BAB 8. Malam Pertama

Malam sudah mulai larut, mata pun begitu terasa pekat hendak terpejam. Aku berjalan menuju kamar sambil sesekali menutup mulut ketika aku menguap. Derap langkah aku pelankan saat aku tahu sekarang sudah dekat dengan ambang pintu kamar.

Ada perasaan cemas dan gugup. Aku mengendap-ngendap kemudian mencoba sedikit membuka pintu. Namun, sebelumnya aku singkirkan mainan bintang plastik yang menjadi gantungan hiasan di depan pintu kamar.

Pelan dan perlahan-lahan tanganku menggapai kenop pintu, mataku mulai menyelinap seperti sedang mengintai sesuatu. Ya, memang aku sedang mengawasi seseorang di dalam kamar itu. Aku ingin tahu apa yang sedang dilakukan Azzam.

Ketika aku mengintip dari sela pintu yang terbuka, aku melihatnya dia sedang serius memandang sesuatu ditangannya. ‘Ish, sudah tengah malam begini dia masih juga membaca buku? Tidurlah abang! Membacakan masih bisa dilanjutkan besok. Lagi pula mataharikan gratis. Jadi tidak akan membuat tagihan listrik menjadi naik’.

“Tidurlah, Nisa. Sudah malam ini! Kenapa masih di luar?”

Aku melompat kaget dan hampir aku terjerembap jatuh kala mendengar suara itu muncul tiba-tiba. Aku lalu membenarkan posisiku. Bagaimana dia bisa tahu aku mengintipnya dari balik pintu.

Ada rasa malu yang menjalar di tubuh karena sudah kepergok. Tapi, aku berusaha menyembunyikan itu. Akhirnya aku membuka pintu perlahan kemudian masuk ke dalam kamar.

Dengan mengumpulkan semua keberanian, aku langkahkan kakiku mendekat ke arah Abang Azzam. Sekarang aku sudah berdiri di ujung tempat tidur. Sementara dia masih duduk di atas ranjang dengan santai sambil menyenderkan punggungnya pada beberapa bantal. Buku itu pun masih ada di tangannya.

Aku masih berdiri di ujung tempat tidur, menatap bingung tempat kosong disamping Azzam. Tidak tahu harus berbuat apa, sampai detik ini aku masih menimbang-nimbang, apa aku harus naik ke ranjang? Atau aku akan terus tetap berdiri di sini sampai Abang Azzam yang turun? Karena tadi siang aku sudah sah menjadi istri dia, tentu malam ini aku harus tidur sekamar dengan abangku.

Aku menoleh ke arah pintu yang sudah tertutup, rasanya aku mau berlari keluar. Tapi tubuh terasa kaku. Aku menghela napas dalam-dalam. Lalu memilih untuk menyeret kakiku duduk di samping ranjang.

Lagi-lagi aku menghela napas berat. Bisa nggak sih aku tidur nyenyak seperti malam-malam biasanya? Entah kenapa tubuh terasa dingin, dan jantungku berdegub kencang. Aduh! kenapa aku berpikir yang bukan-bukan sih!

Aku melirik ke arahnya, sempat sekali aku melihatnya kedapatan sedang melihat ke arahku yang belum membaringkan badan di atas ranjang.

“Nisa” suaranya memanggil.

Aku menoleh. Terlihat pandangan matanya yang teduh. Buku yang ada di tangannya sudah disingkirkan. Kacamata yang biasa ia kenakan juga sudah dilepaskan dan disimpan kembali ke atas nakas. Azzam menegakkan punggungnya, yang semula setengah berbaring pada beberapa tumpukan bantal.

“Nisa nyaman tidak kalau abang pun tidur di sini?”

Dia bertanya seperti itu karena takut kalau-kalau aku tidak mau satu kamar dengannya, mengingat kami menikah bukan dasar suka sama suka dan saling mencintai. Tapi karena menuruti kemauan orang tua.

