Bab 19. Sebuah Luka Lama

Drama yang di lukis alam tiada habis. Ia masih terus berarak bersama gerak langkah hidup manusia. Waktu tidak pernah bisa disalahkan karena dia hanya sekedar ingin memberitahu dan mengingatkan kapan cerita harus berhenti dan kapan cerita harus dilanjutkan.

Waktu telah menjadi spekulasi yang mendebarkan. Apa yang akan terjadi hari ini? Atau esok hari? Semua dibungkus rapi dalam tabir misteri. Begitu pula dengan pertemuan selalu menjadi ajang yang mendebarkan.

Apakah pertemuan itu bagian dari nasib? Karena orang selalu bertanya-tanya, bagi mereka yang percaya lalu mendeklarasikan dirinya sebagai peramal ulung mengatakan bahwa orang tidak bertemu begitu saja. Pasti ada sesuatu dibalik itu. Bukankah begitu banyak hidup yang berubah lantaran disebabkan pertemuan.

Hari ini Sarah Butik tampak ramai dari biasanya. Satu per satu pelanggan datang atau sekedar singgah untuk melihat-lihat produk baru yang ditawarkan. Gadis berkhimar dengan cekatan dan lincah melangkahkan kakinya kesana kemari demi melayani customernya yang membludak, beruntung hari ini Tante Arini datang membantunya.

Dari hasil bertanya ke beberapa customernya, mereka mengatakan sengaja membeli baju jauh-jauh hari sebelum bulan Ramadhan dan Idul Fitri datang, karena kalau sudah mepet-mepet mendekati hari H pasar-pasar akan lebih penuh dan beberapa oknum pedagang terkadang dengan sengaja menaikkan harga barang menjadi dua kali lipat.

Sekitar pukul 11.30 WIB keduanya baru bisa merenggangkan badan atau sekedar istirahat mengisi santap siang, karena pengunjung mulai berkurang satu per satu hingga yang tersisa bisa dihitung dengan jari.

Tak berselang lama setelah itu mobil berwarna putih berhenti tepat di depan Sarah Butik. Sepertinya tujuan mereka memang hendak ke butik itu.

Gadis berkhimar yang tengah menyeruput segelas es campur yang baru dipesannya tanpa sengaja menoleh ke arah pintu butik yang masih terbuka. Yang berhasil ditangkap oleh indra penglihatannya adalah seorang pria bersama dengan perempuan paruh baya yang berusia kira-kira lima puluh tahunan lebih.

“Selamat datang di Sarah Butik, ada yang bisa dibantu?” Tante Arini datang menyambut ramah customer yang baru masuk.

Mata gadis berkhimar itu sedikit tercenung, sepertinya ia tidak asing dengan laki-laki yang barusan datang ke butik. Dia mencoba menggali lagi dalam-dalam ingatan tentang laki-laki itu.

“Az.. Azzam. Bukannya itu Azzam?” ucapnya kemudian.

Azzam membalas pertanyaan Tante Arini dengan ramah pula. “Ouh, kami kemari ingin mencari-cari gamis, kata Umi di sini selalu update produk-produk terbaru dan bagus sekaligus harga bersahabat.”

Tante Arini mengangguk. "Betul sekali, di sini kami selalu mengupdate produk baru mulai dari gamis, gaun pesta, gaun pengantin pun ada. Siapa tau Mas yang ganteng ini nanti sudah menemukan jodohnya. Bisa mampir fitting baju ke sini."

Azzam tertawa masgyul. “Iya lain kali kita akan coba mampir ke sini untuk fitting baju pengantin."

"Coba fitting baju pengantin? Berarti Mas-nya belum menikah ya? Dan baru on the way menikah!" Tante Arini tersenyum merekah.

"Oh, tidak. Kalau saya sudah menikah."

Raut Tante Arini seketika berubah kecewa.

"Kenapa memangnya?" tanya Azzam ketika melihat raut wajah perempuan itu sumringah.

