Jangan-jangan waktu itu kamu yang diam-diam suka sama aku tapi malu ya mau ngomong? Makanya jodoh-jodohin aku sama Linda. Iya, kan?" Lintang balik menggoda Gendhis waktu itu sepulang sekolah di taman depan sekolah mereka.

"Ehhh... apaan sih, ya enggak lahhh..." Jawab Gendhis dengan rona memerah di pipinya.

Keduanya masih duduk di kursi taman sekolah sembari menunggu ekskul yang akan diikuti keduanya seusai jam sekolah.

Lintang adalah salah satu anggota tim basket terbaik di SMAN 1 Bandongan atau sering dikenal dengan nama SMANDONG. Tim tersebut sering menjuarai kompetisi olahraga basket antar sekolah di Kabupaten Magelang. Tak heran banyak gadis yang sebenarnya menaruh rasa padanya. Namun rupanya berita pertunangan Lintang dan Gendhis membuat para gadis-gadis itu menyerah sebelum bertanding.

"Kalau aku suka sama Linda, berarti harus siap-siap patah hati dong." Jelas Lintang sambil menikmati cup plastik yang berisi minuman dingin favoritnya cappucino.

"Lho, kenapa bisa Mas?" Tanya Gendhis.

"Kamu lupa ya, satu minggu setelah kita tunangan nanti kan Linda nikah..." Lintang heran kenapa Gendhis bisa lupa hari pernikahan teman dekatnya itu.

"Oh iya... kenapa aku bisa lupa hari pernikahan temanku sendiri Ya Allah..." Gendhis lantas terdiam sesaat.

Lintang melihat wajah gadis yang duduk di sampinya itu tiba-tiba memucat.

"Kamu kenapa Dis?" Tanya Lintang.

"Nggak, Mas. Aku cuma prihatin aja. Kita bertiga kan dulu deket banget. Main ke mana-mana bertiga, susah seneng bareng bertiga. Saat kita bertungan nanti, setelah itu Linda akan memulai hidup barunya." Jawab Gendhis terbata-bata.

"Lalu kenapa kamu sedih? Harusnya bahagia, temanmu mau nikah." Seolah Lintang tak tahu apa yang sedang dipikirkan Gendhis.

"Gimana aku mau bahagia mas. Linda itu masih se usia ku. Dia harus menikah saat seharusnya berada di sini bersama kita."

Gendhis diam sesaat lalu kembali berkata, "Dia sempet cerita sama aku beberapa waktu lalu di rumah, tentang perjodohannya itu, sebenarnya dia tidak menginginkan ini terjadi begitu cepat. Dia masih ingin bersekolah. Bahkan betapa sedihnya aku saat Linda berkata bahwa nasibnya tidak seberuntung diriku..."

Mata Gendhis berkaca-kaca.

"Dia berkata bahwa aku sangatlah beruntung karena dijodohkan dengan keluarga yang bisa memahami betapa pentingnya pendidikan. Bahkan mereka rela menunggu sampai aku lulus kuliah saat menikahkan kita nanti. Tapi Linda?" Lanjut perkataan Gendhis.

"Gendhis... seperti yang kita tahu, kita tidak bisa menentang perjodohan dari leluhur kita. Seperti itulah yang di rasakan Linda. Jadi, kamu jangan terlalu bersedih, lihat... kecantikanmu bisa luntur karena air matamu." Lintang menghibur seraya mengusap lembut air mata Gendhis dengan sapu tangan di sakunya.

Gendhis hanya tersenyum sembari mengusap air mata di pipinya dengan sapu tangan Lintang. Dalam hati ia berkata, saat ini dia hanya bisa menghapus air mata yang keluar karena kesedihan pernikahan dini yang dialami oleh sahabat dekatnya, tapi esok ia berjanji... akan menghapuskan perjodohan dan pernikahan dini yang ada di Desanya.

Lintang pun akhirnya mengerti betapa Gendhis sangat sedih dengan kondisi sahabatnya. Tapi dia tak bisa berbuat banyak, selain menghibur kekasihnya itu dengan menguatkannya.

"Thok... thok... thok..."

"Gendhis... Nduk... bangun sayang, sudah hampir subuh, Nak...."