Aku masih diam tak bergeming, sambil memain-mainkan jari kuku. Sekarang gayaku persis seperti ketika dimarahi Ibu karena aku baru sampai rumah pukul 12 malam.

“Kalau tidak, ya sudah biarlah abang tidur di luar." Azzam mulai meriah bantalnya.

"Nggak, nggak perlu di luar. Ntar Nisa yang dimarahi lagi!"

"Dimarahi siapa?"

"Sama ibu lah. Siapa lagi!" ketusku.

"Jadi terpaksa?" tanya Azzam mengamati wajahku.

Aku cemberut sambil melipat kedua tangan.

"Ya sudah sini!" ajaknya.

Jam sudah menunjukkan pukul 10.30 malam. Aku mulai meluruskan badan di atas kasur tempatku biasa tidur. Namun, sebelumnya aku mengambil beberapa bantal guling untuk dijadikan sebagai sekat pembatas.

"Lho...Kenapa semua bantal ditaruh di tengah?" tanya Azzam, saat melihat beberapa bantal di kamar telah berpindah tempat.

"Nisa, nggak mau tidur dekat-dekat abang. jadi bantalnya jangan digeser, ya!" kataku nada penuh penekanan.

"Ya udah kalau begitu, abang nggak akan geser," ucapnya kemudian menarik selimut.

Aku tidur dengan posisi menyamping, memunggunginya. Pikiranku lagi-lagi menerawang jauh. Entah kenapa tiba-tiba mataku tidak bisa terpejam, padahal sebelum masuk ke kamar ini perasaan kantuk yang luar biasa datang bergelayut dikedua pelupuk mata.

Lampu atas nakas aku matikan. Perlahan aku memejamkan mata. Aku manarik selimutku dalam-dalam. Tidak! ini tidak apa-apa Nisa, dia itu suami kau...suami kau...suami kau, Nisa.

Aku menghela napas pelan, mencoba bermain dengan imajinasiku. Berimajinasi saat akan tidur adalah kebiasaanku ketika insomnia melanda, aku berharap teknik itu ampuh untuk kali ini.

Deritan ranjang terdengar ketika Azzam mengubah posisi tidurnya. Aku menahan napas. Bagimana tidak? Azzam saat ini tengah menghadap ke arahku. Ketika aku sibuk dengan bayangan imajinasiku, Azzam tiba-tiba menginterupsi.

Azzam mendehem. "Jangan lupa baca doa. Jangan pikirkan yang lain supaya tidurnya nyenyak dan nyaman," komentarnya.

Mukaku seketika berubah memerah dan jantung berdesir hebat. Sepertinya suhu AC yang di setel 18 derajat belum juga mampu untuk mendinginkan udara malam yang panas, ditambah lagi rasa kesalku dengan dia.

Aku mengertapkan gigiku karena kesal. “Diamlah! Kalau tidak Nisa suruh abang tidur di luar!"

Setelah itu, tidak ada lagi sahutan dari Abang Azzam.

Malam ini pasti akan menjadi malam terpanjang dalam tidurku dan pasti akan sulit untuk masuk ke alam mimpi kalau aku tahu di sebelah ada Azzam.

Rasanya ingin segera aku mendorong malam ini ke peraduannya dan segera berganti dengan siang. Guling yang ada didekapanku, aku peluk erat-erat. Tak puas, aku menarik selimut yang semulanya hanya menutupi sebagian tubuhku, sekarang aku tarik terus hingga menutupi kepala yang tadinya terbuka.

***

“Ha-ha, kau seperti itu bukannya terlihat cool, malah seperti banci yang ada di pinggir jalan itu lho.” Jovan tertawa sambil mengomentari gaya Sadam saat menirukan gaya Ranggaspatih ketika berjalan.