Tante Arini tersenyum rikuh. "Padahal maksud saya, mau menikung Mas-nya loh," gurau Tante Arini, setelahnya terkekeh.

Azzam ikut tertawa pelan.

“Baiklah, ini katalognya boleh dilihat dulu.” Tante Arini mengangsurkan katalog yang diambilnya dari meja Sarah.

Seperti biasa Sarah Butik selalu memberikan katalog terlebih dahulu pada pengujungnya tentang produk-produk yang ada di toko ini, karena tidak semua barang dipajang di butik sebagian disimpan dulu jika ada yang ingin membelinya baru dikeluarkan.

“Mashaallah, gamisnya bagus-bagus warnanya juga begitu cantik dan kalem. Sepertinya ini menyamakan dengan sang pemiliknya, ya?” kata Umi Salamah memuji, ketika melihat koleksi-koleksi gamis di buku katalog yang dipegang.

“Umi tau aja. Kalau Umi mau lihat pemiliknya, itu dia di sana, ” ujar Tante Arini seraya melayangkan arah telunjuknya ke arah Sarah yang masih duduk di bagian bilik tengah butik.

Gadis berkhimar itu lalu tersenyum ke arah konsumen karena sudah terlanjur Tante Arini memperkenalkannya. Akhirnya, ia berjalan menghampiri kedua konsumen mereka yang masih berdiri di ambang pintu kaca butik.

“Assamalu’alaikum. Selamat datang di Sarah Butik, semoga Umi bisa terkesan dan bisa berlanganan dengan butik kami,” kata Sarah dengan nada suara yang halus dan lembut. Bukan dibuat-buat memang begitulah adanya. Sarah, si gadis berkhimar bersuara kecil dan agak serak.

“Terima kasih, Nak. Umi mau lihat-lihat ke dalam dulu, yah?”

“Mari Umi silahkan,” kata gadis itu kepada Umi Salamah.

Dia lalu memberi kode pada Tante Arini supaya menemani Umi Salamah memilah-milah barang yang ada di dalam butik. Sekarang tinggal-lah si gadis berkhimar dengan Azzam di bagian ruang depan butik.

Sama seperti Sarah tadi, Azzam seperti sedang men-scan rekaman wajah si wanita yang seperti pernah dilihatnya. Berkerut-kerut dahinya ketika mencoba mengingat-ngingat.

“Assalamu’alaikum, Mas Azzam,” sapa gadis itu.

“Kamu tahu nama aku?” tanya Azzam. “Sebentar, sebelumnya kita seperti sudah pernah bertemu, ya.”

“Iya memang betul. Mas itu kakak tingkat aku waktu kuliah dulu, sekaligus ketua dari forum studi islamic di kampus, dan aku bagian dari tim kerja Mas Azzam. Ingat?”

Azzam masih berusaha mengingat, dan sepertinya kali ini memorinya telah mampu menata kepingan-kepingan rekaman beberapa tahun silam. Mulai tergambar sedikit siapa wanita ini.

“Ouh iya-iya. Sarah, bukan?” teka Azzam.

Sarah tersenyum. “Iya, Mas. Tepat sekali.”

Azzam tampak sumringah karena berhasil menebak nama gadis itu dengan benar.

“MashaAllah, bagaimana sehat?”

“Alhamdulillah, Mas.”

“Berarti ini butik kamu, Sarah?” Azzam bertanya karena tak sengaja matanya menangkap plakat depan butik yang bertuliskan Sarah Butik.

“Alhamdulillah ada rezeki ya aku coba buka usaha butik begini. Beberapa produk di sini juga hasil produksi dan desain tangan sendiri. Ya, jadi aku merasa senanglah dengan begitu bisa menyesuaikan dengan perkembangan fashion dan trend anak muda. Makannya harga yang kami patokpun tidak terlalu mahal.”