Suara itu memecahkan lamunan Gendhis. Dia baru tersadar saat suara ibunya mengetuk pintu dan membangunkannya. Seketika bayangan masa kecil dan percakapannya dengan Lintang siang lalu pun sirna.

"Iya, Bu. Sebentar..." Gendhis bergegas membukakan pintu untuk ibunya yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya. Dengan masih mengenakan mukena putih dengan bordir merah muda Gendhis membuka pintu.

"Lho, kamu sudah bangun to Nduk?" Tanya Bu Sari.

"Tadi Gendhis bangun terus sholat tahajjud, baru selesai beberapa waktu lalu tiba-tiba Ibu sudah di depan kamar Gendhis. Sampai Gendhis tak sempat lepas mukena." Jawab Gendhis.

Bu Sari tersenyum bahagia. Bersyukur dianugerahi putri seperti Gendhis. Selain, cantik dan pandai, Gendhis juga anak yang rajin sembahyang.

"Ya sudah, Bapak sama Ibu mau jamaah ke masjid dulu. Kamu mau ikut?" Tanya Bu Sari.

"Baik, Bu. Gendhis ambil sajadah dulu." Gendhis pun melipat lantas membawa sajadah merah yang diberikan Lintang saat ulang tahunnya beberapa waktu lalu. Dari semua hadiah yang pernah diberikan Lintang, Gendhis merasa inilah hadiah yang paling indah untuknya.

Dari kejauhan sayup terdengar suara adzan subuh. Lalu suara adzan masjid Kampung Merangi adalah yang paling keras. Pertanda bahwa waktu sholat subuh telah tiba.

Gendhis, Radit, Pak Ratno dan Bu Sari pun berjalan menuju masjid yang berada di pusat Kampung Merangi.

Ketika Bu Sari mengajak berjamaah je masjid, Gendhis lalu menyanggupinya. Karena seperti yang ia tahu, bahwa sebaik-baiknya wanita sholat itu adalah sholat berjamaah di rumahnya sendiri. Kecuali ditemani dengan mahramnya apabila hendak berjamaah di masjid. Seperti yang Gendhis lakukan saat ini.

Seusai mereka sholat subuh berjamaah di masjid, seperti halnya warga Kampung Merangi lainnya. Mereka minum teh sejenak dengan beberapa makanan pengganjal perut untuk menghangatkan tubuh. Setelah itu mereka pergi ke ladang. Anak-anak kecil bersekolah, dan para wanita sibuk dengan setumpuk pekerjaan rumah, mulai dari memasak, mencuci, bersih-bersih rumah, mengurus anak mereka, baru setelah itu selesai, mereka akan menyusul suaminya di ladang dengan membawakan bekal. Begitulah rutinitas warga Kampung Merangi setiap harinya. Tingkat pendidikan dan fasilitas nya pun masih sangat terbatas.

Bisa dibilang, saat itu Desa Sekar Wangi khususnya Kampung Merangi, masih tertinggal cukup jauh dengan desa-desa lain yang ada di bawahnya. Itulah alasannya mengapa Gendhis sangat ingin sekali mengubah tatanan masyarakat di sana. Terutama kesadarannya akan pendidikan dan perjodohan masa kecil. Karena menurut Gendhis perjodohan masa kecil itu sangatlah rentan. Baik dari sisi kesehatan, mental, juga rentan perceraian saat usia mereka menikah terlalu dini.

****

"Gendhis... Gendhis..." Terdengar suara Bu Sari memanggil anaknya dari luar rumah.

"Ya, Ibu... sebentar lagi ambil tas." Jawab Gendhis.

"Tunggu sebentar ya Nak Lintang, biar saya panggilkan Gendhis." Bu Sari meletakkan sapu lidi yang ia gunakan untuk menyapu halaman lalu memanggil putrinya.

Tapi Lintang mencegahnya, "Ee... eh... ndak usah Bu Sari. Saya tunggu saja, sebentar lagi juga keluar. " Ucap Lintang sambil duduk di atas motor honda CBR150R warna merah kesayangannya.

"Ibu, Gendhis berangkat sekolah dulu." Gendhis berpamitan dan mencium tangan Bu Sari.

"Ya, Nduk... Hati-hati..." Jawab Bu sari.

