“Kak Dhamar!” Tampak seorang gadis remaja berlari mendekat kearah Dhamar yang baru pulang dari mushola untuk sholat maghrib.
“Oh Mira, emang ada apa ya? Kamu kok sampai lari-lari kayak gitu?” Tanya Dhamar setelah Mira berada didepannya.
“Hari ini kakak kerumahku kan? Kebetulan ibu masak banyak hari ini.”
“Iya Mira… Hari ini kan khusus harus kerumah kamu. Kata ibu kamu biar kamu belajarnya semakin fokus.” Jawab Dhamar.
Dimalam hari Dhamar acap kali memberikan les belajar pada putra-putri tetangganya. Mereka memberikan upah seiklasnya, karena Dhamar tidak pernah membuka tariff. Dan khusus untuk Mira, Dhamar diminta oleh orang tua Mira agar mau memberikan les privat ke putrinya. Tentu saja Dhamar menyetujuinya.
Ke esokan harinya.
Dhamar telah tiba di gedung tempatnya bekerja setengah jam lebih awal. Dia memutuskan berangkat dengan berjalan kaki untuk berhemat. Meskipun jaraknya lumayan jauh sekitar empat puluh lima menit berjalan kaki.
“Assalamualaikum…” Salam Dhamar pada tim leadernya.
“Waalaikumusalam… Bangus Dhamar kamu datang lebih awal jadi kamu bisa berkenalan dengan rekan satu shift kamu dan aku bisa menjelaskan dengan detil tugas kamu nantinya.” Jawab Saleh sang tim leader.
Setelah itu dia menjelaskan secara detil tugas-tugas daripada seorang office boy. Termasuk wilayah kerjanya hari itu, yaitu lantai lima. Dhamar bertugas disana dan bertanggung jawab penuh atas kebersihan lantai itu.
Setelah beberapa saat mulai muncul rekan-rekan satu shiftnya. Mereka pun berkenalan. Terlihat mereka begitu ramah dan hangat. Mereka juga memberikan beberapa saran dan memberitahukan kebiasaan-kebiasaan yang ada di lantai lima.
“Whoaah… kamu sangat beruntung Dham, hari pertama bekerja kamu ditempatkan dilantai lima.” Kata Ruli, salah satu rekannya yang usianya lebih tua tiga tahun dan telah bekerja selama dua tahun disitu.
“Ho oh.” Timpal rekan lelaki yang lainnya mengamini kalimat Ruli.
“Emangnya kenapa bang?” Tanya Dhamar.
“Dilantai lima itu adalah lantai yang dihuni Direktur Wulandari.Beliau orang sangat cantik, tubuhnyaaa… W O W banget!” Tukas Ruli bersemangat.
“Cih, itu karena kamu punya otak mesum.” Sahut Winda setelah mendengar penjelasan Ruli. “Padahal bu Wulandari itu galak dan selalu memandang rendahan pada kita para OB. Tapi kamu begitu memuji kemolekan dan kecantikan bu Wulandari.”
“Iya sih, tapi entah mengapa aku selalu memandang beliau dengan semangat empat lima. Hahahah…”
“Udah Dham jangan dengarin omongan ga mutu si Ruli. Dia memang selalu begitu. Kambing congek pun kalo di kasih lipen dia pasti juga takjub memandang.” Seloroh Winda cepat, disambut tawa rekan yang lain.
Dhamar hanya bisa mendengarkan dan menggosok tengkuknya.
“Tapi para staf yang dilantai lima memang yang paling royal kalau memberi tips pada OB.” Terang Winda.
“Benar… Benar itu. Kalau kamu disuruh fotocopy atau apapun pasti diberi tips. Apalagi kalo mereka baru mendapat bonus target penjualan, kamu pasti akan diberi persenan yang lumayan.”
“Beneran mbak?”
“Iya bener itu.” Sahut yang lain hampir bersamaan.
“Percaya deh, kita semua yang disini udah pernah dapat tugas disana. Makanya kita semua tahu. Betul ga teman- teman?”
Semua rekan baru Dhamar mengangguk dan membenarkannya.
“Tapi ingat juga Dham, bu Wulandari itu orang yang gila kerja. Dia selalu pulang paling malam. Itu membuat kamu harus menunggu lebih dari waktu kerja kamu. Enaknya sih jam kerja lebih kamu akan dihitung lembur, dan itu artinya cuan broooo….” Terang Anis, rekan wanita lainnya yang usianya lima tahun lebih tua dari Dhamar.
“Kalau begitu, aku akan semakin semangat bekerja.” Jawab Dhamar dengan senyum mengembang.
“Harus itu.” Tiba-Tiba Saleh ikut masuk dalam obrolan santai itu. “Dan sekarang kalian harus segera mulai pekerjaan kalian. Jangan mengobrol terus disini.”
“Siap pak!” jawab mereka serentak dan langsung berlalu menuju tempat mereka ditempatkan.
Didalam lift mereka masih terus mengobrol.
“Kamu harus kuat jika bu Wulandari berkata pedas dan merendahkan kamu Dham. Jangan kendor, tetap semangat ya… dan ingat ganteng, kamu ganteng banget…” Nasehat Anis sambil menggoda Dhamar.
Dhamar hanya tersenyum tipis mendapati candaan dari teman barunya.