Kami semua masih tertawa terkekek-kekek ketika melihat Sadam menceritakan tentang Ranggaspatih dengan pemaparan yang begitu ekpresif sambil sesekali menirukan gerakan-gerakan Ranggaspatih ketika berjalan ataupun ketika marah. Hal yang demikian menunjukkan kalau Sadam begitu paham dengan kelakuan Ranggaspatih yang terkesan sebagai penguasa di sekolah ini dan sombongnya yang keterlaluan.

Melihat teman-temannya tertawa lepas, Sadam berlanjut melancarkan aksinya untuk seolah-olah menjadi seorang wanita yang sedang mengoda om-om.

“Sedang kesepian, Mas? Saya bisa menemani kok,” ujarnya sambil mencolek pipi Jovan. Sontak saja Jovan yang tidak terima bagian pipinya disentuh, langsung menyingkirkan tangan Sadam, lalu mendekap keras lehernya. Hingga terdengar suara Sadam yang mirip tercekik.

"Ih, gilak jijik tau nggak!" kata Jovan bergidik geli.

Kami hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan dua sobat kami itu. Tiada hentinya melakukan kekonyolan yang membuat perut menjadi mules. Saat seperti ini yang selalu kami inginkan dan rindukan setika berkumpul dengan and the genk. Di sela-sela lawakan mereka, Jihan tampak seketika menghentikan tawanya lalu mencubit pelan lenganku, kebetulan aku dan Jihan duduk sampingan.

“Ih, kenapa sih?”

Jihan tidak menjawab namun alisnya tampak dinaik-turunkan sambil melirik ke arah orang yang berdiri, jaraknya tidak terlalu jauh dari kami duduk saat ini hanya sekitar tiga meter.

Aku mengikuti ekor mata Jihan yang menatap ke arah koperasi sekolah. Awalnya aku hanya melihat siswa-siswa sedang beramai-ramai antri untuk makan ataupun membeli atribut sekolah.

Aku menyipitkan mata untuk menfokuskan objek yang mau aku lihat. Dan tepat! sekarang aku tahu kalau itu adalah Ranggaspatih yang sedang jalan berdua dengan Khariza, kekasihnya yang pernah dibawa oleh Sadam waktu itu, hingga muncul kesalahpahaman. Mereka terlihat seperti sedang berjalan ke arah kami. Ya. Benar sekali, sekarang langkahnya semangkin mendekat.

“Huss! Husstt! Sadam, Fey, Jovan,” bisikku ketika memberi kode kepada mereka, tapi seperti mereka ini tidak paham dengan maksudku.

“Apa?” sahut Fey.

“Eheem” baru aku mau memberitahu, Ranggaspatih sudah berdiri di belakang mereka bertiga saat ini.

Seperti sebuah gerakan koreografi yang sengaja dilatih, mereka bertiga menoleh dengan berbarengan. Sadar itu Ranggaspatih. Sadam langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan makanan yang belum habis disantap.

“Apa lho, ngomongin gue kan barusan!” kata Ranggaspatih dengan muka mendongak ke arah Sadam, dan pundaknya menyenggol pundak Sadam yang berdiri di depannya. Posisi mereka sekarang persis ketika aku melihat Sadam dan Ranggaspatih hendak memulai perkelahiannya kembali sebelum Bapak Herwin waktu itu datang untuk melerai.

“Apa lo!” Sadam mulai sedikit tak nyaman dengan cara Ranggaspatih.

“Eitts, sudah-sudah!”

Fey dan Jovan memegang pundak Sadam mencoba meredakan emosinya, supaya tidak memuncah. Khariza yang melihat sikap Ranggaspatih demikian langsung menegurnya.

“Kamu apaan sih?”

“Kamu lagian ngapain sih ngajakin aku ke sini, muak liat muka anak satu ini!” kata Ranggaspatih sambil membuang muka.

“Eh, aku bilang apa ke kamu tadi. Aku cuma minta kamu supaya minta maaf ke Sadam. Udah itu aja! kalau kamu nggak mau okey. Fine. Hubungan kita cukup sampai di sini! Aku nggak kuat!” Khariza sepertinya mulai kesal dengan sikap emosional Ranggaspatih. “Udah, cepet minta maaf!” sambung Khariza.

