Apa arti kata Introspeksi diri

[Video penggerebekan pelakor oleh istri sah dengan membawa bayi yang masih merah]

Aku meradang, melihat peristiwa kemarin tersebar begitu saja di medsos. Di sana terpampang jelas wajah Maira yang sangat tegar dan elegan membawaku pulang tanpa marah dan kekerasan. Sementara aku menunduk-nunduk dalam video itu, sudah pasti pelakunya adalah salah seorang dari ibu-ibu kemarin. Adegan berikutnya adalah Risa yang habis jadi bulan-bulanan warga yang marah.

Kuawasi Maira yang sibuk dengan Luna dan Lintang di lantai bawah. Setelah dirasa aman, kuhubungi Sila.

[Halo, Wa? Kenapa nelpon pagi-pagi? ] tanya Sila di sebrang sambungan.

"Nggak usah pura-pura nanya, dapet video itu dari mana?" tanyaku sedikit berbisik.

[Ahaha ....] Bukannya jawaban malah suara tawa Sila yang terdengar.

"Haduh, Sil, bantu hapus video-video itu, gimana perasaan Maira kalo liat?" ucapku kesal.

[Dewa ... Dewa, elu nggak salah?] ledeknya.

Tentu saja tidak, aku sudah kebal dengan kabar miring tentangku, sudah biasa dan tidak berpengaruh apa pun padaku. Tapi tidak dengan Maira. Di saat aku benar-benar berubah, kenapa harus segaduh ini?

"Bantu gue, Sil! Kasian Maira, tolong lah!"

[Sampai kapan lu mau nyakitin Maira terus? Kasian istrilu itu, Wa.]

"Bantu gue dulu, urus yang satu ini," ucapku memaksa.

Sila adalah teman kantorku, dan dulu adalah teman kuliah Maira. Dia tahu semua kartuku. Panggilan kuakhiri, berharap Sila menegur salah seorang karyawati dari divisinya yang mengupload video itu.

Aku pun harus memastikan kalau Maira belum melihat video itu. Kucari-cari keberadaan ponsel Maira dengan hati-hati karena takut membangunkan Guntur. Beruntung, kutemukan ponsel Maira di atas nakas dalam keadaan mati karena kehabisan daya.

Setelah selesai aku bersiap untuk sarapan, aku lupa kapan terakhir aku memakan sarapan yang dibuat oleh Maira. Namun pagi ini aku sangat merindukannya.

Kuhampiri Luna dan Lintang yang sedang menyantap sarapannya di meja makan. Maira duduk menatap mereka dengan secangkir kopi di tangannya. Kusapukan mataku ke permukaan meja. Tidak ada piring untukku, bahkan secangkir kopi pun tidak ada.

"Mah, mana sarapan papah?" tanyaku seraya menyentuh kedua pundak Maira.

Maira terkesiap dengan sentuhanku hingga kopi di tangannya terguncang dan tumpah ke meja.

"Maaf, Mah, maaf ... Mamah kaget ya?" ucapku melihat kekacauan itu.

"Papah gimana, sih? Jadi tumpah kopi mamah," ucap Luna melihat genangan kopi sampai pada ujung piringnya, sementara Lintang justru tertawa melihatnya.

"Maaf sayang, papah nggak sengaja," ucapku seraya mengusap rambut putri sulungku.

Maira buru-buru pergi, membawa kopinya yang tersisa dan kembali lagi membawa kain lap untuk membersihkan meja. Maira tetep diam, seolah aku hanyalah mahluk astral yang tidak nampak di matanya.

Tatapan Maira membuatku tersinggung, sangat jelas di matanya betapa dia jiji* denganku. Apa aku sekotor itu di matanya? Sudah keterlaluan.

Aku pergi dengan emosi. Maira pernah berkata bahwa aku adalah lelaki yang menyebalkan, di saat aku salah dan Maira marah, aku akan berbalik marah pada Maira.

Aku tidak bermaksud menjadi menyebalkan, hanya saja di saat aku sudah meminta maaf, kenapa Maira masih marah dan bersikeras menutup diri. Dia bersikap angkuh seolah sudah tidak butuh. Dia selalu ingin membuatku rendah dengan memohon-mohon ampunan darinya.

Walau pada akhirnya aku menyesal dan sadar, bahwa tidak seharusnya aku marah karena aku memang salah. Tapi susah sekali menahan emosi mana kala Maira sedang mengungkit semua kesalahanku. Rasa marah itu meledak-ledak saat kutahan, membuat sakit kepala dan dadaku terasa terbakar.

