BAB 6. Keputusan

Suara sendok dan piring saling beradu di meja makan. Pak Ahsan dan Ibu Hamidah sedang menikmati santap siang di rumah. Kebetulan hari ini hari weekend dimana mereka berdua menghabiskan waktu di rumah.

"Nisa, ayo keluar makan!" teriak ibu.

Ibu masih menyiapkan beberapa makanan termaduk juga oleh-oleh yang diberikan oleh Pak Hamzah waktu itu. Kebetulan ia baru saja mendapatkan kiriman makanan khas dari Makassar. Ia katanya banyak mendapatkan oleh-oleh dari sana. Kemarin ia baru saja balik kembali ke Jakarta. Usai mengisi acara bincang campus bersama para-para dosen dan juga guru besar.

Berbicara tentang Pak Hamzah. Ia adalah pamanku, sekaligus ayah Azzam. Beliau bekerja sebagai dosen disalah satu universitas swasta di Jakarta, dan baru-baru ini, ia diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Dekan Fakultas Usuludin.

"Bu, mana anak itu? Kenapa dia tidak keluar dari tadi?" tanya Ahsan, menguyah pelan nasi yang mendarat di mulutnya.

"Ntah ya, masih ngambek kali." Ibu mengeleng-geleng. "Dia itu memang keras kepala, coba lah ayah bujuk dia," pinta ibu.

"Ya sudah, nanti ayah akan bujuk dia. Tapi ayah habiskan makanan ini dulu."

"Oh iya, setelah ini jangan lupa ayah juga minum obatnya ya. Ingat pesan dokter jangan terlalu cape dan banyak pikiran," pesan Bu Halimah, kemudian turut duduk di sebelah Ahsan.

Ahsan menyeruput habis air yang tinggal setengah.

"Iya. Tapi jadwal ayah untuk check-up belum minggu ini kan?"

"Belum sih Yah, tapi Dokter Ahmad bilang tadikan check up seminggu sekali lebih bagus, supaya tau perkembangan kesehatan tentang penyakit hepatitis ayah."

Melihat suaminya, usai menuntaskan makan ia kemudian memberikan tablet obat dan beberapa pil yang diberikan dokter.

Minggu lalu Ayah Ahsan ditemani istrinya melakukan pengecekan kesehatan untuk mengetahui kondisi tubuh Ahsan, yang beberapa minggu ini sering drop. Tiba-tiba saja ia pusing, tungkai kakinya tiba-tiba saja membekak. Dari beberapa gejala dokter mendiagnosis bahwa Ahsan terkena infeksi atau peradangan pada jaringan hati (hepatitis).

Tapi, butuh pemeriksaan lebih lanjut lagi. Besok bahkan Dokter Ahmad meminta Ahsan untuk datang kembali menemuinya untuk melihat hasil tes darah berdasarkan pemindaian yang dilakukan dengan CT Scan, atau MRI, untuk mendapatkan gambaran organ hati dan organ yang ada disekitarnya secara jelas.

Halimah sebenarnya harap-harap cemas dengan keadaan suaminya. Ia hanya berharap supaya penyakit hepatitis itu masih dapat di sembuhkan dan tidak terlalu berbahaya apa lagi kronis. Jika mengingat masa itu, cukup baginya, harus kehilangan anak laki-laki semata wayangnya bernama Khalid. Ia tak ingin dipisahkan lebih dulu pada suaminya.

"Ini Yah, obatnya." Ibu menyodorkan beberapa pil.

"Ya ampun, Bu. Banyak sekali. Ini nggak over dosis jadinya. Sudah besar-besar lagi obatnya."

Ibu menepuk pundak Ahsan. "Ya memang begitu, Yah. Lagian, ya nggak mungkin over dosis-lah selama dikonsumsi sesuai dengan takarannya. Ayah ini ada-ada saja," cengir ibu.

Akhirnya dengan muka pasrah, Ahsan harus menelan pil lima macam itu.

"Jika begini, kita jadi tahu ya, Bu. Bahwa sehat ini mahal. Sangat mahal. Lihat bagaimana kalau manusia hanya hidup bergantung pada obat ini. Berapa uang yang harus dikeluarkan untuk hanya membeli obat yang rupa macamnya," tutur Ahsan usai menelan pil yang nyata pahit itu.

"Begitulah, Yah. Sekarang kita yang sudah tua-tua ini harus pandailah menjaga kesehatan," komentar ibu. Kemudian menatap ke arah perut gempal Ahsan.

"Lihat tuh badan usah tambah gempal aja. Coba ayah itu usaha dikit untuk olahraga. Jangan hanya mikri kerjaan tok. Ya, setidaknya seminggu sekali atau dua kalilah minimal olahraga, itung-itung membuang sedikit lemak di tubuh," nasehat ibu.

"Bukannya apa, ibu taukan ayah sibuk ilir mudik kantor rumah, rumah kantor. Ayah rasa pekerjaan nggak selesai-selesai," dumel Ayah.

