METAMORFOSA
Hari kelulusan.
Semua siswa bergembira hari itu. Pengumuman kelulusan SMA menyatakan seluruh siswa lulus. Aksi corat-coret baju dan gelak tawa bahagia mewarnai sebagian besar siswa-siswi SMK Negeri 1 terdengar nyaring. Gerbang pagar terkunci rapat dan tak akan terbuka sampai sore hari, harapan pihak sekolah agar para siswa yang telah lulus itu tidak mengadakan konvoi dan perayaan-perayaan aneh dan membahayakan keselamatan para siswa atau orang lain.
Dhamar Kumbara, salah satu siswa yang juga lulus tahun ini ikut bergembira meski tidak larut seperti teman-teman lainnya. Baju putih abu-abunya juga tak luput dari coretan cat semprot dan spidol. Dia hanya mengimbangi euphoria teman-temannya, sementara pikiran dan hatinya risau karena ibunya sedang sakit dirumah.
Banyak teman cewek yang ingin berfoto bersamanya, kata mereka kesempatan terakhir bisa foto selfie dengan Dhamar yang gantengnya sekilas mirip Aliando bintang Ganteng Ganteng Srigala itu. Dhamar hanya bisa bersabar sambil menyembunyikan kegundahan hatinya meladeni teman-teman seangkatannya.
Siang itu.
“Assalamualaikum…” Ucap Dhamar sambil membuka pintu dan masuk kedalam rumahnya. Rumah kecil yang dia tempati itu hanya berisi tiga ruangan. Satu ruang untuk tempat tidur Dhamar sekaligus merangkap ruang makan
dan ruang tamu. Lalu ruang tengah yang ditempati ibunya yang sering sakit tidur dan satu bilik kecil sebagai kamar mandi dan toilet.
“Waalaikumusalam…” Jawaban lirih dari Asih ibunya Dhamar dari dalam kamar.
Dhamar segera menghampiiri ibunya yang terrbaring lemah diatas kasur spon tipis. Sebagai anak yang baik Dhamar langsung merengkuh telapak tangan ibunya dan mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkannya itu.
“Ibu sudah makan?” Asih yang ditanya putranya itu hanya mengangguk lemah. Pagi tadi sebelum Dhamar berangkat sekolah sudah menanak nasi dan menggoreng tahu lalu mempersiapkan makanan untuk ibunya. Dhamar tersenyum melihat anggukan lemah itu, meskipun hatinya teriris menyaksikan betapa kondisi ibunya terus melemah. “Ibu sudah minum obatnya?”
“Sudah nak. Kamu sekarang cepat makan. Oh ya kamu sudah sholat?”
“Belum bu, sekarang Dhamar ke mushola dulu ya untuk sholat.” Pamit Dhamar.
Asih sekali lagi mengangguk lemah. Dia tatap punggung anaknya yang keluar dari ruangan yang hanya disekat dinding triplek tipis itu. Hatinya sangat sedih, semenjak Agung Suganda, suaminya sekaligus ayah Dhamar itu meninggal tiga tahun lalu, keadaan ekonomi yang dulunya pas-pasan semakin kekurangan. Dhamar sampai harus mencari pekerjaan serabutan selepas dia sekolah sekedar untuk bisa membantunya membayar listrik, atau keperluan lainnya. Asih sendiri tak kenal lelah bekerja siang malam sebagai buruh cuci, atau pekerjaan lainnya yang ia dapatkan dari para tetangga. Meskipun kadang dia harus mencari pekerjaan sampai jauh di kampung-kampung lain.
Asih juga sangat bersyukur, Dhamar putranya bisa mengerti keadaan yang terjadi. Sholatnya selalu terjaga tak pernah ditinggalkan. Air mata Asih perlahan menetes menggelinding melewati garis pipinya yang cekung.
Akibat terlalu keras bekerja dan kurangnya asupan gizi pada makanan yang sehari-hari dia makan membuat fisiknya menderita dan pada akhirnya divonis ginjalnya rusak, dan oleh para dokter puskesmas disarankan agar Asih tidak boleh terlalu lelah bekerja.
“Ibu… kenapa ibu menangis?” Tanya Dhamar membuyarkan lamunan Asih.
“Tidak apa-apa nak…. Ibu sangat bersyukur Allah menjadikan anak yang sholeh dan berbakti. Namun ibu juga bersedih karena ketidak mampuan ibu, kamu jadi sengsara seperti sekarang. Dimana teman-temanmu sekarang sibuk memikirkan akan berkuliah dimana, kamu harus memikirkan bagaimana mencari uang untuk makan. Maafkan ibu nak…” Jawab Asih sedikit terbata.
