Suara langkah kaki Alendra memasuki sekolah seakan sihir bagi para siswi yang memang sengaja menunggu kedatangannya.
Alendra dengan segala pesona yang dia punya melangkah santai seakan tidak peduli dengan tatapan disekitar yang begitu memuja.
"Pak Endra," panggil salah satu siswi berhasil menghentikan langkahnya.
Hanya siswi itu yang berani melakukan hal tersebut. Yang lain hanya diam memuja tanpa berani bergerak.
"Iya," jawabnya layaknya seorang guru berwibawa dihadapan muridnya.
Senyum manis itu terbit kala sapaannya dibalas oleh sang pemilik wajah rupawan itu. Meski singkat tapi membuat nyalinya semakin besar untuk mendekat.
Aurel menunjukan salah satu buku miliknya. Lalu dengan segala rekayasa yang sengaja dia buat untuk menahlukan lawan di depannya ini ia mulai beradu akting untuk mendapat simpati.
"Pak bisa minta waktunya sebentar? Sebentar lagi saya ada ulangan tapi saya belum mudeng sama rumus yang ini?" ujar Aurel sembari memperlihatkan LKS dengan berbagai macam soal yang ada.
Alendra terdiam sejenak. Mengamati rumus-rumus yang sebenarnya sudah hafal di luar kepala. Namun ucapan dari Alendra berikutnya membuat Aurel mati kutu serta tidak ada lagi alasan untuk dekat dengan beliau.
"Ini gampang sebenarnya. Tapi maaf saya bukan guru fisika. Kamu boleh tanya langsung sama guru yang bersangkutan ya kalau tidak paham," jelas Alendra diiringi senyum sebelum kepergiannya.
Setengahnya Aurel malu setengah mati, namun ia juga terkesima dengan senyum tampan yang Alendra berikan.
"Ah..masa bodoh gue terlihat memalukan, yang penting gue dapat senyum itu," gumamnya tersenyum miring.
Menurutnya satu langkah untuk mendekati Pak Endra sudah ia lakukan dengan benar meski berakhir dengan sedikit kecewa.
"Pak Endra kenapa beda banget sih vibez nya?" celetuk Aurel tersenyum senang.
Berbeda dengan Alina yang sedari tadi diam mematung di kelasnya. Bayang-bayangan dimana tadi malam ia tidak sengaja menindih Alendra terus berputar di otaknya.
"Gue inget banget malam itu tanda merah, kemarin ciuman bibir dan tadi malam..." Alina meraba bagian dadanya.
"Besok apa lagi? Akh.... Ale bener-bener keterlaluan, segala bilang bukan tipe tapi terus aja modus, iya gue yakin banget dia modus awas aja kalau lo beneran mulai suka gue tarik ulur tau rasa," dumel Alina membuat Widya yang berada di sebelahnya menatap aneh Alina.
"Alina, kamu kenapa?" tanya Widya membuat Alina seketika tersadar.
"Widya," adu Alina dengan muka memelasnya.
"Alin kamu sakit?" tanya Widya yang mendapat gelengan kepala dari Alina.
"Widya gue mau curhat deh," ujar Alina yang duangguki oleh Widya.
"Lo pernah ciuman nggak?" tanya Alina seketika membuat Widya melotot.
Pacaran saja belum pernah apa lagi ciuman, tapi kalau mencium adiknya yang masih kecil dibagian bibir sering Widya lakukan.
"A-aku nggak pernah pacaran Alin, tapi-"
"Tapi apa Wid? Ciuman udah gitu?" tanya Alina semangat.
Anggukan kepala dari Widya semakin membuat Alina terperangah. Diam-diam Widya ini seperti suhu, terlihat polos dan tidak tahu apa-apa tapi malah melakukan hal begitu tanpa sebuah setatus.
"Maksudku sama adik ku Alin, kenapa tanya-nya gitu? Kamu sudah melakukannya dengan calon suami kamu?" tanya Widya membuat Alina bernapas lega.
Lega karena ternyata Widya tidak seperti apa yang baru saja Alina bayangkan. Widya gadis polos yang bahkan ciuman dengan adiknya sendiri saja dia akui.
"Alin," cicit Widya lagi.
"Iya Widya, tapi cuma sekali saja kok," jelas Alina membuat Widya terkejut.
Kepalanya sengaja ia condongkan untuk mendekat. "Enak?" tanya Widya yang kini malah membuat Alina yang nampak terkejut.
Alina pikir Widya akan menanyakan hal lain, tahunya malah yang sama sekali tidak Alina perkirakan pertanyaan aneh Widya.
"Apaan sih, b aja tuh," elak Alina.
