Hazel berjalan perlahan mendekati Ardan. Setelah melapisi wajahnya dengan make-up natural, ia keluar dengan seuntai senyum yang terus melebar.
Sedang, Ardan masih terus termenung, memandang Hazel dengan binar mata kagum. Wanita itu sangat sempurna, dia wanita yang sangat cantik di pandang mata.
"Pak," panggil Hazel saat melihat Ardan terdiam dengan mic di tangannya.
"Pak." Hazel menyenggol lengan tangan Ardan lembut.
"Eh ... Em " jawab Ardan memalingkan wajahnya, kini semu merah mulai menghiasi wajah lelaki angkuh itu.
"Bapak baik-baik saja?" tanya Hazel kembali.
"Kepala saya sedikit nyeri, Hazel," jawab Ardan tersipu malu.
"Kalau begitu biar saya saja yang berbicara dan melakukan promosi."
Ardan mengangguk dan memberikan microfon itu ke tangan Hazel. Ia meletakan bokongnya di belakang Hazel. Matanya terus menatap wanita yang saat ini berbicara dengan lembut dan sangat lancar, mempromosikan produk mereka dengan sangat baik.
'Kenapa aku baru menyadari? Ternyata ada bidadari yang sangat cantik di dekatku?' tanya Ardan dalam hati.
Perlahan bibirnya kembali melebar, memandangi Hazel yang sedang berbicara dan tersenyum ramah pada pelanggan yang datang.
'Apakah saat ini aku sudah terpaut pada istri orang? Apakah aku ini sedang mengangumi milik orang lain? Ayolah Ardan, tolong jangan memalukan seperti ini,' maki Ardan dalam hati.
Setelah melakukan promosi selama dua jam, Hazel membereskan katalog dan juga sisa produk yang masih berantakan.
Senyum wanita itu terus merekah dengan sangat lebar, akhirnya promosi yang ia lakukan bisa menghasilkan dengan jumlah yang sangat memuaskan.
Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Hazel menarik kursi di sebelah Ardan. Menghapus peluh keringat yang membanjiri dahinya sedari tadi.
"Ini, minum dulu sebelum lanjut." Ardan menyodorkan segelas jus ke hadapan Hazel.
Dengan tersenyum, Hazel mengambil gelas tersebut den langsung meneguknya. Hazel menghela napas lega, sementara, posisinya akan kembali aman karena penjualan hari ini.
"Terima kasih, Pak. Atas bantuan Bapak hari ini," ucap Hazel tulus.
"Saya juga melakukan ini demi perusahaan kita," jawab Ardan angkuh.
"Benar." Hazel mengangguk dan kembali meneguk gelas jusnya. "Tapi apapun itu, saya bersyukur karena bantuan Bapak, promosi saya hari ini berjalan lancar," sambungnya lembut.
"Ya, kalau begitu, bisakah kamu beri tahu saya, kenapa kamu berada di sana dini malam tadi? Apa yang kamu lakukan?" tanya Ardan menyipitkan matanya.
Pertanyaan Ardan membuat Hazel mengalihkan pandangannya seketika. Ia segera menyelesaikan minumnya dan beranjak bangkit.
"Itu pribadi saya, Pak. Saya permisi," ucap Hazel sambil berlari menjauh.
Ardan hanya tersenyum simpul. Membiarkan Hazel berlalu meninggalkannya sendiri di cafe.
"Menarik," ucap Ardan sambil tersenyum penuh makna.
***
"Hoby kalian masih sama ya, menyeret orang ke cafe," ucap Ardan geram, kepada dua sahabat karibnya itu.
"Kalau gak diseret kamu gak bakalan mau diajakin keluar," jawab Arfan enteng.
"Aku ini bukan tahanan, gak perlu kalian seret-seret aku ke sini!" sanggah Ardan kesal.
"Sudah duduk saja, itu sudah aku pesani makanan buat kamu," sahut Ferla menengahi.
"Sebenarnya ada apa sih?" tanya Ardan terus terang.