Keduanya pun berangkat ke sekolah dan pulang bersama. Begitulah setiap harinya.

Ketika dalam perjalanan ke sekolah, Lintang berkata, "Dis... eemmm, kamu bisa bantu aku nggak?"

"Bantu soal apa, Mas?" Tanya Gendhis.

"Kamu tahu kan, sejak kecil aku pengen banget jadi TNI? Menurut kamu gimana?" Lintang balik bertanya.

"Kalau aku, selagi itu baik untuk Mas Lintang dan keluarga Mas, aku pasti selalu dukung." Gendhis menjawab.

"Nah, itu masalahnya Dis, Ibu pasti nggak akan setuju. Apalagi Bapak." Lintang nampak putus asa sambil terus mengendarai motornya menuruni jalan sepanjang puncak Sumbing menuju sekolah mereka.

"Bapak itu pengennya, aku ngelanjutin usaha Bapak, ngurus lahan pertanian Bapak. Apalagi aku anak laki-laki satu-satunya dari keluarga Mitro Dimejo." Lanjut Lintang.

"Mas Lintang kan belum coba ngomong baik-baik, Pak Argo pasti bisa mengerti keinginan Mas Lintang." Saran Gendhis.

"Sudah, Dis..." Potong Lintang.

"Lalu?" Seolah berpura-pura tak tahu Gendhis bertanya.

"Sudah pasti lah Bapak nggak setuju." Jawab Lintang putus asa.

Keduanya pun terdiam sejenak.

"Dis... aku bisa minta tolon nggak?" Tanya Lintang.

"Aku bisa bantu apa Mas?" Gendhis balik bertanya.

"Kamu bisa kan, ngomong sama Bapak sama Ibu kalau setelah lulus sekolah nanti aku pengen daftar jadi TNI...?" Pinta Lintang.

"Aku, Mas?" Gendhis heran. Ucapan Lintang saja tak di setujui sama Pak Argo, apalagi dirinya.

Namun Lintang tahu, apapun yang diucapkan Gendhis pada orang tuanya, tidak akan mungkin bisa di tolak. Lintang paham betul, hati orang tuanya pasti akan luluh jika Gendhis yang memintakan izin untuknya.

"Tapi... apakah Pak Argo mau mendengarkan ucapan Gendhis?" Gendhis ragu.

"Bukan hanya mendengarkan, Dis. Mereka pasti akan menyetujuinya." Lintang meyakinkan.

Gendhis masih terdiam seolah berfikir tentang apa yang kekasihnya itu ucapkan.

Lintang tiba-tiba menghentikan laju motor nya di bawah pohon nan rindang di tepi jalan.

"Kenapa berhenti, Mas? Kita hampir terlambat sampai di sekolah." Gendhis masih tak mengerti.

Lintang berbalik badan menghadap Gendhis, memegang kedua tangannya, menatap matanya dalam-dalam dan berkata, "Please... bantu aku mewujudkan impianku, Dis... kamu bilang sama Bapak, kita akan menikah setelah aku lulus pendidikan militer nanti. Yaaaa..." Lintang memohon.

Gendhis pun tak bisa menolak permintaan kekasihnya itu.

"Baiklah, Mas... aku akan berusaha ngomong sama Pak Argo." Jawab Gendhis.

Lintang lega mendengar jawaban itu. Ia merasa, Gendhis lah satu-satunya harapan yang bisa membuka lebar jalan untuk Lintang mencapai harapan dan cita-citanya selama ini. Menjadi seorang anggota TNI, ya... itulah impian terbesarnya.

Motor yang mereka kendari pun kembali melaju menuju sekolah.

*****

Terpopuler

Comments

Noer Anisa Noerma

Noer Anisa Noerma

lanjuuutttttt

2022-11-03

1

zhafieera

zhafieera

mudah mudahan ceritany gk berbau anandi...