Ting.
Pintu lift terbuka di lantai lima. Dhamar segera keluar sambil mendorong troli perlengkapan kerjanya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai office boy di PT. Bintang Persada yang menempati gedung mewah itu.
Dengan seragam baru yang tadi dia terima, dan kartu identitas karyawan perusahaan yang tersemat di dada kirinya, Dhamar mantap mulai beraktifitas. Dia mulai menyapu lantai koridor dilanjutkan dengan mengepel.
Beberapa karyawan melintasi saat Dhamar sedang bekerja. Ada yang acuh tak peduli, ada pula yang menyapa dengan ramah ada pula yang hanya memandang terkesima. Umumnya karyawan wanita yang memandang Dhamar dengan takjub terkesima.
Ternyata tugas OB disana tidak hanya sekedar memastikan kebersihan. Tetapi juga sering mendapat perintah untuk membuatkan minuman untuk para staf dan manajer, juga membelikan makanan ringan di minimarket yang
terletak di lantai satu.
Dhamar merasakan kesibukan yang luar biasa di hari pertamanya bekerja. Entah mengapa para staf wanita dilantai lima itu sangat senang memanggilnya hanya sekedar untuk menyuruhnya membeli sekantung snack lalu memberikan tips yang lebih banyak dari harga snack yang dibeli.
Dan Dhamar begitu bersyukur dan menikmatinya. Setidaknya tips yang dia terima sampai hari menjelang magrib ini telah terkumpul hampir lima puluh ribu.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Para karyawan di lantai lima sudah semakin berkurang karena banyak yang pulang. Dari seluruh ruangan hanya satu ruangan yang belum Dhamar bersihkan. Yaitu ruangan Direktur Pemasaran.
Dengan sabar Dhamar menunggu di pantry lantai lima, pos tempat dia beristirahat sambil menunggu panggilan.
“Tampaknya hari pertamaku harus lembur nih. Barusan bu Siska sekreWulans bu Wulandari memberitahukan lewat intercom di pantry bahwa aku diperintahkan untuk membersihkan setelah bu Wulan selesai memeriksa seluruh laporan rekapitulasi penjualan minggu lalu.” Dhamar berbicara sendiri sambil mengambil segelas air dari dispenser yang berada di pantry.
Sudah satu jam berlalu semenjak bu Siska memberitahu Dhamar lewat intercom, tapi masih belum ada tanda-tanda bu Wulandari selesai bekerja. Sambil menunggu Dhamar membawa troli perlengkapan kerjanya untuk memeriksa seluruh lantai, barangkali ada yang sampah atau apapun yang luput dari perhatiannya.
Sekitar sepuluh menit berlalu, tiba-tiba Dhamar merasakan panggilan alam untuk membuang cairan sampah dari dalam tubuhnya. Dhamar pun berlalu ke toilet terdekat.
Dengan perasaan lega Dhamar keluar dari dalam toilet. Dia bermaksud kembali ke pantry. Sambil mendorong perlengkapan kerjanya, dia berjalan menuju pantry.
Dhamar memicingkan mata, tampak sosok bu Siska menjinjing tas berdiri di depan lift. Dhamar bergegas menghampiri untuk bertanya apakah sudah bisa membersihkan ruangan bu Wulandari. Akan tetapi Dhamar terlambat, belum sempat mendekat Siska sudah masuk kedalam lift dan turun.
“Yaah… apakah itu artinya bu Wulandari sudah pulang dan aku boleh membersihkan ruangannya ya?” Dhamar berkata sendiri menerka-nerka. “Aku lihat saja deh, kalau ruangan bu Wulandari gelap itu artinya beliau sudah pulang. Padahal sedari tadi aku belum bertemu dengan yang namanya bu Wulandari. Memang aku membuatkan secangkir kopi manis untuk beliau tetapi aku harus menyerahkannya pada bu Siska yang ruangannya tepat di sebelah ruangan bu Wulandari.”
Kambali Dhamar menyusuri lantai koridor menuju ruangan direktur pemasaran.
“Ah ruangan bu direktur sudah gelap. Berarti bu Wulandari sudah pulang.” Dhamar berkata dengan perasaan lega.
Tanpa mengetuk pintu lagi, Dhamar langsung membuka pintu kantor itu. Dia lalu berjalan mundur sambil menarik troli perlengkapan kerjanya.
“AAAAAHHH… KELUAR KAMU!” Sebuah jeritan keras dan kalimat mengeusir terdengar untuk Dhamar.
Dhamar bingung dan menoleh kearah suara.
“Astaghfirullah!” Pekik Dhamar.
Hari pertama bekerja setelah lulus sekolah, langsung mendapatkan pemandangan penuh dosa. Dhamar melihat seorang wanita yang cantik dengan seluruh pakaian atasnya telah terlepas sehingga terlihat jelas oleh Dhamar seluruh lekuk tubuhnya karena wanita itu rebah diatas sofa dengan lelaki yang juga setengah telanjang membungkuk diatasnya.
“CEPAT KELUAR KAMU!” Jerit wanita itu lagi setelah bangkit dari rebahnya. Dan dengan satu tangan mencoba menutupi dadanya dan satu tangan menunjuk ke arah Dhamar yang melongo dan terpaku ditempatnya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments