== 5 == HINAAN

Dhamar tanpa berkata-kata langsung mendorong keluar trolinya. Tanpa melihat lagi kedalam dia menutup pintu ruangan dan berlalu kembali ke pantry. Semangatnya langsung kendor, dan tubuhnya terasa lemas diseluruh persendian tulangnya.

Wajahnya pucat, pikirannya berkecamuk hebat menyaksikan pemandangan tabu tadi, meskipun tak terlalu jelas apa yang dia saksikan karena terjadi begitu cepat dia paham benar itu adalah hal yang memalukan bila dilihat orang lain.

‘Apakah itu tadi bu Wulandari? Tapi kenapa beliau melakukan hal seperti tadi dikantor? Bukankah beliau masih belum punya suami seperti yang dikatakan teman-teman tadi sore?’ Dan lebih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan didalam otaknya. ‘Apakah aku masih bisa bekerja disini besok? Apakah aku akan dipecat? Itu pasti memalukan bagi bu Wulandari. Ya Allah… aku takut dipecat di hari pertamaku bekerja. Aku tidak salah ya Allah…

mohon lindungilah aku.’ Rintih hati Dhamar.

Bayangan pemecatan begitu nyata. Ketidak sengajaan membuat dia dalam bahaya. Apalagi mengingat  penyakit ibunya yang membutuhkan perawatan medis.

 ‘Padahal bekerja disini enak, aku dapat tips yang lumayan banyak hari ini. Kalau seperti ini terus, kemungkinan gajiku akan bisa utuh kuterima bulan depan, dan aku bisa memeriksakan penyakit ibuku ke dokter ahli.’

Kembali Dhamar mengusap wajahnya dengan kasar. Perasaan takut dan galau menyerangnya.

Tak sedikitpun dalam benak Dhamar terbayang tubuh indah tanpa busana Wulandari. Hanya kecemasan takut akan pemecatan dirinya akibat tanpa sengaja melihat kejadian tak senonoh di dalam ruangan kerja direktur pemasaran. Bahkan Dhamar tak mengingat sedikitpun wajah Wulandari. Ketakutan akan pemecatan membuat otaknya beku.

 Sementara itu di ruangan kerja Wulandari.

“Brengsek! Moodku jadi hilang. Siapa sih dia Wulan?” Gerutu Alex pada Wulan sambil memakai bajunya  kembali.

 “Aku ga tahu Lex. Sepertinya dia karyawan baru. Aku sangat malu Lex, sepertinya dia melihat kita dengan jelas.”

 “Benar-benar mengganggu orang saja OB brengsek itu. Kamu harus pecat dia Wulan!”

“Dengan alasan apa?” Tanya Wulandari. Wajahnya terlihat sangat cemas. Perasaan malu yang mendera dirinya membuat sifat arogan yang selama ini menjadi trade mark dirinya hilang entah kemana.

“Entahlah. Aku akan pergi sekarang!” Kata Alex. Lalu dia berdiri dan tanpa menoleh lagi meninggalkan Wulan yang masih duduk terdiam di sofa ruangan kerjanya.

Pikiran dan hati Wulandari pun berkecamuk hebat. Rasa malu yang mendera membuat dia otaknya mati kutu. Tak tahu lagi harus berbuat apa untuk menyingkirkan OB baru yang baru saja mengganggu kesenangannya bersama sang pujaan hati.

“Aku harus membungkam mulutnya!” Kata Wulandari mengambil keputusan. Karena dia tidak mampu  memberikan alasan yang bagus pada bagian HRD agar bisa melakukan pemecatan pada si OB.

Setelah merapikan pakaian dan dandanannya, Wulandari bergegas keluar menuju ruang pantry mencari OB  baru.

Dhamar masih terduduk didepan meja pantry. Tak disadarinya sosok Wulandari telah berdiri di depannya.

“Hei kamu, siapa nama kamu?” Bentak Wulandari pada Dhamar.

 Dhamar tak langsung menjawab. Dia mendongak setelah tersadar akibat bentakan itu. Seketika itu juga dia harus menelan ludahnya dengan kasar karena mendapati wajah Wulandari yang terlihat sangat menyeramkan.

“S-saya Dhamar bu.” Jawab Dhamar sedikit gelagapan.

“Kamu OB baru?” Tanya Wulandari dengan penekanan yang sangat menindas Dhamar yang mendengarnya.

“I-iya bu?”

“Kamu tahu siapa aku?”

Dhamar hanya menjawabnya dengan gelengan kepala. Sejujurnya dia memang belum pernah bertemu dengan Wulandari sejak tadi dia mulai bekerja.

“AKu Wulandari, direktur pemasaran disini.” Terang Wulandari. “Kamu minta berapa?”

 “Eee… maksud ibu?” Dhamar bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan Wulandari.

 “Halah! Aku tahu kamu memang sengaja masuk ke ruanganku kan? Orang miskin seperti kamu pasti sengaja melakukannya.”