"Gak ada apa-apa, sih. Cuma mau ajakin kamu keluar saja. Masih bujang, Ardan. Jangan habiskan waktumu di rumah saja."
"Ah, aku lagi sibuk. Penempatan GM di perusahaan baru sedikit menguras pikiran," jawab Ardan sambil melahap makananya.
"Hai," sapa seorang gadis cantik, berdiri di sebelah Ardan.
"Hai, Sharon. Kamu di sini?" tanya Ferla senang.
"Iya, kebetulan ketemu, kalian juga di sini?"
"Eh, kamu sendiri?" tanya Ferla.
"He em." Sharon menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu ayo gabung disini saja," tawar Arfan sambil memandang ke arah Ardan.
"Gak usah lah, nanti aku ganggu kalian lagi," tolak Sharon lembut.
"Eh, gak masalah kok. Ayo duduk," ajak Ferla sambil menarik kursi di sebelah Ardan.
Sementara Ardan masih asyik melahap makanan dalam piringnya. Ardan menatap Sharon dengan sudut mata tajamnya.
Perlahan Ardan menggeleng kan kepala, meraih ponsel dalam saku jaketnya dan mengirim pesan singkat ke dua nomor sekaligus.
Ting ...
Secara bersamaan notifikasi ponsel Arfan dan juga Ferla berbunyi. Saat melihat nama pengirimnya, mereka berdua saling pandang dan tersenyum.
[Aku bukan lagi bocah remaja yang harus kalian buat seperti ini. Cara kalian buat aku bosan!]
Arfan langsung memandang Ardan saat membaca pesan yang dikirimkan kembarannya itu barusan.
Dengan mata tajam, Ardan menatap Ferla dan juga Arfan secara bergantian. Tak lama balasan pesan Arfan masuk kedalam ponsel Ardan.
[Bukan rencana kami, mungkin rencana Tuhan] balas Arfan singkat.
[Jangan kalian pikir aku ini bodoh, kalian bisa lakukan apa saja yang membuat aku muak].
[Santai, my Twins. Ini gak seburuk yang kamu pikirkan].
Arfan mendongakan pandangannya, menatap Ardan sambil memainkan kedua alis matanya.
Sementara rahang Ardan sudah mulai menggeretak geram. Melihat ekspresi Arfan, tak mungkin jika bukan dia yang merencanakan hal receh seperti ini.
"Eh ... Sharon. Bagaimana S-2 kamu di Jerman? Sudah selesai?" tanya Ferla membuka percakapan, sekaligus mengakhiri perang mata antara dua saudara kembar itu
"Oh, iya. Baru saja selesai, karena itu aku pulang dulu sebelum lanjut S-3."
"Ya ampun Sharon, kamu ini gak bosen apa? Belajar terus?"
"Selagi ada kesempatan," jawab Sharon lembut, ia menggulum senyum manis, melirik ke arah Ardan.
"Terus kapan rencana buat married?" tanya Ferla sambil melirik kearah Ardan.
"Ah .... " Sharon kembali tersenyum sendu. "Belum tahu," sambungnya sedikit tersipu malu.
"Tapi calon sudah punya kan?" tanya Arfan sambil melirik Ardan yang kini wajahnya mulai memerah padam, menahan amarah.
"He he." Sharon tersenyum malu, tak lama ia menggeleng pasrah.
"Wah ... masa sih, cewek secantik dan seanggun kamu masih single?" puji Arfan memberikan kode ke Ardan.
Namun Ardan masih cuek dan tidak peduli sama sekali, ia asyik melahap makanan di dalam piringnya.
"Mas Arfan bisa saja, aku juga biasa saja," jawab Sharon, tangannya meraih helaian rambut dan meletakannya di balik telinga.
"Wanita sepertimu mana bisa di bilang biasa saja Sharon. Cantik, berpendidikan dan juga pintar. Kamu sempurna, Sharon. Benarkan Ardan?" tanya Arfan kembali melirik Ardan.
"Hem." Ardan melirik kearah Sharon sekilas. "Iya," jawab Ardan malas, is masih sibuk pada makanan yang ada di hadapannya.
Arfan menggelengkan kepalanya, melihat ekspresi Ardan yang luar biasa dingin. Bersamaan dengan ponsel Arfan yang berdering, Arfan bangkit dan menjauh dari meja.
"Aku ke toilet sebentar ya." Sharon ikut bangkit dan beranjak dari meja.
Ferla menghela napas, menatap Ardan yang saat ini berada tepat di hadapannya.
"Kamu kenapa jadi dingin banget sih, Ardan?" tanya Ferla langsung.
"Kan sudah aku bilang, aku sudah malas bermain-main sama wanita," jawab Ardan, tangannya meraih sebuah tisu dan mengelap sudut bibirnya.
"Karena aku tahu kamu sudah lelah bermain-main, aku kenalin kamu sama Sharon. Aku juga gak bakalan kenalin Sharon kalau kamu masih mau main-main."
"Jadi sekarang jelas kan, kalian yang buat rencana," jawab Ardan datar.
Ferla kembali menghela napasnya, Ardan ini benar-benar.
"Ayolah Ardan, mau sampai kapan? Sharon itu gadis yang baik, cantik, pendidikannya juga bagus. Apalagi yang kurang?"
"Kurangnya?" Ardan menaiki sebelah alis matanya. "Dia gak bisa buat mata aku tertuju hanya padanya, di saat pertama kali berjumpa," sambungnya cuek.
"Ardan." Ferla mengernyitkan dahinya, tak lama ia menggelengkan kepala. "Kamu mau sampai kapan?"
"Ya ... sampai ada wanita yang bisa membuat mataku tertarik, walaupun hanya dengan menatap wajahnya saja."
"Tak akan ada wanita yang seperti itu, jika kamu sedingin ini."
Ardan tersenyum getir dan menggelengkan kepala. Ia kembali menatap Ferla setelah menundukan pandangan beberapa saat.
"Ada atau enggak, itu tergantung--"
Tanpa senagaja mata Ardan menangkap wanita yang mampu menarik perhatiannya semenjak pertama kali bertemu.
Kapanpun itu, saat matanya menatap wajah pucat wanita itu, pasti bola matanya akan terus tertuju pada wanita itu.
"Ardan." Ferla melambaikan tangannya di depan wajah Ardan.
Tetapi Ardan hanya terdiam terpaku, menatap gadis dengan seragam biru, oranye yang berdiri di belakang Ferla.
"Hey Ardan!" teriak Ferla lantang.
Sedikit terkejut, Ardan kembali pada Ferla yang berada di depannya saat ini.
"Kesurupan setan apa? Bengong saja?" tanya Ferla membalikan pandangannya ke belakang.
Mencoba melihat apa yang sempat membuat Ardan terpaku. Namun sayang, wanita itu sudah hilang dari pandangan.
"Ferla, aku cabut duluan ya. See you." Ardan langsung bangkit dan berlari keluar cafe.
"Hey Ardan!" panggil Ferla, namun tak mampu lagi menghentikan langkah Ardan yang berlari keluar.
"Ada apa dengannya?" Ferla menyentuh sudut dahinya yang mulai cenutan karena ulah sahabat karibnya itu.
"Mana Ardan?" tanya Arfan yang baru kembali.
Ferla hanya mengerdikan bahunya, Arfan membuang bokongnya, kasar. Ia menghela nalas dengan sedikit berat.
"Gagal total kan?" tanya Arfan sambil melihat kearah Ferla.
"Sudahlah, aku menyerah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 275 Episodes
Comments
Dirah Guak Kui
cari tau dong Ardan, knp Hazel bisa begitu
pasti ada sebabnya
2021-08-04
1
New R
terpesona
2020-10-24
1
🦋🦋 Lore Cia 🦋🦋
nyeri mikirin bini orang, yg bikin hati klepek" ya ardan😂😂😂
2020-07-02
1