Enak sih tapi nggak banget, pasalnya Alendra kemarin melakukannya dengan cara tiba-tiba, Alina jelas belum siap, dia seperti disumpal oleh benda kenyal yang bisa menghanyutkan.
"Semua disuruh ganti baju olahraga terus ke lapangan," beritahu Danil ketua kelas mereka.
Semua siswa dan siswi kini saling berbondong menuju ke toilet untuk berganti seragam olahraga. Tidak terkecuali Alina dan Widya yang juga melakukan hal yang serupa.
Baru setelah itu sesuai intruksi ketua kelas mereka menuju ke lapangan. Namun ada yang berbeda kali ini. Bukan guru olahraga seperti biasanya. Pak Endra datang untuk menggantikan guru olahraga yang ternyata tidak hadir hari ini.
Sontak saja semua siswi berteriak senang dan semakin bersemangat melihat siapa guru yang akan menggantikan.
"Asik...pak Endra girls," ujar salah satu siswi.
"Gue udah cantik belum?"
"Mimpi apa sih gue semalam, olahraga bareng pak Endra? Mau banget."
"Harusnya emang pak Endra ngajar olahraga juga biar kita nggak cepet kecapean."
Beberapa obrolan dari siswi-siswi centil yang mulai bertingkah karena kedatangan Alendra.
Alina yang mendengar hanya berdecih tidak suka. Alendra yang mengajar jelas malah membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Alina masih merasa malu dengan kejadian tadi malam. Tadi pagi saja keduanya berangkat tanpa sepatah katapun disepanjang perjalanan.
Yang biasanya akan nerocos tadi pagi Alina terus terdiam, ia sibuk memainkan ponselnya agar tidak gatal untuk membuka suara.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Alendra yang dijawab kompak oleh murid-muridnya.
"Pagi pak."
"Pagi pak ganteng," balas siswi-siswi centil yang langsung mendapat sorakan dari anak-anak cowok.
"Wuuu..."
"Hari ini saya menggantikan pak Wisnu karena beliau sedang ada kepentingan dan tidak bisa hadir," jelas Alendra.
"Tidak apa-apa pak. Malah seneng kok kita... Diganti pak Endra terus juga nggak papa," lagi-lagi siswi berkategori centil terus menyletuk dan membuat semua kembali bersorak.
"Halah..apa bagusnya tuh guru sih," dumel Alina tanpa minat melirik ke arah Alendra.
"Alin, pak Endra ganteng banget ya kalau diliat-liat," ujar Widya seketika membuat Alina menoleh.
Bukan menatap Alendra di depannya, tapi Widya yang sedang senyum-senyum tidak jelas menghadap ke depan.
"Jangan bilang lo mulau ketuluran mereka deh Wid," balas Alina yang dijawab Widya dengan gelengan kepala.
"Enggak kok, dari kemarin kedatangan pak Endra kan aku sengaja buat nggak liatin terus, takut serangan jantung tiba-tiba liat senyumnya," ujar Widya seketika membuat mata Alina membola.
Ck... Yang benar saja gadis seperti Widya saja sampai terhipnotis oleh paras Alendra? Alina benar-benar tidak mengerti pesona seperti apa yang Alendra miliki.
Ganteng memang, tapi tidak tahu dirinya itu lho yang membuat Alina tidak terima rasanya jika guru tampan itu terus dipuja-puja. Bahkan salah satu sohibnya saja sudah terkena sawan Alendra.
"Nggak beres emang," decak Alina membuat smeua murid menatap ke arahnya.
"Heh..kamu!" Alendra menunjuk Alina.
"Gue eh...saya pak?" tanya Alina yang diangguki oleh Alendra.
"Iya, maju sini," suruh Alendra dan dituruti oleh Alina.
Dalam hatinya sudah ngedumel tidak jelas menyumpah serapahi Alendra yang tahu saja matanya dengan keberadaan Alina yang sengaja berbaris di belakang tadi.
"Kamu baris paling depan biar nggak ngobrol sendiri," ujar Alendra seketika membuat mata Alina membola.
Ini tidak baik untuk Alina. Tetapi bagi sisw yang lain jelas ingin diposisi Alina seperti saat ini. Lihat saja Alina begitu dekat dengan guru tampan tersebut, bahkan aroma harum dari si guru tampan mengaur jelas di sekitar Alina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
ηα∂нιяα zαняα 💞💞
ada apa sich tadi malam 😁😁
2022-12-02
0
ZaeV92
alina 😘😘😘
2022-04-24
0
acih aja
uhuyy... bikin senyum2 sendiri
2022-04-08
1