Hazel membereskan beberapa meja sisa pelanggan. Ia membersihkan meja itu dengan sesekali mengelap sudut dagunya yang berair.
Jika mengingat apa yang dikatakan mereka tadi, Hazel masih tidak sanggup menahannya.
Selama dua tahun ini ia hanya berusaha sebaik mungkin, tidak pernah mencari perhatian lelaki lain ataupun suami orang.
Tetapi mengapa? Jika seorang itu mendapatkan gelar janda, bahkan ia bersikap baikpun akan tetap dilabeli buruk oleh para tetangga.
Terlebih jika janda itu masih terbilang muda dengan anugerah wajah yang mempesona. Maka sebaik apapun jalan yang ia ambil, dia akan tetap dikatakan buruk.
"Hazel." Tepuk Rania di pundak wanita itu.
Hazel memalingkan wajahnya, melihat gadis manis di belakangnya itu.
"Ayo makan dulu, ini biar aku yang bereskan," ajak Rania lembut.
"Kamu makan duluan saja, Ran. Aku masih ada pekerjaan," tolak Hazel lembut.
"Ish ... Hazel, lihat badanmu sudah tinggal tulang berlapiskan kulit begini, wajahmu sudah semakin tirus. Kamu semakin terlihat tua, masih saja malas makan."
Hazel tersenyum dan kembali membersihkan meja yang baru saja ditinggali oleh pelanggannya.
"Hazel, ayo." Tarik Rania di lengan tangan Hazel.
Hazel hanya tersenyum, mengikuti langkah Rania menuju dapur cafe.
Rania memberikan sekotak makanan, Hazel melirik ke arah Rania. Melihat makanan mewah yang diberikan oleh Rania.
"Ran, ini?" tanya Hazel bingung.
"Tadi aku gak sengaja jumpa teman lama, terus dia traktir aku makan di cafe mewah. Karena aku ingat kamu jarang sekali makan, sampai wajahmu tirus dan menua seperti ini, aku minta dia belikan satu untukmu," ucap Rania lembut.
"Emm ... Rania." Hazel memeluk badan gadis itu.
"Ayo cepat makan, aku tahu kamu kekurangan gizi, jadi makan daging sekali-kali."
Hazel tersenyum dan membuka penutupnya. Entah kenapa saat ia melihat steak sapi, ia jadi teringat oleh lelaki angkuh pimpinannya itu.
Hazel mulai memotong daging itu dan menyuapinya, Rania datang dengan segelas teh hangat di tangannya.
"Tumben hari ini kamu baik banget sama aku, Ran?" tanya Hazel saat Rania meletakan segelas teh di depannya.
"Aku memang selalu baik padamu, kadang kamu saja yang tidak menyadarinya," goda Rania.
Hazel kembali tersenyum, menampilkan dua lesung di dalam pipinya yang sudah jarang kali terlihat semenjak Iqbal meninggal.
"Wajahmu selalu pucat, kamu jarang sekali beli makanan. Jarang juga bawa bekal, aku takut kamu kekurangan kadar gula, Sayang," oceh Rania kembali.
"Kamu ingat aku karena ini gratis, coba saja kalau kamu yang beli, mana mungkin kamu mau ingat aku."
"Bukan seperti itu, Hazel. Jika aku berlebihan uang, aku pasti akan sering-sering mentraktirmu. Kamu tahu sendiri, aku masih butuh banyak uang untuk biaya kuliah."
"Iya, iya. Aku tahu, Rania."
"Ayo cepat habiskan nasimu, lihat wajahmu semakin tua karena kamu jarang sekali makan."
"Gak ada hubungannya, Rania. Aku juga memang sudah tua, kan aku sudah menjadi orang tua."
"Kamu juga tidak setua itu, Hazel. Umurmu juga masih 24 tahun. Hanya dua tahun di atas aku, tapi kalau bicara sifat, memang kamu lebih dewasa di bandingkan aku."
Hazel hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Menikmati setiap suapan makannya.
Memang Hazel belum terlalu dewasa, namun karena kerasnya hidup. Ia belajar dewasa dengan tekanan beban yang begitu berat mengimpit dirinya.
Menikah di usia muda dan menjadi single parent di usia yang baru menginjak umur dewasa, sebuah cobaan hidup yang luar biasa menguras air mata.
Hidup memang tidak pernah mudah, tetapi terkadang beratnya cobaan ingin membuat diri ingin mati saja.
Bukan menyerah, tetapi sering kali kita berpikir bahwa hidup tidak adil pada kita.
Dunia memang tidak memiliki keadilan, tetapi dunia masih memiliki hukum perbuatan.
Karena keadilan tidak terlihat pada mata manusia, namun keadilan masih terlihat di mata Tuhan.
Semakin berat cobaan, maka semakin indah pula keadilan yang tersimpan. Tidak di dunia, namun di sisi Allah. Kita tidak tahu kapan keadilan Tuhan akan terlihat, tetapi Tuhan lebih tahu di tempat mana, keadilan itu menjadi indah, buah dari kesabaran yang luar biasa.
***
"Masuk!" perintah Ardan saat melihat seorang gadis berdiri di samping mobilnya.
Gadis itu membuka pintu mobil hitam milik Ardan, memperhatikan wajah lelaki yang sedang duduk di balik setir itu.
"Apa dia mau memakannya?" tanya Ardan langsung.