2022-09-21

1

Elwi Chloe

Elwi Chloe

lanjut kaa

2022-03-02

2

lihat semua
Episodes
1 Jalan Setapak di Puncak Sumbing
2 Sajadah Merah
3 Sepasang Cincin Tunangan
4 Pesta Tunangan Impian Para Gadis
5 Antara Gendhis dan Dewi Shinta
6 Lintang Vs. Ketua OSIS
7 Silancur Highland... I'm Coming
8 Strategi Cinta Sang Ketua OSIS
9 Menikmati Indahnya Sunrise yang Berujung Ucapan Cinta
10 Lintang Vs. Ketua OSIS Part. 2
11 Berita Penghianatan Gendhis jadi Trending Topik di Kampung
12 Sidang di Ruangan Pak Agung
13 Dilabrak Trio Centil
14 Kejujuran Berbuah Manis
15 Trio Centil Kembali Berulah
16 Permintaan Maaf Lintang
17 Calon Mantu Kesayangan
18 Kejutan untuk Kesayangan
19 Melepas demi Cita-citamu
20 Pantang Mundur
21 Malam Perpisahan
22 What's? Kita Pacaran???
23 Merayu Bu Alma
24 Selamat Datang Kak Gala
25 Libur Pesiar
26 Panggil Aku Sayang
27 Atur Strategi Mundur Teratur
28 Mulai Tergoda
29 Kebohongan Pertama
30 Cari Kesempatan
31 Berlabuh di Dua Hati
32 Gejolak Hati
33 3 S ~Sabarlah Sebentar Saja~
34 Lepas dari Jeratan
35 Menaklukkan Pandangan
36 Bidadari tak Bersayap
37 Ternyata Mas Dosen itu Kamu?
38 Kebohongan di Balik Tabir
39 Firasat
40 Seuntai Pesan untuk Kaum Hawa
41 Mas Lintang... Aku Datang
42 Aku ini Siapa Bagimu?
43 Kan Ku Hapus Air Matamu
44 My Little Gravity
45 Malam Akrab (Makrab)
46 Malam Akrab Part. 2
47 Jerat Cinta Si Gadis Kota
48 Undangan Keluarga
49 Memilih Tanggal dan Hari Baik
50 Khumairah
51 Siapa Lelaki itu?
52 Pertemuan Lintang dengan Gala
53 Jangan Tanya Kenapa
54 Istikharah Cinta
55 Upaca Siraman Jelang Midodareni
56 Malam Midodareni
57 Kenyataan Terpahit ketika Menjadi Jodoh Masa Kecilmu
58 Takdir Cinta untuk Cintaku
59 Ku Kembalikan Cincin dan Cintaku padamu
60 Pengantin Pengganti
61 Mawar di Tepi Jurang
62 Membuka Memori Lama
63 Persaingan Sehat... Dimulai...
64 Pertemuan tak Diduga
65 Prahara Hati
66 Cinderella dari Puncak Sumbing
67 Mencari Alasan
68 Dua Cinta Satu Gendhis
69 Menjemput Impian
70 Nepal Van Java
71 Mangli Sky View
72 Will You Marry Me
73 Tak Bisa Ke Lain Hati
74 Dilamar Kakak Adik
75 Ambil Hati Camer
76 Bimbang dan Ragu
77 Menanti yang tak Pasti
78 Banyu Langit
79 Ku Pinang Kau dengan Bismillah
80 Bukan Gadis Sempurna tapi Istimewa
81 Bertemu Calon Menantu
82 Antara Bahagia dan Duka
83 Tikungan tak Terduga
84 Aku Ikhlaskan Dia
85 Menjauh untuk Mendekat
86 Aku Bukan Jodohnya
87 Mencari Kebenaran
88 Dusta di Balas Dusta
89 Kembali Pulang
90 Ku Jemput Tulang Rusuk Ku
91 Subhanallah... Cantiknya
92 The First Night
93 Menunaikan Kewajiban
94 Bahagiamu, adalah Dukaku
95 Salah Faham
96 Permintaan Maaf Gendhis
97 Bersyukur Memilikimu
98 Menyelamatkan
99 Masih Tentang Gendhis
100 Kejutan Manis
101 Kabar Bahagia
102 Sambut Kedatangan Riko
103 Pertemuan
104 Pertunangan Riko
105 Jemput Shaza di Bandara
106 Kejadian Tak Terduga
107 Mencari Gendhis
108 Bingkisan Kecil
109 Hello
Episodes