 “Sa-saya tidak sengaja bu. Saya tidak tahu ibu masih didalam, saya fikir ibu sudah pulang karena bu Siska saya lihat sudah pulang tadi.” Jelas Dhamar dengan menundukkan kepalanya.

“Haaalaaah! Alasan! Sekarang kamu minta berapa agar mulut embermu tidak bercerita yang tidak-tidak.”

“Sa-saya tidak mengerti maksud ibu.” Jawab Dhamar dengan polos. Karena jujur dia tidak mengerti arah  pertanyaan Wulandari.

“Kamu ini! Kamu ini pura-pura bodoh atau memang goblok ya?” Tukas Wulandari dengan perasaan jengkel. Dia merasa dipermainkan dengan kepolosan yang diperlihatkan Dhamar.

“S-saya benar-benar tidak paham arah pertanyaan ibu.” Jawab Dhamar lagi dengan suara yang semakin  memelan karena ketakutan.

 “Oke. Oke. Dasar kamu ini. Sudah miskin, goblok lagi!” Maki Wulandari. “Sekarang dengar baik-baik ya… kamu ini kan orang miskin, ga berpendidikan tinggi, melihat apa yang aku lakukan tadi kamu pasti berharap aku akan memberikan uang yang banyak untuk menyumpal mulut itu kan? Nah Jelas? Katakan berapa yang kamu minta.”

Dhamar hanya diam mendapatkan cacian dan hinaan itu. Sebenarnya didalam hatinya dia tidak terima akan cacian itu. Dia merasa tidak bersalah, tapi kenapa dia yang dihina.

“Cepat katakana! Be..ra… pa yang kamu minta?” Kata Wulandari lagi sambil menarik kursi dan duduk tepat  didepan Dhamar. Lalu dia mengeluarkan buku cek dari tas kecil yang dibawanya. Wulandari menunggu kalimat dari bibir OB didepannya, dengan bullpen siap menulis angka didalam buku cek yang telah terbuka.

Dhamar diam. Sejenak kemudian dia menggelengkan kepala.

“Saya tidak meminta apapun dari ibu.” Jawabnya pelan.

“A-apa? Kamu tidak meminta apapun?” Tanya Wulandari masih dengan nada tinggi dan tidak percaya dengan telinganya sendiri yang mendengar jawaban ob didepannya.

“Benar bu. Saya tidak meminta apapun.”

“Kamu! Kamu ini memang brengsek! Kamu pasti akan mempersiapkan akal licik untuk memerasku di masa depan kan?” Tuduh Wulandari.

“Enggak bu… Enggak akan.”

“Hmmm… orang yang aneh.” Gumam Wulandari. Dia sekarang bingung dengan maksud kata-kata Dhamar tadi. “Terus mau kamu apa?” Tanyanya lagi sedikit melunak.

“Saya tidak meminta apa-apa bu, sungguh!” Dhamar kembali menegaskan jawabannya.

 “Semudah itu? Ayolah… pastinya kamu ini miskin banget kan? Aku akan memberikan sejumlah uang untuk kamu tutup mulut.”

Sekali lagi Dhamar hanya menggelengkan kepalanya. Dia hanya membatin ‘Iya bu, saya orang miskin. Tapi saya tidak butuh uang suap untuk menutup mulut saya ini.’

 “Kamu ini ya… Udah miskin belagu lagi! Besok aku yakin kamu pasti bercerita tentang kejadian tadi. Apa sih motivasi kamu sebenarnya? Ingin aku mendapatkan malu dan mundur dari jabatan aku? Hmm… jadi seperti itu ya? Kamu ini mata-mata dari sepupu-sepupuku yang iri padaku ya?”

 Dhamar melongo mendengar analisa yang dikemukakan wanita cantik didepannya ini. ‘Kenapa sih orang ini penuh kecurigaan? Dan mulutnya itu selalu mengeluarkan kata-kata menghina, apa tidak pernah ada orang yang mengajarinya?’ Begitu batin Dhamar dengan geram. Tapi kegeraman hatinya itu ditekannya. Dia takut dipecat  karena dia sangat butuh pekerjaan ini demi bisa memberikan ibunya perawatan kesehatan yang lebih baik.

“Benar kan? Siapa yang menyuruh kamu? Cepat katakan!” Bentak Wulandari.

“Maaf bu, saya semakin tidak paham dengan kata-kata ibu.” Jawab Dhamar cepat dan tegas. Kejengkelan didalam hatinya semakin tidak tertahan atas hinaan dan tuduhan tanpa dasar dari bibir Wulandari.

 “Apanya yang tidak paham? Darimananya kalimatku yang tidak bisa kamu pahami? Dasar! Udah miskin bodoh lagi! Cepat katakan kamu disuruh siapa hah?” Bentak Wulandari.

Bersambung…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!