“Ini sungguh bagian usaha yang bagus. Setidaknya kamu mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Pertama, menumbuhkan daya kreatifitas karena pasti si desaigner akan terus berinovasi untuk memperbaharui model-model barangnya sesuai selera pasaran dan fashion masa kini. Kedua, pastinya selalu ada pemasukan tambahan sehari-hari dan bisa untuk diinvestasikan sebagai modal usaha-usaha lainnya. Lagian tidak semua orang punya kesempatan yang sama sepertimu. Apalagi keahlian menjahit. Kalau kita lihat sekarang beramai-ramai orang mencari pekerjaan, hingga perusahaan-perusahaan tak mampu lagi menampung pengangguran yang selalu menambah tiap tahunnya. Maka, salah satu inisiatifnya adalah kita yang bergerak dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Yaa, hitung-hitung mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.”

Sarah seperti begitu terkesan. Bagaimana tidak idealisme yang meluap-lupa kerap ia tunjukkan dulu sewaktu mereka masih berkerjasama dalam lingkungan kampus. Sebelum mereka sama-sama memilih jalur yang berbeda usai menamatkan kuliah strata satu.

“Ya, patut disyukuri si Mas. Ini bagian dari usaha awal yang coba aku rintis. Butik ini belum juga lama berdiri. Baru sekitar enam bulanan. Kalau anak sekolahan bilangnya, satu semester. Ya nggak?”

Keduanya lalu tertawa berderai.

Seperti biasa angin sudah tahu apa yang mesti menjadi tugasnya. Angin berputar dengan lembut menimbulkan bunyi semacam siulan yang menerpa lalu menerbangkan dedaunan kering. Hawa sekitar pohon tua semangkin nyenyak dan seolah-olah semuanya menjadi terasa ringan. Sementara, di tengah hari yang panas ini udara mulai terasa sedikit sejuk dengan perlahan-lahan bergesernya awan kelabu yang dikirim angin dari barat. Ini adalah bagian dari satu masa ajaib yang singkat, meruap.

“Ngomongin tentang sekolah, setelah pulang dari kuliah di Mesir sekarang Mas kerja di mana?”

“Aku mengajar di Yayasan MA Mualimin saat ini.”

“Oh, nggak ada niatan untuk beralih menjadi dosen?”

“Kalau ada rezeki ya kenapa tidak. Tapi untuk saat ini memang aku memilih untuk di Madrasah dulu karena sekolah membutuhkan jasaku yang kekurangan guru.”

Satu per satu orang hilir mudik, keluar masuk butik, membuat mereka terasa sedikit terganggu. Sarah mengajak supaya mereka bisa mengobrol di beranda butik saja. Kebetulan di sana memang kerap digunakan untuk Sarah berdiskusi dengan teman atau juga kliennya yang kerap mengambil barang dari butik.

Gadis itu izin sebentar masuk ke dalam untuk membuatkan minum. Tidak butuh waktu dua menit lamanya, ia kembali dengan mambawa nampan berisikan segelas teh hangat racikannya.

“Mari diminum, Mas.” Sarah menyerahkan secangkir teh yang beralas piring kecil untuk Azzam.

“Iya, terima kasih.”

Sarah mencoba melihat-lihat sekitar lalu pandangan matanya difokuskan ke arah mobil Azzam.

“Cuma berdua dengan Umi? Kamu nempel terus ya sama Umi.”

Azzam menyegih. “Tidak juga, kebutulan juga nggak sibuk hari ini. Makannya nyepetin mengantar Umi. Lagian cuma aku yang masih di sini sedangkan saudara-saudara yang lain sudah balik lagi bekerja di luar daerah,” jelasnya.

Sarah mengangguk, tiba-tiba terbesit dipikirannya untuk menanyakan tentang apakah diusianya saat ini dia sudah berkeluarga.

“Mas, tidak jalan begitu dengan teman wanita?” tanyanya mengusik.

Azzam tersenyum, baru membalas, “Aku tidak punya teman wanita,” kata Azzam kemudian menyeruput kembali teh hangat yang sudah mulai dingin.