Updated 109 Episodes

1
Jalan Setapak di Puncak Sumbing
2
Sajadah Merah
3
Sepasang Cincin Tunangan
4
Pesta Tunangan Impian Para Gadis
5
Antara Gendhis dan Dewi Shinta
6
Lintang Vs. Ketua OSIS
7
Silancur Highland... I'm Coming
8
Strategi Cinta Sang Ketua OSIS
9
Menikmati Indahnya Sunrise yang Berujung Ucapan Cinta
10
Lintang Vs. Ketua OSIS Part. 2
11
Berita Penghianatan Gendhis jadi Trending Topik di Kampung
12
Sidang di Ruangan Pak Agung
13
Dilabrak Trio Centil
14
Kejujuran Berbuah Manis
15
Trio Centil Kembali Berulah
16
Permintaan Maaf Lintang
17
Calon Mantu Kesayangan
18
Kejutan untuk Kesayangan
19
Melepas demi Cita-citamu
20
Pantang Mundur
21
Malam Perpisahan
22
What's? Kita Pacaran???
23
Merayu Bu Alma
24
Selamat Datang Kak Gala
25
Libur Pesiar
26
Panggil Aku Sayang
27
Atur Strategi Mundur Teratur
28
Mulai Tergoda
29
Kebohongan Pertama
30
Cari Kesempatan
31
Berlabuh di Dua Hati
32
Gejolak Hati
33
3 S ~Sabarlah Sebentar Saja~
34
Lepas dari Jeratan
35
Menaklukkan Pandangan
36
Bidadari tak Bersayap
37
Ternyata Mas Dosen itu Kamu?
38
Kebohongan di Balik Tabir
39
Firasat
40
Seuntai Pesan untuk Kaum Hawa
41
Mas Lintang... Aku Datang
42
Aku ini Siapa Bagimu?
43
Kan Ku Hapus Air Matamu
44
My Little Gravity
45
Malam Akrab (Makrab)
46
Malam Akrab Part. 2
47
Jerat Cinta Si Gadis Kota
48
Undangan Keluarga
49
Memilih Tanggal dan Hari Baik
50
Khumairah
51
Siapa Lelaki itu?
52
Pertemuan Lintang dengan Gala
53
Jangan Tanya Kenapa
54
Istikharah Cinta
55
Upaca Siraman Jelang Midodareni
56
Malam Midodareni
57
Kenyataan Terpahit ketika Menjadi Jodoh Masa Kecilmu
58
Takdir Cinta untuk Cintaku
59
Ku Kembalikan Cincin dan Cintaku padamu
60
Pengantin Pengganti
61
Mawar di Tepi Jurang
62
Membuka Memori Lama
63
Persaingan Sehat... Dimulai...
64
Pertemuan tak Diduga
65
Prahara Hati
66
Cinderella dari Puncak Sumbing
67
Mencari Alasan
68
Dua Cinta Satu Gendhis
69
Menjemput Impian
70
Nepal Van Java
71
Mangli Sky View
72
Will You Marry Me
73
Tak Bisa Ke Lain Hati
74
Dilamar Kakak Adik
75
Ambil Hati Camer
76
Bimbang dan Ragu
77
Menanti yang tak Pasti
78
Banyu Langit
79
Ku Pinang Kau dengan Bismillah
80
Bukan Gadis Sempurna tapi Istimewa
81
Bertemu Calon Menantu
82
Antara Bahagia dan Duka
83
Tikungan tak Terduga
84
Aku Ikhlaskan Dia
85
Menjauh untuk Mendekat
86
Aku Bukan Jodohnya
87
Mencari Kebenaran
88
Dusta di Balas Dusta
89
Kembali Pulang
90
Ku Jemput Tulang Rusuk Ku
91
Subhanallah... Cantiknya
92
The First Night
93
Menunaikan Kewajiban
94
Bahagiamu, adalah Dukaku
95
Salah Faham
96
Permintaan Maaf Gendhis
97
Bersyukur Memilikimu
98
Menyelamatkan
99
Masih Tentang Gendhis
100
Kejutan Manis
101
Kabar Bahagia
102
Sambut Kedatangan Riko
103
Pertemuan
104
Pertunangan Riko
105
Jemput Shaza di Bandara
106
Kejadian Tak Terduga
107
Mencari Gendhis
108
Bingkisan Kecil
109
Hello

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!