BAB 12. Mashita!

Suara adzan maghrib terdengar dari corong pengeras suara. Sebuah panggilan mulia yang menyejukkan hati.

Kopiah berwarna hitam sudah menghias di kepala laki-laki berumur 27 tahun itu. Seperti biasa dia telah rapi dan bersiap untuk melaksanakan sholat maghrib berjamaah.

“Abang pergi dulu. Nisa, jangan lupa sholat di rumah,” pesannya yang selalu demikian ketika hendak berangkat ke masjid.

Aku masih di depan laptop menatap serangkaian tulisan yang berbaris-baris rapi di layar monitor. Akhirnya sedikit lagi, tinggal bab penutup.

Tugas membuat makalah Pendidikan Kewarganegaraan tentunya harus selesai malam ini. Sebenarnya tugas makalah ini sudah lama diberikan, namun aku baru ingat malam ini, itu pun Fey yang mengingatkan aku supaya jangan lupa membuat makalah yang deadline malam ini. Bu Asrina menyuruh anak muridnya agar mengumpulkan tugas itu dengan mengirimnya lewat dropbox.

Jam sudah menunjukkan pukul 18.20 WIB, namun aku belum juga bergeser dari depan laptop yang menyala. Kalau Abang Azzam ada di sini pasti dia sudah memarahiku karena menunda-nunda waktu sholat.

Aku memutuskan menutup laptop sebentar dan berjalan ke arah depan untuk menutup pintu yang masih terbuka. Tirei beberapa gorden rumah yang masih tersingkap juga aku tarik. Lampu dalam ruangan satu per satu aku nyalakan. Kemudian, melanjutkan untuk membersihkan badan sekaligus mengambil air wudhu untuk menunaikan ibadah sholat maghrib.

Langit di malam hari sedikit tersapu oleh mega. Lampu-lampu jalanan malam itu seakan-akan sangat bersusah payah membantu bulan dan bintang menggantikan matahari supaya malam masih tetap berkisah. Meski demikian lorong-lorong gelap kehidupan malam masih terus bergerak. Itu sangat terasa ketika mendengar suara bising klakson dan derum kendaraan-kendaraan berlalu lalang dari jalan-jalan besar di sekeliling kompleks.

Tirai yang semulanya sudah ditutup rapat-rapat tersibak-sibak ke udara karena hembusan angin yang kencang. Apakah hujan yang merupakan bagian rahmat Allah akan turun malam ini? Aku sudah menyelesaikan serangkaian rukun sholat dan dipenghujung do’aku, aku memohon agar orang-orang yang hadir dalam kehidupanku senantiasa dilimpahkan keberkahan dan kesehatan.

Aku kembali melangkahkan kaki ke ruangan tempat aku duduk semula saat mengerjakan tugas makalah. Saat lewat depan meja kerja Abang Azzam, langkahku tiba-tiba terhenti ketika mendapati sebuah buku yang terhampar di atas meja. Samar-samar aku melihat judul buku itu. Kisah para Wanita Mulia, aku mengejanya pelan.

Tanganku menyela-nyela lembar demi lembar, sampai aku menemukan lipatan kecil di pojok kertas. Mungkin Abang Azzam baru membacanya sampai sini. Dengan saksama aku membacanya.

Seorang laki-laki bernama Abu Thalhah sangat sedih tatkala sang wanita idaman menolak lamarannya. Padahal ia sudah menawarkan mahar fantastis, namun Ummu Sulaim binti Mulhan tidak tertarik sedikit pun. Abu Thalhah nyaris tidak percaya kalau wanita itu bisa menolaknya. Tidak sampai di situ, Abu Thalhah datang lagi. Cinta tulus yang dimiliki tak mematahkan semangat. Ia menawarkan mahar lebih fantastis dari sebelumnya.

Dengan sopan Ummu Sulaim menjawab, "Demi Allah, orang seperti engkau tidak pantas ditolak. Hanya saja engkau adalah orang kafir, sedangkan aku seorang Muslimah. Sehingga, tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Jika kamu masuk Islam, maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta yang selain dari itu,” ungkap Ummu Sulaim kepada Abu Thalhah.

Ungkapan tersebut mampu menyentuh perasaan yang paling dalam dan mengisi hati Abu Thalhah. Abu Thalhah berpikir apakah dirinya akan mendapatkan wanita yang lebih baik dari Ummu Sulaim untuk diperistri dan menjadi ibu bagi anak-anaknya.

Dengan begitu Abu Thalhah menuju Rasulullah. Saat itu Nabi Muhammad tengah berkumpul bersama para sahabat. Abu Thalhah menyampaikan maksudnya.

Dengan mantap Abu Thalhah pun mengikrarkan keislamannya. “Aku berada di atas apa yang kami yakini, aku bersaksi tiada Tuhan yang haq kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Maka jadilah Ummu Sulaim menikah dengan Abu Thalhah dengan mahar keislaman. Sebuah mahar yang sangat agung.

“Sepertinya buku ini cukup menarik,” ucapku.

Baru beberapa paragraf yang aku baca, tapi aku sudah merasa kagum dengan sosok Ummu Sulaim karena kemuliaannya. Ia selalu jujur terhadap Allah juga dengan dirinya sendiri, dan dengan sesama manusia. Sangat pantas bila Ummu Sulaim menjadi teladan luhur wanita generasi berikutnya, karena mahar yang diajukan adalah mahar yang paling mahal di dunia.

Sangat pandailah abangku ini kalau memilih buku, besok-besok kalau ke toko buku bisalah aku minta bantu untuk carikan buku yang bagus dan menarik untuk dibaca. Setelah beberapa saat aku tenggelam dalam awang-awang kekaguman terhadap sosok yang diceritakan di dalam buku, aku mulai menyadari keberadaan Abang Azzam yang berdiri diambang pintu. Entah sudah lama dia berdiri di situ atau memang ia baru datang.

Aku lalu meletakkan kembali buku itu di atas mejanya dan melanjutkan ketikanku yang belum selesai.

Aneh sekali rasanya. Meskipun kami berdua, namun tetap saja sunyi. Di dalam ruangan yang luas, aku merasa seperti terjebak berdua karena tidak ada orang lain selain Azzam di rumah ini, yang bisa aku ajak mengobrol.

Di luar angin masih berhembus kencang menimbulkan suara gesekan ranting pohon yang berdecitan-decit begitu juga dengan dedaunan yang ada di ranting tiada hentinya berkibas-kibas oleh terpaan angin. Untuk menghilangkan keheningan malam, aku membuka Winamp memutar koleksi lagu-lagu Korea. Sambil mengetik terkadang sesekali aku mengikuti lantunan lirik lagu yang dibawakan boy band atau girl band asal Korea itu.

Abang Azzam yang melihat aku tampak serius menatap layar laptop kemudian datang dan duduk bersamaku.

“Buat apa?”

“Makalah”

“Makalah apa?”

“Biasa tugasnya Bu Asrina," balasku cuek dan memanyunkan bibir.

Melihat ekpresiku demikian, membuat Azzam tertawa. Aku menoleh cepat ketika aku tahu kalau Azzam mentertawakanku.

“Kenapa ketawa? Perasaan Nisa nggak ngelawak!" Aku mencebik.

Azzam mengacak-ngacak pucuk kepalaku dengan gemas, hingga membuat rambutku yang tadinya rapi menjadi kusut.

“Ish dah! Abang nih,” gerutuku kesal sembari merapikan kembali rambutku yang diacak-acaknya. "Udah! Nggak usah ganggu Nisa deh!"

"Habis Nisa menggemaskan kalau sedang cemberut." Azzam mengusik ketenanganku, yang masih sibuk berpikir dan merangkai kata.

Jika Azzam bersikap demikian aku merasakan kalau dia balik lagi menjadi sepupu aku yang dulu. Yang suka jahil. Dari kecil aku hidup dan tumbuh bersamanya, kami terpisah hanya beberapa tahun, ketika ia merantau untuk melanjutkan kuliah. Dan sekarang kami dipertemukan kembali tapi dengan status yang berbeda. Kami hidup berdua dan tinggal satu rumah. Tidak terbesit dipikiranku sebelumnya. Dalam hati aku bertanya, Apa bisa aku menerima Azzam sebagai suami? Bisakah aku mengubah pandanganku untuknya. Merubah pandangan dari sosok saudara sepupu lelaki menjadi sosok orang yang melengkapi agamaku.

Selama beberapa menit setelah itu, tidak ada percakapan lagi. Aku mencoba berkonsentrasi membaca kembali hasil tulisanku yang terpampang di screen laptop sebelum mengirimnya ke dropbox.

Azzam Pov.

Azzam nampaknya mencoba untuk mencuri-curi pandang ke arah Nisa, agaknya Azzam menyadari kalau dirinya menyukai ekspresi wanita yang menjadi istrinya itu ketika sedang berpikir keras. Wajahnya yang tertunduk membuat bulu matanya terlihat lebih panjang ketika dilihat dari samping. Kening berkerut dan bibir bawahnya digigit pelan, hingga membuat bibirnya sedikit lebih merah. Kulit wajah Nisa terlihat sangat bersih dan mulus.

Nisa Pov.

Tanpa sengaja aku melirik ke arah Abang Azzam, aku melihat matanya terus menatapku tanpa berkedip. Hmm aku tahu sekarang pasti dari tadi dia sibuk memperhatikan aku.

Uhhh... dasar! batinku.

Melihat tatapan Azzam yang demikian membuat jantungku berdegup tak beraturan. Dan sekarang aku menjadi seperti salah tingkah, jika ia terus menatapku demikian.

“Abang!”

Mukanya terkaget seketika, saat aku memanggil. Tak lama setelah itu dia beristigfar dan mengusap mukanya, dengan kopiah masih melekat di kepala.

“Hmm... " Azzam mengerjap kaget.

"Udah nggak usah liatin Nisa kayak gitu, ntar jatuh cinta!" kataku tanpa menatap ke arah wajahnya.

"I...iya, kenapa memangnya? Ya itu tidak masalah lah. Dari dulu abang memang suka."

Aku mengernyit. "Hah? Apa yang abang bilang?"

"Oh tidak, maksud abang suka. Ya suka mengusik adik abang satu ini," kekehnya.

Drrt...drrtt...

📥Fayzulen

Malam Nisa sayang. Jangan lupa makan malam ya dan shalatnya. Habis biasanya kamu lupa makan hehe...

Sebuah pesan WhatsApp dari Fey tampil dinotifikasi handphoneku yang masih terkunci. Aku bisa membaca pesan itu karena jarak ponsel tidak jauh dari aku duduk saat saat ini.

Isi pesan WhatsApp yang dikirim Fey cukup membuatku senyum-senyum sendiri. Melihat ekspresiku demikian, membuat Abang Azzam penasaran dan mencoba mengintip pesan itu. Namun gagal.

“Jangan kepo!” kataku.

Aku lihat dia hanya memasang muka pasrah.

📤Dhanisa

Iya sayang kamu juga.

📥Fayzulen

Lagi apa? Gimana makalahnya? udah?

📤Dhanisa

Sudah, tinggal di kirim lagi ke Bu Asrina.

Azzam yang merasa terbaikan mencoba mengusik istrinya.

“Jangan suka main handphone kalau sedang hujan-hujan begini kadang-kadang petir datang tiba-tiba."

Abang Azzam, sepertinya terganggung bila aku saling berkirim pesan dengan teman chattingku ini.

Tak lama benar saja setelah Azzam berucap demikian, sebuah kilatan seperti jepretan kamera datang bersamaan dengan itu suara petir terdengar lekat disertai guntur yang bergemuruh hebat, dengan refleks aku melempar handphone ke lantai dan menyembunyikan kepalaku dalam dada Abang Azzam.

Hampir beberapa menit aku membenamkan kepalaku dalam dadanya dengan kedua tangan masih menempel di telinga. Melihat ekspresiku demikian, Azzam tampak pasrah, mukanya menegang. Kedua tangan Azzam mula seperti mau memeluk tubuhku, namun diulurnya kembali.

“Hah! Apa yang Abang bilangkan! Itu akibat kalau mengabaikan perkataan suami.”

Apa yang diucapkan barusan seketika menyadarkan aku tentang apa yang aku lakukan saat ini. Dengan cepat aku bangkit lagi dan membenarkan posisi dudukku. Ya ampun, bagaimana bisa aku tiba-tiba melakukan gerakan refleks seperti itu? Seketika mukaku memerah ketika bertemu pandang dengan matanya. Laptop yang aku gunakan untuk mengetik tugas tadi masih memutar beberapa koleksi musik K-Pop. Sekarang, aku merasa sedang memainkan lakon drama Korea di sini.

Tak lama setelah itu, aku baru tersadar kalau handphone yang semula berada di genggamanku sudah lenyap. Aku melihat bawah lantai, sebuah benda berbentuk persegi panjang dengan case belakang bergambarkan Byun Baekhyun, salah satu member EXO sudah mendarat dengan posisi menelungkup di lantai.

“Handphoneku!” kataku sedikit berteriak sambil turun menggapai ponsel yang masih menampilkan chat terakhir dengan Fey.

Setelah bangkit dan balik lagi ke kursi sofa, aku mendapati Abang Azzam sudah bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur. Di luar sesekali petir masih sesekali menggelegar, aku harus mengakhiri chattingku dengan Fey dan mematikan handphone. Takut apa yang dikatakan Abang Azzam tadi benar.

Aku memcoba mengekori Abang Azzam dari belakang untuk melihat apa yang dilakukannya. Abang Azzam seperti sedang mengolah bahan makanan yang tersedia di dapur. Tangannya tampak begitu cakap dan cekatan dalam memasak. Kalah dengan aku yang seorang perempuan ini. Sepertinya dia memang pandai memasak mungkin karena sudah terlatih memasak sendiri ketika merantau. Tidak seperti aku, mau menginjakkan kaki ke dapur saja malasnya bukan main.

Aku mendehem. “Abang!”

Abang Azzam menyahut.

“Abang lagi buat apa?"

“Buat sarapan untuk mengganjal perut," tutur sambil menyiapkan potongan cabe yang ada di dalam wadah.

"Oh!" balasku singkat, kemudian tanpa berkata lagi aku balik keluar dari dapur untuk mengirim laporan makalah lewat dropbox kepada Bu Nafiza.

Azzam memasak bak koki profesional, dari dalam dia muncul dengan membawa beberapa menu hidangan.

"Ayo makanlah, mumpung masih hangat, pasti lezat," tawar Azzam. Ia mengajakku untuk makan berdua dengannya di meja makan. Aku menurut saja.

Hidangan yang dibuat Azzam begitu tampak menggoda dan wanginya menyeruak. Aku menyendok sambal buatannya, yang berupa cabe merah di campur dengan cabe hijau lalu digiling kasar dan menyatu dengan minyak yang berlinang-linang. Wangi cabe langsung meruap-ruap menusuk saraf-saraf hidungku. Seketika air liur mencair di dalam mulut.

Tanganku seperti tiada henti untuk menyuap nasi ke dalam mulut. Pedas sambal yang aku sendok tadi menyerang sampai ubun-ubun dan nikmatnya membuatku melayang. Rasanya begitu dahsyat sampai jilatan terakhir.

“Hmm, mashita!” gumamku pelan sembari menyentuh kembali nasi yang sudah dicampur dengan lauk dan sedikit sambal kemudian mengarahkannya kembali ke dalam mulut.

Abang Azzam memandang ke arahku. “Hah! Mashitah! Siapa mashitah?”

“Hah!” Aku pun ikut menjadi bingung dibuatnya.

“Yang tadi Nisa sebut itu. Siapa mashitah?”

Aku tertawa terbahak-bahak. Abang Azzam memandangku keheranan. “Mashita. Bukannya mashitah. Mashita itu dalam bahasa Korea artinya sedap, enak!”

“Ya ampun! sudah pandai sekali sepertinya berbahasa Korea ya? Setelah ini mungkin jika Abang beri soal mengartikan bahasa Korea lebih pandai ketimbang diminta untuk mengartikan ayat Al-Qur’an!” sindirnya.

Aku tertawa mendengarnya. Ada-ada saja kata-kata yang bisa dia gunakan untuk menyindir aku.

Hmm... mantap juga masakannya.

Terpopuler

Comments

Afseen

Afseen

udh punya suami msh pake syng2an sama laki lain dasar nisa tk tahu agama

2021-02-17

0

Lost

Lost

hai aku disini ngelanjutin like dan bacaanku. please feed back nya ya

2020-05-22

0

Nani Sukardi

Nani Sukardi

semangat tor

2020-05-08

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1. Kerelaan
2 BAB 2. Kontingen Hati
3 BAB 3. Pertikaian
4 BAB 4. Permintaan Menikah
5 BAB 5. Janji Kita Bersama
6 BAB 6. Keputusan
7 BAB 7. Sah
8 BAB 8. Malam Pertama
9 BAB 9. Sorry I’am Late
10 BAB 10. Si putih, Mou
11 BAB 11. Kasih Bertepuk Sebelah Tangan
12 BAB 12. Mashita!
13 BAB 13. Mirip Tawanan
14 BAB 14. Siraman Rohani Dadakan
15 BAB 15. Munakahat
16 BAB 16. Siratan Kenangan
17 BAB 17. Jiwa yang Sunyi
18 BAB 18. Surga Dunia
19 Bab 19. Sebuah Luka Lama
20 BAB 20. In The Kitchen
21 BAB 21. Nikah-Nikahan
22 BAB 22. Kamu Cantik, Istriku
23 BAB 23. Masih Sabar
24 BAB 24. Bertemu Kembali
25 BAB 25. Pingsan
26 BAB 26. Drama Amnesia
27 BAB 27. Rasa Bersalah
28 BAB 28. Fitting Baju
29 BAB 29. Acara Makan-makan
30 BAB 30. Kejadian Buruk
31 BAB 31. Perkelahian
32 BAB 32. Mimpi Buruk
33 BAB 33. Cewek Agresif
34 BAB 34. Percakapan Itu
35 BAB 35. Inspeksi Bulanan
36 BAB 36. Secarik Kertas
37 BAB 37. Hilang
38 BAB 38. Perkara Pakaian Takwa
39 BAB 39. Ada yang Beda
40 BAB 40. Keributan Kecil
41 BAB 41. Mengakui
42 BAB 42. Kalung Liontin
43 BAB 43. Tempat Indah
44 Bab 44. Berbagi Cerita
45 Ilustrasi
46 BAB 45. Berangkat
47 BAB 46. Ketahuan
48 BAB 47. Apa Iya Rindu?
49 BAB 48. Gelisah
50 BAB 49. Di Bully
51 BAB 50. Virus Merah Jambu
52 BAB 51. Cinta Sebenarnya
53 BAB 52. 'Andai'
54 BAB 53. Mencari Cara
55 BAB 54. Harapan
56 BAB 55. Semua Untukmu
57 BAB 56. Perasaan Sarah
58 BAB 57. Sakit
59 BAB 58. Cemburu
60 BAB 59. Honey
61 BAB 60. Kekalahan
62 BAB 61. Tebaik
63 BAB 62. Study Group
64 BAB 63. Tulus
65 BAB 64. Ikhlasku
66 BAB 65. Saling Mengungkapkan
67 BAB 66. Berjuang
68 BAB 67. Bahagia karena Cinta-Nya
69 BAB 68. Menunaikan Kewajiban
70 BAB 69. Memancing Asmara
71 BAB 70. Muroja'ah
72 BAB 71. Kelulusan
73 BAB 72. Rumah Baru
74 BAB 73. Kenalan Tetangga Baru
75 BAB 74. Modus
76 BAB 75. Panti Asuhan 1
77 BAB 76. Panti Asuhan 2
78 BAB 77. Sick
79 BAB 78. Canda Pagi
80 BAB 79. Resah
81 BAB 80. Lancang
82 BAB 81. Berubah
83 BAB 82. Foto yang Lenyap
84 BAB 83. Bahagia itu
85 BAB 84. Harus Pulang
86 BAB 85. Permintaan
87 BAB 86. Curiga
88 BAB 87. Penjelasan
89 BAB 88. Kiriman Foto
90 BAB 89. Temuan Foto
91 BAB 90. Kunjungan
92 BAB 91. Pujian
93 BAB 92. Hadiah Spesial
94 BAB 93. Pilihan
95 BAB 94. Prahara Rumah Tangga
96 BAB 95. Jebakan (1)
97 BAB 96. Jebakan (2)
98 BAB 97. Jebakan (3)
99 BAB 98. Back to Home
100 BAB 99. Keputusan itu
101 BAB 100. Part Spesial 17-an (1)
102 BAB 101. Part Spesial 17-an (2)
103 BAB 102. Kabar Duka
104 BAB 103. Bukan Kesengajaan
105 BAB 104. Suasana Duka
106 BAB 105. Mengungkap Kasus
107 BAB 106. Puzzle Kerinduan
108 BAB 107. Teman Berbagi
109 BAB 108. Pembongkaran
110 BAB 109. Bazar
111 BAB 110. Pemilik Suara
112 BAB 111. Manisnya Kesabaran
113 BAB 112. Tindakan Operasi
114 BAB 113. Halal Love
115 BAB 114. Saving Private Baby (1)
116 BAB 115. ....... Baby (2)
117 BAB 116. ..... Baby (3)
118 BAB 117. ..... Baby (4)
119 BAB 118. Extra Part [End]
Episodes

Updated 119 Episodes

1
BAB 1. Kerelaan
2
BAB 2. Kontingen Hati
3
BAB 3. Pertikaian
4
BAB 4. Permintaan Menikah
5
BAB 5. Janji Kita Bersama
6
BAB 6. Keputusan
7
BAB 7. Sah
8
BAB 8. Malam Pertama
9
BAB 9. Sorry I’am Late
10
BAB 10. Si putih, Mou
11
BAB 11. Kasih Bertepuk Sebelah Tangan
12
BAB 12. Mashita!
13
BAB 13. Mirip Tawanan
14
BAB 14. Siraman Rohani Dadakan
15
BAB 15. Munakahat
16
BAB 16. Siratan Kenangan
17
BAB 17. Jiwa yang Sunyi
18
BAB 18. Surga Dunia
19
Bab 19. Sebuah Luka Lama
20
BAB 20. In The Kitchen
21
BAB 21. Nikah-Nikahan
22
BAB 22. Kamu Cantik, Istriku
23
BAB 23. Masih Sabar
24
BAB 24. Bertemu Kembali
25
BAB 25. Pingsan
26
BAB 26. Drama Amnesia
27
BAB 27. Rasa Bersalah
28
BAB 28. Fitting Baju
29
BAB 29. Acara Makan-makan
30
BAB 30. Kejadian Buruk
31
BAB 31. Perkelahian
32
BAB 32. Mimpi Buruk
33
BAB 33. Cewek Agresif
34
BAB 34. Percakapan Itu
35
BAB 35. Inspeksi Bulanan
36
BAB 36. Secarik Kertas
37
BAB 37. Hilang
38
BAB 38. Perkara Pakaian Takwa
39
BAB 39. Ada yang Beda
40
BAB 40. Keributan Kecil
41
BAB 41. Mengakui
42
BAB 42. Kalung Liontin
43
BAB 43. Tempat Indah
44
Bab 44. Berbagi Cerita
45
Ilustrasi
46
BAB 45. Berangkat
47
BAB 46. Ketahuan
48
BAB 47. Apa Iya Rindu?
49
BAB 48. Gelisah
50
BAB 49. Di Bully
51
BAB 50. Virus Merah Jambu
52
BAB 51. Cinta Sebenarnya
53
BAB 52. 'Andai'
54
BAB 53. Mencari Cara
55
BAB 54. Harapan
56
BAB 55. Semua Untukmu
57
BAB 56. Perasaan Sarah
58
BAB 57. Sakit
59
BAB 58. Cemburu
60
BAB 59. Honey
61
BAB 60. Kekalahan
62
BAB 61. Tebaik
63
BAB 62. Study Group
64
BAB 63. Tulus
65
BAB 64. Ikhlasku
66
BAB 65. Saling Mengungkapkan
67
BAB 66. Berjuang
68
BAB 67. Bahagia karena Cinta-Nya
69
BAB 68. Menunaikan Kewajiban
70
BAB 69. Memancing Asmara
71
BAB 70. Muroja'ah
72
BAB 71. Kelulusan
73
BAB 72. Rumah Baru
74
BAB 73. Kenalan Tetangga Baru
75
BAB 74. Modus
76
BAB 75. Panti Asuhan 1
77
BAB 76. Panti Asuhan 2
78
BAB 77. Sick
79
BAB 78. Canda Pagi
80
BAB 79. Resah
81
BAB 80. Lancang
82
BAB 81. Berubah
83
BAB 82. Foto yang Lenyap
84
BAB 83. Bahagia itu
85
BAB 84. Harus Pulang
86
BAB 85. Permintaan
87
BAB 86. Curiga
88
BAB 87. Penjelasan
89
BAB 88. Kiriman Foto
90
BAB 89. Temuan Foto
91
BAB 90. Kunjungan
92
BAB 91. Pujian
93
BAB 92. Hadiah Spesial
94
BAB 93. Pilihan
95
BAB 94. Prahara Rumah Tangga
96
BAB 95. Jebakan (1)
97
BAB 96. Jebakan (2)
98
BAB 97. Jebakan (3)
99
BAB 98. Back to Home
100
BAB 99. Keputusan itu
101
BAB 100. Part Spesial 17-an (1)
102
BAB 101. Part Spesial 17-an (2)
103
BAB 102. Kabar Duka
104
BAB 103. Bukan Kesengajaan
105
BAB 104. Suasana Duka
106
BAB 105. Mengungkap Kasus
107
BAB 106. Puzzle Kerinduan
108
BAB 107. Teman Berbagi
109
BAB 108. Pembongkaran
110
BAB 109. Bazar
111
BAB 110. Pemilik Suara
112
BAB 111. Manisnya Kesabaran
113
BAB 112. Tindakan Operasi
114
BAB 113. Halal Love
115
BAB 114. Saving Private Baby (1)
116
BAB 115. ....... Baby (2)
117
BAB 116. ..... Baby (3)
118
BAB 117. ..... Baby (4)
119
BAB 118. Extra Part [End]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!