“Heh! Kalau bukan perminta Khariza ogah gue minta maaf,” ketus Ranggaspatih.

“Nggak bisa gitu dong, bro! Yang namanya minta maaf, ya harus tulus dari hati. Ya, nggak Jovan.”

Fey mencoba meluruskan niatan Ranggaspatih ketika meminta maaf pada Sadam. Sementara perkataan Fey hanya disambut dengan gerakan bahu oleh Jovan.

Khariza menyipitkan matanya ke arah Ranggaspatih, seperti sebuah kode supaya ia mau menuruti perkataan teman-teman Sadam itu.

“Okey. Kalau itu mau kalian. Gue, Ranggaspatih Admawiyata ingin meminta maaf yang sedalam-dalamnya atas kelakuan gue waktu itu.”

Mendengar pernyataan Ranggaspatih, sudut di pipi Khariza langsung membentuk lengkung senyum tipis. “Salaman dong,” lanjut Khariza pada kekakasihnya.

Ranggaspatih memutar bola matanya dengan malas ke arah Khariza. “Sayang, apalagi sih!”

“Ayolah,” bujuk Khariza pelan.

Akhirnya mau juga Ranggaspatih mengalah dan menuruti keinginan Khariza. Ranggaspatih menyodorkan tangannya dan sekarang tangan itu sudah menggantung di udara. Baru sekitar satu menit baru disambut oleh tangan Sadam.

“Aku maafin,” kata Sadam tanpa melihat ke arah Ranggaspatih.

“Sadam” Khariza menempuk pundak Sadam. “Atas nama pribadi, aku minta maaf atas kejadian dan kesalahpahaman ini. Ini semua awal mulanya karena aku, sampai membuat kalian berkelahi dan akhirnya harus menanggung akibat di skors dari sekolah.”

“Maaf?” Sadam mengulang satu kata kunci yang diucapkan Khariza. “Nggaklah kamu nggak perlu minta maaf. Ini mungkin udah resiko, harusnya aku nggak perlu menolong kamu kemarin,” ujar Sadam, seolah-olah mengaku menyesal karena telah menolong Khariza.

“Sadam, kamu kok bicara gitu. Aku tahu kamu itu orang baik dan kamu nggak akan biarkan orang-orang di sekitar kamu kesusahan.” Khariza memberi penjelasan.

“Sayang apa-an sih!” Ranggaspatih menarik pergelangan tangan Khariza, namun Khariza menyingkirkan pegangan itu dengan tangan kanannya.

“Udah. Aku cuman mau minta maaf dan ngucapin terima kasih,” ucapnya dengan pandangan menunduk ke bawah. “Kamu dan teman-teman kamu silahkan lanjutin makannya. Sorry kalau kedatangan kita nganggu kalian,” pamit Khariza.

“Ahm, kalian nggak mau gabung makan di sini, bareng kita. Kan udah baikan,” tawarku, bermaksud untuk mencairkan suasana yang sedikit tegang.

Khariza melirik jam berwarna pink yang melingkar di tangan kirinya. “Terima kasih, Nisa. Aku mau balik ke kelas aja, bel masuk kelas juga sebentar lagi. Bye”

Dua pasangan sejoli itu─Ranggaspatih dan Khariza, pergi meninggalkan mereka. And the genk itu duduk kembali ketika melihat keduanya sudah pergi menjauh dan hilang dari balik koridor sekolah.

Sadam menyimpan sedikit perasaan tidak enaknya di dalam hati karena ucapan dia terhadap Khariza yang menurutnya kurang pas. Sebenarnya bukan bermaksud demikian, hanya saja ia masih jengkel dengan sikap Ranggaspatih yang belagu dan sombong itu.