Sarah seperti tampak sedang memikirkan sesuatu karena baginya tidak masuk logika laki-laki macam Azzam, laki-laki yang sholeh dan smart belum memiliki teman wanita atau pendamping hidup. Tidak mungkin jika tidak ada wanita yang tidak tertarik dengan pria sepertinya.

“Aku memang tidak punya teman wanita, tapi punya istri.”

Azzam melanjutkan kembali kalimatnya tadi yang belum selesai. Dia sengaja memberikan sedikit jeda karena tiba-tiba tenggorokannya terasa kering sehingga butuh sedikit air untuk sekedar membasahi tenggorokan.

“Sudah punya anak?”

“Belum. Kita baru menikah lebih kurang sebulan lalu.”

“Oh, pengantin baru nih ceritanya. Pantesan aura-auranya lain," goda Sarah. “Wah, sebentar lagi nih pasti Umi bakalan menimang cucu pertamanya.”

Raut wajahnya masgyul. “Aku tidak ingin terlalu membebankan istriku untuk melakukan pekerjaan rumah tangga di tambah lagi perihal momongan karena dia juga masih SMA. Aku Jug tidak ingin terburu-buru. Biarlah dia menikmati masa-masanya, seperti anak-anak sekolah pada umumnya.”

Sarah mengernyit. “SMA? Mas menikahi gadis remaja SMA?”

Sarah sepertinya begitu terkejut kalau Azzam memilih menikahi wanita yang umurnya masih belia yang jelas jauh di bawah dia.

Azzam mengangguk. “Kenapa? Kok seperti kaget begitu?”

“Ahm, tidak. Aku kira Mas Azzam akan mencari pendamping hidup yang sepadan dengan Mas seperti lulusan perguruan tinggi kenamaan, ustadzah, atau penghafal Qur’an.”

Ucapan Sarah itu, membuat Azzam tertawa seketika. “Tidak mesti. Itu tergantung dari perspektif masing-masing saja. Mungkin memang ada beberapa orang yang mengambil pandangan demikian.”

“Tapi Mas, bukankah islam sebagai agama terakhir yang dijadikan pedoman umat manusia menganjurkan bahwa kita untuk mencari pasangan, yakni calon suami atau istri yang baik, karena dalam suatu penikahan yang diharapkan terciptanya keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah.”

Sarah memberi jeda sejenak, lalu kembali berujar, “Sebab menikah itu berarti mengikat seseorang untuk menjadi teman hidup yang tidak hanya satu atau dua tahun, tetapi seumur hidup dan menghasilkan keturunan. Jika salah satu kemuliaan syariat islam adalah diperintahkan untuk berhati-hati dan teliti dalam memilih pasangan hidup, karena rumah tangga wajib dibentuk atas dasar keimanan yang kokoh dan tauhid.”

Azzam menarik napas, dan sedikit memperbaiki posisi duduknya. “Ya, kamu benar Sarah. Mencari pasangan hidup memang harus teliti dan hati-hati. Cari yang seiman, sholeh dan sholehah. Itu juga mengapa perlunya ada pendidikan. Pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah. Perlu didikan untuk membentuk akhlak mulia.”

Sarah menundukkan pandangannya.

“Maaf Mas, bukan maksud aku buat menyinggung atau menggurui, Mas. Tapi ini adalah pengalaman buruk yang menggores hidupku ketika akan memulai hidup baru, dengan pasanganku dulu.”

Azzam menatap wanita itu dengan khitmat. "Ada apa dengan pasanganmu, Sarah?"

Sarah menghela napas berat, baru kemudian berbicara. “Kalau ada orang yang bertanya denganku, pernahkah aku mencoba bunuh diri karena cinta dan pernikahan? Aku jawab pernah. Nyawa sudah diujung tenggorokan, sedikit lagi aku mati. Tapi apa respon mereka? Mereka menertawaiku. Mana ada wanita sholehah, rutin mengikuti kajian islam tapi melakukan tindakan sekonyol itu, kemana keimanannya yang eluh-eluhkan selama ini. Lenyap seketika? Memang cinta begitu dahsyat.”