Rania hanya menganggukan kepalanya, sebuah senyum simpul tergambar di wajah Ardan.
"Sebenarnya anda siapa? Apa makanan itu anda racuni?" tanya Rania takut.
"Apa tampang saya ada seperti seorang kriminal?" tanya Ardan datar.
Rania menatap wajah lelaki itu sekali lagi, memang wajahnya terlihat garang. Mata yang setejam tatapan elang, hidung bangir dengan alis tebal hitam yang saling bertautan satu sama lain, dan juga rambut yang hitam legam.
"Sedikit," jawab Rania lirih.
Ardan menghela napasnya, ia menggeser posisi duduknya dan mengeluarkan selembar kartu, memberikan ke Rania.
Sedikit ragu, Rania mengambil lembar kartu yang disodorkan Ardan. Melihat tulisan yang tertera di sana.
"Ardan Erlangga, General Manager," lirih Rania lembut.
"Anda atasan Hazel?" tanya Rania saat mengenali nama perusahaan yang tertera di atas kartu nama itu.
Ardan hanya menganggukan kepalanya, ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap gadis itu lekat.
"Katakan pada saya, kenapa Hazel harus bekerja di dua tempat?" tanya Ardan tanpa basa-basi.
"Itu, karena Hazel membutuhkan banyak uang untuk biaya pengobatan anaknya," jawab Rania.
"Memang suami Hazel kemana? Kenapa dia membiarkan istrinya bekerja di dua tempat sekaligus?" tanya Ardan kembali.
"Sebelum saya jawab pertanyaan anda, bisakah saya bertanya lebih dulu?" tanya Rania takut.
"Katakan."
"Kenapa anda ingin mengetahui tentang Hazel? Apakah anda akan menyakiti Hazel kalau saya menjawabnya?"
"Tidak, dia salah satu karyawan di perusahaan saya. Jadi saya ingin tahu alasan dia bekerja di dua tempat. Karena perusahaan kami tidak mengizinkan karyawannya bekerja di dua tempat."
"Oh, begitu."
"Jadi, bisakah kamu menjawab pertanyaan saya?" tanya Ardan kembali.
"Apa yang ingin anda ketahui?" tanya Rania kembali.
"Kemana suami Hazel? Kenapa dia berjuang sendiri? Jika memang keadaan ekonomi Hazel buruk, saya akan pertimbangkan untuk memberinya izin bekerja di dua tempat," bujuk Ardan lembut.
"Itu, sebenarnya saya juga gak tahu pasti. Karena saya dan Hazel hanya berbicara saat jam istirahat."
"Yang kamu tahu?"
"Yang saya tahu, suami Hazel meninggal karena perang perbatasan dua tahun lalu. Suami dia salah satu prajurit negara," jelas Rania lembut.
Sesaat Ardan terdiam, ia melihat ke arah pintu belakang cafe tersebut. Jadi kenyataannya seperti itu. Hazel berjuang sendiri karena suaminya sudah tiada lagi.
Sekilas terbayang ucapan yang pernah ia lontarkan saat itu pada Hazel. Betapa jahat ucapannya, pantas saja wanita itu begitu benci terhadap dirinya.
'Mati sajalah kau Ardan, kenapa mulutmu bisa tajam sekali?' maki Ardan dalam hati.
"Hazel tidak banyak bercerita tentang keluh kesahnya, dia memang masih sangat muda. Tetapi dia sangat tangguh menghadapi dunia, sedikitpun Hazel tidak pernah mengeluh. Jadi, selain itu saya tidak mengetahui apapun lagi," sambung Rania lembut.
Sementara mata Ardan masih terfokus pada pintu belakang cafe. Berharap agar ia bisa memandang wanita itu dari sini.
"Baiklah, terima kasih," ucap Ardan tanpa melihat ke arah Rania.
"Kalau boleh saya tahu, apakah anda bertanya hanya karena dia bawahan anda?"
Seketika Ardan memalingkan pandangannya, melihat ke arah Rania di sebelahnya.
"Maksudnya?" tanya Ardan bingung.
Rania tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Bukan hanya anda seorang saja yang menanyakan Hazel pada saya. Ada beberapa pelanggan yang ingin mendekati Hazel, tetapi Hazel selalu menolak dengan lembut."
"Apakah kamu berpikir bahwa saya menaruh hati padanya?" tanya Ardan garang.
"Saya hanya bertanya, kalau anda merasa tidak menyukainya, saya minta maaf, permisi." Rania langsung membuka pintu mobil Ardan dan berjalan menajauhi mobil hitam itu.
Ardan mengacak rambutnya dan memukul setirnya dengan kuat.
"Apa-apaan gadis itu? Jika bukan hanya karena ingin menakhlukannya, aku bahkan tidak sudi parkir di sini setiap malam," ucap Ardan kesal sendiri.
Ardan kembali melihat ke arah pintu belakang cafe itu. Bibir tipisnya melengkung dengan sinis.
"Hazel, jadi kamu sudah tidak dimiliki siapapun, ya? Kita lihat saja, seberapa lama kamu bertahan dengan godaanku nanti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments
Dirah Guak Kui
setelah tau cerita kehidupan Hazel, apa yg akan dilakukan Ardan selanjutnya
2021-08-12
0
🍇annoura naura ☀︎(hiatus)
uhuk... ada yg mau tebar pesona nih ceritanya
2021-03-20
1
New R
next
2020-10-25
0