“I-ibu… jangan berfikir seperti itu, nanti ibu semakin sakit. Besok Dhamar akan cari kerja bu, tadi ijazah Dhamar sudah Dhamar ambil. Dhamar mohon doa dari ibu saja, agar Dhamar bisa cepat mendapat pekerjaan.
Dhamar ga akan pilih-pilih bu, Dhamar tahu diri ijazah Dhamar hanya SMK saja. Untuk saat ini Dhamar hanya berharap bisa mendapat kerja halal, dan mendapat gaji yang layak biar bisa membawa ibu ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan yang layak. Biar ibu kembali sehat seperti dulu.”
Air mata Asih semakin deras mengalir mendengarkan impian sederhana putra semata wayangnya itu.
“Bu… jangan menangis. Maafkan Dhamar jika telah menyakiti hati ibu.” Kata Dhamar sambil memeluk Asih yang masih terisak, terharu melihat kedewasaan putranya yang masih delapan belas tahun itu.
Malamnya, Dhamar terlihat sibuk membuat surat lamaran pekerjaan di ruang depan tempat dia tidur. Meja kecil yang biasa digunakan anak TK dia gunakan untuk alas menulis surat lamaran pekerjaan itu. Asih yang memandang dari pintu karena hendak ke kamar mandi untuk buang air, langsung terenyuh dan memanjatkan doa kehadirat Yang Maha Kuasa agar diberikan kemudahan bagi putranya itu.
Saat malam semakin larut, dengan kondisi tubuhnya yang lemah, Asih bangun dari tidurnya. Lalu bangkit dan menuju kamar mandi.Mengambil air wudlu dan lalu menjalankan sholat malam. Seperti kebiasaan yang
telah dia lakukan hampir setiap malam sejak dulu saat kondisi sehat maupun sekarang dikala dia sedang lemah karena sakit ginjal yang menggerogoti tubuh ringkihnya.
Dalam sujud Asih berpasrah kepada Yang Maha Kuasa. Dia iklas atas takdir yang tertulis untuk kehidupannya didunia ini. Doa panjang seorang istri juga ia ucapkan untuk kedua orang tuanya dan suaminya tercinta yang telah terlebih dulu menghadap ke hadirat Nya. Sebagai seorang ibu, Asih juga memanjatkan doa untuk putra tersayangnya, agar senantiasa putranya diberikan kemudahan dalam menghadapi segala ujian dan cobaan hidup.
Belum genap setengah jam Asih bermunajat di sepertiga malam, terdengar germicik air. Dhamar juga telah lama membiasakan diri untuk melakukan ritual sholat malam. Asih sangat bersyukur telah dikaruniai putra yang taat beribadah dan berbakti kepada orang tua.
Pagi menjelang. Sebelum berangkat untuk mencari kerja, Dhamar menyempatkan untuk merawat ibunya. Menyiapkan makan. Dan bahkan pagi ini Dhamar bersikerah menyuapi ibunya.
Asih mengunyah pelan makanan yang baru disuapkan putranya. Matanya berkaca-kaca terharu bahagia memperoleh putra yang berbakti.
“Dhamar, ingat selalu nasihat ibu ya. jangan sombong karena Allah Ta’ala membencinya. Jangan mudah terbawa emosi hingga mengucapkan kata-kata yang menghina orang lain dan juga jangan sampai kamu mengeluarkan sumpah yang akan kamu sesali dikemudian hari.”
“Baik bu.” Jawab Dhamar takzim.
“Oh ya, yang terpenting jangan tinggalkan sholat lima waktu. Karena kita tak pernah tahu kapan kita akan berpulang menghadap Nya.” Sambung Asih lagi. “Ibu memberi nasihat tadi karena bapakmu dulu pernah melakukan kesalahan fatal, karena tak mampu mengontrol emosinya lalu mengucapkan sumpah yang sangat disesali bapak kamu hingga akhir hidup bapak kamu.”
“Benarkah bu, bapak sama ibu belum pernah cerita pada Dhamar.”
“Sudahlah, kapan-kapan akan ibu ceritakan. Sekarang ibu sudah kenyang.”
“Tapi bu, ini masih ada sisa dua sendok lagi. Sayang bu mubazir.”
“Kamu aja yang habiskan. Mana obat yang harus ibu minum. Kalau kekenyangan ibu akan muntah.” Jawab Asih dengan tersenyum lembut.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Yuni Aqilla
aku mampir thor
2022-02-05
1
Kidung Mesra
sudah Lik n pav ya tor
2022-02-04
1
4GDHGita
akhirnya otorku ini balik lagi..!!!semangat up nya tor..!💪💪💪
2022-01-23
1