Azzam sepertinya tertarik untuk tahu lebih dalam tentang kehidupan teman lamanya itu. “Astagfirullah bunuh diri? Karena apa?”

“Betapa bahagianya hati aku waktu itu, kalau esok lusa akan dipersunting oleh laki-laki idamanku. Tiba hari bahagia itu, kami sekeluarga dan para tamu undangan sudah bersuka ria menyiapkan dan menyambut pelaksanaan masa-masa sakral yang hanya bisa dilalui satu kali seumur hidup.”

Sarah berhenti sebentar, mengatur napasnya.

Azzam melihat raut wajah yang ditunjukkan Sarah melambungkan senyum, tapi senyum yang berkepayahan. Seperti ada luka dalam yang masih menganga.

“Dia datang dengan wanitanya, mengantarkan undangan pernikahan. Sungguh biadab! Apakah tujuan dia cuman mau melecehkan dan mencoreng keluargaku? Dia mengatakan Maaf aku sudah salah, salah telah memasukkanmu dalam hidupku. Kau orang baik, maka aku tidak bisa menyakiti perempuan kedua kalinya. Awalnya aku tidak mengerti, lalu dia menyampaikan bahwa wanita yang di sampingnya itu telah mengandung anaknya.”

Kali ini dia tidak bisa membendung emosinya, Azzam bisa melihat mata Sarah yang mulai berkac-kaca. Dengan nada bergetar ia berbicara kembali.

“Mas mau tau apa lagi yang dia katakan? Dia akan menikahiku setelah dia mempertanggung jawabkan apa yang sudah diperbuat pada wanita itu. Siapa yang wanita mau dimadu. Sudahlah dia datang dengan membawa wanita lain, mempermalukan aku di depan para tamu, terus mengatakan mau menikahi aku juga? Aku merasa benar-benar seperti wanita yang nggak punya harga diri waktu itu.”

Azzam hanya diam. Dia tak tahu apa yang harus dikatakannya. Melemparkan kelakarpun Azzam tak kuasa.

Sarah bergumam lagi, kali ini dengan pandangan termangu. “Aku rasa istri kamu itu adalah wanita yang beruntung dan luar biasa. Hingga Mas bisa menyakinkan dia untuk menerimamu sebagai suami.”

Sarah tidak paham bahwa sebenarnya Azzam juga menyimpan beban berat yang mesti dipikulnya sebagai kepala keluarga. Imam sekaligus pemimpin dalam keluarga. Ketika sudah hampir sebulan bahtera rumah tangga mereka belum pula di penuhi cinta kasih. Hanya Azzam yang selalu mencurahkan cinta itu pada istrinya.

Azzam tertunduk. “Belum, dia belum bisa menerimaku."

Sarah terkaget. “Kenapa? Kenapa kalian menikah kalau begitu?”

“Kami dinikahkan atas keinginan orang tua masing-masing. Tapi tidak ada niatku menikah hanya untuk menyenangkan hati orang tua sesaat, namun ini aku lakukan benar-benar niat lillahi ta’ala. Aku yakin niat ini akan mendapatkan rahmat dalam kehidupan rumah tanggaku nanti. Meskipun mungkin belum saat ini.”

Panjang sekali kisah kehidupan yang mereka torehkan waktu itu. Hingga tak disadari Umi sudah berdiri di ambang pintu butik, menenteng paper bag besar. Azzam langsung beringsut dari duduknya berjalan ke arah Umi.

“Sudah, Umi? Biar Azzam bawakan.”

Sekarang paper bag sudah berpindah tangan ke Azzam. Sarah juga ikut berdiri.

“Mas Azzam, sebentar ada sesuatu yang ingin aku berikan,” ujarnya kemudian masuk ke dalam butik. Ia seperti sedang membongkar tumpukan baju-baju yang masih dibungkus plastik lalu memasukkannya ke dalam paper bag kecil.

“Ini, berikan ke istrimu.”

Azzam belum menyambutnya, dia masih tampak ragu-ragu. Sementara Umi sudah berlalu menuju mobil.

“Sudah ambillah. Hitung-hitung hadiah pengantin baru, bolehkan?” Sarah mencoba meyakinkan supaya Azzam bisa menerima pemberiannya.

Azzam menghela napas sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah kalau begitu, terima kasih banyak, Sarah.”

“Wah! Wah! Belum lebaran sudah dapat bonus tambahan nih kayaknya. Semoga puas ya dengan pelayanan kami, jangan lupa buat singgah lagi kemari.” Tante Arini ikut menimpali.

Azzam kemudian melangkahkan kaki meninggalkan butik.

Dari kejauhan Sarah berujar dengan mengeraskan suaranya supaya terdengar, “Jangan berhenti menyakinkan dia.”

Azzam menolah lalu tersenyum.

Cahaya dari Allah akan senantiasa tertumpah pada manusia yang selalu yakin bahwa hidup tidak selalu rumit. Dia─Rabbku akan menjadi seniman yang sudah men-sketsa semua alur kehidupan, sementara manusia adalah pelukis yang harus terus berusaha memberi bingkai warna dalam hidup disetiap napas yang bergerak.

Terpopuler

Comments

Cahya

Cahya

Ditunggu kelanjutannya 😍

2020-05-03

0

Enda Vica

Enda Vica

hai kak, aku mampir lagi ya ninggalin like

2020-05-03

0

Dsyy

Dsyy

Lanjuttt kk

2020-05-03

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1. Kerelaan
2 BAB 2. Kontingen Hati
3 BAB 3. Pertikaian
4 BAB 4. Permintaan Menikah
5 BAB 5. Janji Kita Bersama
6 BAB 6. Keputusan
7 BAB 7. Sah
8 BAB 8. Malam Pertama
9 BAB 9. Sorry I’am Late
10 BAB 10. Si putih, Mou
11 BAB 11. Kasih Bertepuk Sebelah Tangan
12 BAB 12. Mashita!
13 BAB 13. Mirip Tawanan
14 BAB 14. Siraman Rohani Dadakan
15 BAB 15. Munakahat
16 BAB 16. Siratan Kenangan
17 BAB 17. Jiwa yang Sunyi
18 BAB 18. Surga Dunia
19 Bab 19. Sebuah Luka Lama
20 BAB 20. In The Kitchen
21 BAB 21. Nikah-Nikahan
22 BAB 22. Kamu Cantik, Istriku
23 BAB 23. Masih Sabar
24 BAB 24. Bertemu Kembali
25 BAB 25. Pingsan
26 BAB 26. Drama Amnesia
27 BAB 27. Rasa Bersalah
28 BAB 28. Fitting Baju
29 BAB 29. Acara Makan-makan
30 BAB 30. Kejadian Buruk
31 BAB 31. Perkelahian
32 BAB 32. Mimpi Buruk
33 BAB 33. Cewek Agresif
34 BAB 34. Percakapan Itu
35 BAB 35. Inspeksi Bulanan
36 BAB 36. Secarik Kertas
37 BAB 37. Hilang
38 BAB 38. Perkara Pakaian Takwa
39 BAB 39. Ada yang Beda
40 BAB 40. Keributan Kecil
41 BAB 41. Mengakui
42 BAB 42. Kalung Liontin
43 BAB 43. Tempat Indah
44 Bab 44. Berbagi Cerita
45 Ilustrasi
46 BAB 45. Berangkat
47 BAB 46. Ketahuan
48 BAB 47. Apa Iya Rindu?
49 BAB 48. Gelisah
50 BAB 49. Di Bully
51 BAB 50. Virus Merah Jambu
52 BAB 51. Cinta Sebenarnya
53 BAB 52. 'Andai'
54 BAB 53. Mencari Cara
55 BAB 54. Harapan
56 BAB 55. Semua Untukmu
57 BAB 56. Perasaan Sarah
58 BAB 57. Sakit
59 BAB 58. Cemburu
60 BAB 59. Honey
61 BAB 60. Kekalahan
62 BAB 61. Tebaik
63 BAB 62. Study Group
64 BAB 63. Tulus
65 BAB 64. Ikhlasku
66 BAB 65. Saling Mengungkapkan
67 BAB 66. Berjuang
68 BAB 67. Bahagia karena Cinta-Nya
69 BAB 68. Menunaikan Kewajiban
70 BAB 69. Memancing Asmara
71 BAB 70. Muroja'ah
72 BAB 71. Kelulusan
73 BAB 72. Rumah Baru
74 BAB 73. Kenalan Tetangga Baru
75 BAB 74. Modus
76 BAB 75. Panti Asuhan 1
77 BAB 76. Panti Asuhan 2
78 BAB 77. Sick
79 BAB 78. Canda Pagi
80 BAB 79. Resah
81 BAB 80. Lancang
82 BAB 81. Berubah
83 BAB 82. Foto yang Lenyap
84 BAB 83. Bahagia itu
85 BAB 84. Harus Pulang
86 BAB 85. Permintaan
87 BAB 86. Curiga
88 BAB 87. Penjelasan
89 BAB 88. Kiriman Foto
90 BAB 89. Temuan Foto
91 BAB 90. Kunjungan
92 BAB 91. Pujian
93 BAB 92. Hadiah Spesial
94 BAB 93. Pilihan
95 BAB 94. Prahara Rumah Tangga
96 BAB 95. Jebakan (1)
97 BAB 96. Jebakan (2)
98 BAB 97. Jebakan (3)
99 BAB 98. Back to Home
100 BAB 99. Keputusan itu
101 BAB 100. Part Spesial 17-an (1)
102 BAB 101. Part Spesial 17-an (2)
103 BAB 102. Kabar Duka
104 BAB 103. Bukan Kesengajaan
105 BAB 104. Suasana Duka
106 BAB 105. Mengungkap Kasus
107 BAB 106. Puzzle Kerinduan
108 BAB 107. Teman Berbagi
109 BAB 108. Pembongkaran
110 BAB 109. Bazar
111 BAB 110. Pemilik Suara
112 BAB 111. Manisnya Kesabaran
113 BAB 112. Tindakan Operasi
114 BAB 113. Halal Love
115 BAB 114. Saving Private Baby (1)
116 BAB 115. ....... Baby (2)
117 BAB 116. ..... Baby (3)
118 BAB 117. ..... Baby (4)
119 BAB 118. Extra Part [End]
Episodes

Updated 119 Episodes

1
BAB 1. Kerelaan
2
BAB 2. Kontingen Hati
3
BAB 3. Pertikaian
4
BAB 4. Permintaan Menikah
5
BAB 5. Janji Kita Bersama
6
BAB 6. Keputusan
7
BAB 7. Sah
8
BAB 8. Malam Pertama
9
BAB 9. Sorry I’am Late
10
BAB 10. Si putih, Mou
11
BAB 11. Kasih Bertepuk Sebelah Tangan
12
BAB 12. Mashita!
13
BAB 13. Mirip Tawanan
14
BAB 14. Siraman Rohani Dadakan
15
BAB 15. Munakahat
16
BAB 16. Siratan Kenangan
17
BAB 17. Jiwa yang Sunyi
18
BAB 18. Surga Dunia
19
Bab 19. Sebuah Luka Lama
20
BAB 20. In The Kitchen
21
BAB 21. Nikah-Nikahan
22
BAB 22. Kamu Cantik, Istriku
23
BAB 23. Masih Sabar
24
BAB 24. Bertemu Kembali
25
BAB 25. Pingsan
26
BAB 26. Drama Amnesia
27
BAB 27. Rasa Bersalah
28
BAB 28. Fitting Baju
29
BAB 29. Acara Makan-makan
30
BAB 30. Kejadian Buruk
31
BAB 31. Perkelahian
32
BAB 32. Mimpi Buruk
33
BAB 33. Cewek Agresif
34
BAB 34. Percakapan Itu
35
BAB 35. Inspeksi Bulanan
36
BAB 36. Secarik Kertas
37
BAB 37. Hilang
38
BAB 38. Perkara Pakaian Takwa
39
BAB 39. Ada yang Beda
40
BAB 40. Keributan Kecil
41
BAB 41. Mengakui
42
BAB 42. Kalung Liontin
43
BAB 43. Tempat Indah
44
Bab 44. Berbagi Cerita
45
Ilustrasi
46
BAB 45. Berangkat
47
BAB 46. Ketahuan
48
BAB 47. Apa Iya Rindu?
49
BAB 48. Gelisah
50
BAB 49. Di Bully
51
BAB 50. Virus Merah Jambu
52
BAB 51. Cinta Sebenarnya
53
BAB 52. 'Andai'
54
BAB 53. Mencari Cara
55
BAB 54. Harapan
56
BAB 55. Semua Untukmu
57
BAB 56. Perasaan Sarah
58
BAB 57. Sakit
59
BAB 58. Cemburu
60
BAB 59. Honey
61
BAB 60. Kekalahan
62
BAB 61. Tebaik
63
BAB 62. Study Group
64
BAB 63. Tulus
65
BAB 64. Ikhlasku
66
BAB 65. Saling Mengungkapkan
67
BAB 66. Berjuang
68
BAB 67. Bahagia karena Cinta-Nya
69
BAB 68. Menunaikan Kewajiban
70
BAB 69. Memancing Asmara
71
BAB 70. Muroja'ah
72
BAB 71. Kelulusan
73
BAB 72. Rumah Baru
74
BAB 73. Kenalan Tetangga Baru
75
BAB 74. Modus
76
BAB 75. Panti Asuhan 1
77
BAB 76. Panti Asuhan 2
78
BAB 77. Sick
79
BAB 78. Canda Pagi
80
BAB 79. Resah
81
BAB 80. Lancang
82
BAB 81. Berubah
83
BAB 82. Foto yang Lenyap
84
BAB 83. Bahagia itu
85
BAB 84. Harus Pulang
86
BAB 85. Permintaan
87
BAB 86. Curiga
88
BAB 87. Penjelasan
89
BAB 88. Kiriman Foto
90
BAB 89. Temuan Foto
91
BAB 90. Kunjungan
92
BAB 91. Pujian
93
BAB 92. Hadiah Spesial
94
BAB 93. Pilihan
95
BAB 94. Prahara Rumah Tangga
96
BAB 95. Jebakan (1)
97
BAB 96. Jebakan (2)
98
BAB 97. Jebakan (3)
99
BAB 98. Back to Home
100
BAB 99. Keputusan itu
101
BAB 100. Part Spesial 17-an (1)
102
BAB 101. Part Spesial 17-an (2)
103
BAB 102. Kabar Duka
104
BAB 103. Bukan Kesengajaan
105
BAB 104. Suasana Duka
106
BAB 105. Mengungkap Kasus
107
BAB 106. Puzzle Kerinduan
108
BAB 107. Teman Berbagi
109
BAB 108. Pembongkaran
110
BAB 109. Bazar
111
BAB 110. Pemilik Suara
112
BAB 111. Manisnya Kesabaran
113
BAB 112. Tindakan Operasi
114
BAB 113. Halal Love
115
BAB 114. Saving Private Baby (1)
116
BAB 115. ....... Baby (2)
117
BAB 116. ..... Baby (3)
118
BAB 117. ..... Baby (4)
119
BAB 118. Extra Part [End]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!