“Itu, si Khariza nggak tersiksa apa punya pasangan kayak Ranggaspatih. Nggak tahu rasanya pengen aku jitak kepalanya tadi.”

Jihan tampak geram dengan laki-laki yang beberapa menit mengampiri mereka.

“Entahlah!” jawabku singkat.

“Mendingan kita habisin makan sebelum bel masuk bunyi, kasian kalau nggak dihabisan”

Sementara teman-temannya masih melanjutkan makan, Sadam masih terbenam dalam lamunannya. Iya. Dulu Sadam juga pernah sempat suka dengan Khariza namun karena ia tahu kalau Kariza sudah ditembak oleh Ranggaspatih akhirnya ia memundurkan langkahnya untuk menyatakan perasaannya dengan Khariza. Dia hanya tidak ingin mencari masalah dengan anak pindahan itu.

“Sadam, kok nggak dimakan?” sapaan Jihan seketika mengejutkannya.

Dengan cepat ia menggapai sendok dan garpu yang ada dalam mangkok. “Hah! iya-iya ini dimakan kok.”

Bel sekolahpun akhirnya berbunyi juga. Mereka dengan cepat menyuapkan makanan itu ke dalam mulut.

Terpopuler

Comments

anasofiyah

anasofiyah

nisa kn msh SMA.. klw udh nikah bknnya nggak boleh sklh lg Thor??

2021-04-13

0

anasofiyah

anasofiyah

nisa kn msh SMA.. klw udh nikah bknnya nggak boleh sklh lg Thor??

2021-04-13

0

anasofiyah

anasofiyah

nisa kn msh SMA.. klw udh nikah bknnya nggak boleh sklh lg Thor??

2021-04-13

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1. Kerelaan
2 BAB 2. Kontingen Hati
3 BAB 3. Pertikaian
4 BAB 4. Permintaan Menikah
5 BAB 5. Janji Kita Bersama
6 BAB 6. Keputusan
7 BAB 7. Sah
8 BAB 8. Malam Pertama
9 BAB 9. Sorry I’am Late
10 BAB 10. Si putih, Mou
11 BAB 11. Kasih Bertepuk Sebelah Tangan
12 BAB 12. Mashita!
13 BAB 13. Mirip Tawanan
14 BAB 14. Siraman Rohani Dadakan
15 BAB 15. Munakahat
16 BAB 16. Siratan Kenangan
17 BAB 17. Jiwa yang Sunyi
18 BAB 18. Surga Dunia
19 Bab 19. Sebuah Luka Lama
20 BAB 20. In The Kitchen
21 BAB 21. Nikah-Nikahan
22 BAB 22. Kamu Cantik, Istriku
23 BAB 23. Masih Sabar
24 BAB 24. Bertemu Kembali
25 BAB 25. Pingsan
26 BAB 26. Drama Amnesia
27 BAB 27. Rasa Bersalah
28 BAB 28. Fitting Baju
29 BAB 29. Acara Makan-makan
30 BAB 30. Kejadian Buruk
31 BAB 31. Perkelahian
32 BAB 32. Mimpi Buruk
33 BAB 33. Cewek Agresif
34 BAB 34. Percakapan Itu
35 BAB 35. Inspeksi Bulanan
36 BAB 36. Secarik Kertas
37 BAB 37. Hilang
38 BAB 38. Perkara Pakaian Takwa
39 BAB 39. Ada yang Beda
40 BAB 40. Keributan Kecil
41 BAB 41. Mengakui
42 BAB 42. Kalung Liontin
43 BAB 43. Tempat Indah
44 Bab 44. Berbagi Cerita
45 Ilustrasi
46 BAB 45. Berangkat
47 BAB 46. Ketahuan
48 BAB 47. Apa Iya Rindu?
49 BAB 48. Gelisah
50 BAB 49. Di Bully
51 BAB 50. Virus Merah Jambu
52 BAB 51. Cinta Sebenarnya
53 BAB 52. 'Andai'
54 BAB 53. Mencari Cara
55 BAB 54. Harapan
56 BAB 55. Semua Untukmu
57 BAB 56. Perasaan Sarah
58 BAB 57. Sakit
59 BAB 58. Cemburu
60 BAB 59. Honey
61 BAB 60. Kekalahan
62 BAB 61. Tebaik
63 BAB 62. Study Group
64 BAB 63. Tulus
65 BAB 64. Ikhlasku
66 BAB 65. Saling Mengungkapkan
67 BAB 66. Berjuang
68 BAB 67. Bahagia karena Cinta-Nya
69 BAB 68. Menunaikan Kewajiban
70 BAB 69. Memancing Asmara
71 BAB 70. Muroja'ah
72 BAB 71. Kelulusan
73 BAB 72. Rumah Baru
74 BAB 73. Kenalan Tetangga Baru
75 BAB 74. Modus
76 BAB 75. Panti Asuhan 1
77 BAB 76. Panti Asuhan 2
78 BAB 77. Sick
79 BAB 78. Canda Pagi
80 BAB 79. Resah
81 BAB 80. Lancang
82 BAB 81. Berubah
83 BAB 82. Foto yang Lenyap
84 BAB 83. Bahagia itu
85 BAB 84. Harus Pulang
86 BAB 85. Permintaan
87 BAB 86. Curiga
88 BAB 87. Penjelasan
89 BAB 88. Kiriman Foto
90 BAB 89. Temuan Foto
91 BAB 90. Kunjungan
92 BAB 91. Pujian
93 BAB 92. Hadiah Spesial
94 BAB 93. Pilihan
95 BAB 94. Prahara Rumah Tangga
96 BAB 95. Jebakan (1)
97 BAB 96. Jebakan (2)
98 BAB 97. Jebakan (3)
99 BAB 98. Back to Home
100 BAB 99. Keputusan itu
101 BAB 100. Part Spesial 17-an (1)
102 BAB 101. Part Spesial 17-an (2)
103 BAB 102. Kabar Duka
104 BAB 103. Bukan Kesengajaan
105 BAB 104. Suasana Duka
106 BAB 105. Mengungkap Kasus
107 BAB 106. Puzzle Kerinduan
108 BAB 107. Teman Berbagi
109 BAB 108. Pembongkaran
110 BAB 109. Bazar
111 BAB 110. Pemilik Suara
112 BAB 111. Manisnya Kesabaran
113 BAB 112. Tindakan Operasi
114 BAB 113. Halal Love
115 BAB 114. Saving Private Baby (1)
116 BAB 115. ....... Baby (2)
117 BAB 116. ..... Baby (3)
118 BAB 117. ..... Baby (4)
119 BAB 118. Extra Part [End]
Episodes