***

Meeting dengan klien berlangsung, tapi pikiranku tidak bisa fokus. Untung saja rekanku bisa mengatasinya. Aku masih memikirkan Maira.

"Dewa! Keterlaluan banget sih, kalo punya masalah jangan dibawa ke kantor!" tegur Sila padaku.

"Kalau klien kabur gimana?" tambahnya.

"Maaf, Sil!" kupijat pelipisku dengan kencang, seluruh urat sarafku menengang karena masalah ini.

Sila tampak kesal denganku, dia menyeret kursinya dengan kasar dan hendak melangkah pergi.

"Sil, tunggu!" cegahku.

"Apalagi?" jawabnya ketus, wajar dia marah, aku hampir saja mengacaukan sebuah projek besar.

"Mau curhat? Video itu udah dihapus kok," tuturnya tepat menebak pikiranku.

"Makasih, Sil. Maaf gue kacau banget!" keluhku.

"Emang Maira gimana? Minta cerai? Baguslah biar elu tahu rasa!" ucapnya kembali duduk di kursi dan membuka lagi laptopnya, siap mendengarkanku.

"Maira emang minta cerai terus tiap gue kepergok selingkuh gini, tapi gue nggak bisa, Sil, nggak ada niat ke arah sana!" ucapku membenarkan dugaan Sila.

"Egois lu, Wa!" ucapnya, sementara matanya menatap laptop.

"Maira itu habis ngelahirin, banyak lho cewek yang gila dan stres pasca persalinan, dan elu bukannya bantuin dia malah selingkuh, Maira nggak gila aja sukur, lho!" lanjut Sila.

"Stres pasca persalinan?" tanyaku, seperti mitos yang pernah kudengar.

"Baby blues!" tegas Sila.

Sila fokus pada laptopnya dan aku tenggelam dalam pikiranku sendiri.

"Maira diem, Sil, nangis sekali doang pas lagi mergokin, habis itu udah dia diem, dingin, horor, dan ngeselin nggak bisa diajak ngomong!" keluhku pada Sila.

"Padahal biasanya Maira nangis bisa seharian, marah-marah, nuntut penjelasan. Gue pikir itu aja udah ngerepotin banget, tapi ternyata pas Maira diem kayak gini jauh lebih repot. Gue mau ngejelasin kaya gimana pun nggak didenger, gue minta maaf malah diajak cerai," lanjutku.

"Dan yang bikin gue balik emosi pas Maira keliatan jijik banget sama gue!"

"Wajar banget, Wa! Kalo gue yang jadi Maira udah gue cekek-cekek suami kayak elu!" celetuk Sila.

"Terus gue harus gimana? Gue nggak mau cerai!" Kuacak-acak rambutku sendiri dengan kasar.

"Mungkin Maira butuh waktu, Wa. Kalo cewek udah diem itu tandanya udah capek, capek banget mungkin, wong suaminya selingkuh berkali-kali. Elu nggak punya hati apa gimana sih, Wa?" tanya Sila tanpa memandangku.

"Ya nggak gitu juga, Sil."

"Mending lu introspeksi diri dulu, cari apa yang salah dari diri lu, coba bayangin, gimana kalo yang selingkuh berkali-kali itu bukan elu, tapi Maira!" Sila menghentikan aktifitasnya dan menatap tepat ke mataku.

Introspeksi? Aku tahu kata itu, tapi tidak tahu cara yang benar untuk melakukannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Nova Lasari

Nova Lasari

sekali selingkuh akan ttap selingkuh

2022-02-27

0

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

astagfirullah gedeg banget sama si Dewa... laki-laki super super egois... udahlah Maira hempaskan Dewa biar tahu rasa, emang laki-laki cuma dia aja😡😡

2022-01-22

1

⸙ᵍᵏKᵝ⃟ᴸIp

⸙ᵍᵏKᵝ⃟ᴸIp

Aku tersinggung karena melihat Maira sangat jijik padaku, apa aku sekotor itu??........ Dewa
👏👏👏👏👏👏👏👏👏
ckckkkk... Bapak Dewa yang terhormat coba balikin posisi ya, anda jadi Maira dan Maira jadi anda, apa dan bagaimana anda akan bersikap??

2022-01-22

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!