Updated 119 Episodes

1
BAB 1. Kerelaan
2
BAB 2. Kontingen Hati
3
BAB 3. Pertikaian
4
BAB 4. Permintaan Menikah
5
BAB 5. Janji Kita Bersama
6
BAB 6. Keputusan
7
BAB 7. Sah
8
BAB 8. Malam Pertama
9
BAB 9. Sorry I’am Late
10
BAB 10. Si putih, Mou
11
BAB 11. Kasih Bertepuk Sebelah Tangan
12
BAB 12. Mashita!
13
BAB 13. Mirip Tawanan
14
BAB 14. Siraman Rohani Dadakan
15
BAB 15. Munakahat
16
BAB 16. Siratan Kenangan
17
BAB 17. Jiwa yang Sunyi
18
BAB 18. Surga Dunia
19
Bab 19. Sebuah Luka Lama
20
BAB 20. In The Kitchen
21
BAB 21. Nikah-Nikahan
22
BAB 22. Kamu Cantik, Istriku
23
BAB 23. Masih Sabar
24
BAB 24. Bertemu Kembali
25
BAB 25. Pingsan
26
BAB 26. Drama Amnesia
27
BAB 27. Rasa Bersalah
28
BAB 28. Fitting Baju
29
BAB 29. Acara Makan-makan
30
BAB 30. Kejadian Buruk
31
BAB 31. Perkelahian
32
BAB 32. Mimpi Buruk
33
BAB 33. Cewek Agresif
34
BAB 34. Percakapan Itu
35
BAB 35. Inspeksi Bulanan
36
BAB 36. Secarik Kertas
37
BAB 37. Hilang
38
BAB 38. Perkara Pakaian Takwa
39
BAB 39. Ada yang Beda
40
BAB 40. Keributan Kecil
41
BAB 41. Mengakui
42
BAB 42. Kalung Liontin
43
BAB 43. Tempat Indah
44
Bab 44. Berbagi Cerita
45
Ilustrasi
46
BAB 45. Berangkat
47
BAB 46. Ketahuan
48
BAB 47. Apa Iya Rindu?
49
BAB 48. Gelisah
50
BAB 49. Di Bully
51
BAB 50. Virus Merah Jambu
52
BAB 51. Cinta Sebenarnya
53
BAB 52. 'Andai'
54
BAB 53. Mencari Cara
55
BAB 54. Harapan
56
BAB 55. Semua Untukmu
57
BAB 56. Perasaan Sarah
58
BAB 57. Sakit
59
BAB 58. Cemburu
60
BAB 59. Honey
61
BAB 60. Kekalahan
62
BAB 61. Tebaik
63
BAB 62. Study Group
64
BAB 63. Tulus
65
BAB 64. Ikhlasku
66
BAB 65. Saling Mengungkapkan
67
BAB 66. Berjuang
68
BAB 67. Bahagia karena Cinta-Nya
69
BAB 68. Menunaikan Kewajiban
70
BAB 69. Memancing Asmara
71
BAB 70. Muroja'ah
72
BAB 71. Kelulusan
73
BAB 72. Rumah Baru
74
BAB 73. Kenalan Tetangga Baru
75
BAB 74. Modus
76
BAB 75. Panti Asuhan 1
77
BAB 76. Panti Asuhan 2
78
BAB 77. Sick
79
BAB 78. Canda Pagi
80
BAB 79. Resah
81
BAB 80. Lancang
82
BAB 81. Berubah
83
BAB 82. Foto yang Lenyap
84
BAB 83. Bahagia itu
85
BAB 84. Harus Pulang
86
BAB 85. Permintaan
87
BAB 86. Curiga
88
BAB 87. Penjelasan
89
BAB 88. Kiriman Foto
90
BAB 89. Temuan Foto
91
BAB 90. Kunjungan
92
BAB 91. Pujian
93
BAB 92. Hadiah Spesial
94
BAB 93. Pilihan
95
BAB 94. Prahara Rumah Tangga
96
BAB 95. Jebakan (1)
97
BAB 96. Jebakan (2)
98
BAB 97. Jebakan (3)
99
BAB 98. Back to Home
100
BAB 99. Keputusan itu
101
BAB 100. Part Spesial 17-an (1)
102
BAB 101. Part Spesial 17-an (2)
103
BAB 102. Kabar Duka
104
BAB 103. Bukan Kesengajaan
105
BAB 104. Suasana Duka
106
BAB 105. Mengungkap Kasus
107
BAB 106. Puzzle Kerinduan
108
BAB 107. Teman Berbagi
109
BAB 108. Pembongkaran
110
BAB 109. Bazar
111
BAB 110. Pemilik Suara
112
BAB 111. Manisnya Kesabaran
113
BAB 112. Tindakan Operasi
114
BAB 113. Halal Love
115
BAB 114. Saving Private Baby (1)
116
BAB 115. ....... Baby (2)
117
BAB 116. ..... Baby (3)
118
BAB 117. ..... Baby (4)
119
BAB 118. Extra Part [End]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!