"Alah, alasan itu. Nah, hari minggu inikan, bisa dijadikan waktu untuk olahraga. Sore nanti bisa kita sama-sama joging di taman. Olahraga kecil-kecilan gitu," saran ibu pada Ahsan, yang menurutnya ia hanya membuat banyak alasan untuk menghindar dari olahraga.

"Iya-iya. Akan ayah coba setiap minggu." Senyum ayah.

Krieek...

Ayah dan ibu sama-sama menoleh ketika mendapati aku keluar dari kamar. Karena daritadi pagi ia tahu aku sedang ngambek dan enggan berbicara dengan mereka.

"Nisa, makan sini!" pinta Ibu.

"Nggak ah, masih kenyang," kilahku.

Aku menghilang sebentar karena aku tahu ada yang aku lupakan. Aku lupa mengambil sepatuku olahragaku.

"Mau kemana kamu siang-siang begini?"

"Lapangan basket," jawabku seadanya.

"Siang-siang begini?" tanya ibu memastikan, karena ini memang masih jam satu dan panas di luar sangat terik. Tapi, tidak ada pilihan lain selain itu. Aku bosan di rumah dengan terus mengurung diri di dalam kamar. Menutup tubuh dengan selimut.

"Iya," jawabku seraya memasang kaos kaki, kemudian beranjak menggapai kunci motor.

"Nisa! Sini sebentar!" perintah ibu dengan dingin.

"Apa sih? Nisa buru-buru," jawabku malas.

"Buru-buru apasih. Kamu ini, seperti anak yang nggak pernah di didik saja," bentak ibu geram.

Aku menghela. Berjalan mendekat ke meja makan.

"Apa?" kataku sambil menyampirkan tas ransel ke belakang. Isinya bukan buku tapi ya bola basket.

"Besok, keluarga Hamzah akan datang kemari," beritahu ibu.

"Oh."

"Kok oh sih!" heran ibu.

"Yah, terus Nisa harus bilang apa? Lagian apa hubungannya coba dengan Nisa.

"Ya tentu ada lah!" suara ibu mencebik.

"Besok mereka datang akan menentukan jadwal penikahan kalian."

Seketika mataku membulat. Aku menyengir, sambil menepis tangan ke sembarang arah. "Terserah lah. Nisa capek. Percuma Nisa bilang nggak. Pasti ayah sama ibu juga nggak akan menggubriskan. Ya sudah lakukan semau kalian."

Hanya kalimat itu yang aku ucapkan. Tanpa berkata apapun aku berlaku meninggalkan mereka yang masih duduk di meja makan. Ahsan hanya menatap miris kepergianku.

"Nisa! Nisa!" teriak ibu berkali-kali. "Kamu jangan keras kepala ya!" pekik ibu.

Aku tetap tak memperdulikan ucapannya. Di garasi rumah motorku sudah bertengger menanti tuannya untuk dinaiki. Setelah starter motor menyala dengan sigap aku menarik tuas gas motor dalam-dalam dan menjauh dari pekarangan rumah.

***

Di lapangan, aku seorang diri. Melempar bola menuju ring berkali-kali dengan perasaan yang kacau.

Peluh telah membanjiri tubuhku. Berkali-kali aku melakukan lay up, dan shooting three point. Tapi tak kunjung berhasil. Sungguh menguras tenanga.

Ah, ini pasti karena pikiranku sedang tak sejalan. Terlalu banyak yang aku pikirkan saat ini. Tentang perjodohan itu. Tentang nasib hubunganku dengan Fey.

Aku meraih botol mineral dan meminumnya hingga setengah.

"Terserah dia mau melanjutkan masalah pernikahan itu atau tidak. Yang jelas aku akan tetap memilih Fey, dari pada Azzam. Dia sama sekali bukan kriteriaku. Umur dan pemikiran kita pun jauh berbeda."

Aku melempar botol aqua itu jauh-jauh.

Di taman sebelah lapangan basket, mataku menyorot dua irang sedang beradu argumen. Entah apa yang diributkan wanita itu pada laki-laki di hadapannya. Aku hanya mendengar samar-samar suaranya yang samar-samar memaki laki-laki itu.

"Ah, lagi-lagi drama yang aku tonton saat ini." Aku menggeleng kepala pelan.

Aku memilih untuk menepi dari panasnya lapangan siang ini. Duduk di tepi lapangan.

"Kalau begitu kita kabur bagaimana?" suara wanita itu. Aku menoleh ke arahnya. Sambil mencuri dengar sebenarnya apa sih yang mereka peributkan.

"Kabur bagaimana?"

"Iya kabur. Aku akan kabur dari rumah demi ikut dsnganmu. Kalau perlu kita kawin lari."

Deg...

Pendengaran apa yang baru saja di tangkap gendang telingaku.

Kabur? Dan kawin lari?

Dua pilihan tang mencoba aku cerna.

Agaknya menarik tentang apa yang orang dewasa itu bicarakan.

Aku tersenyum miring. "Kabur? Bagaiman kalau aku kabur saja ya. Eh, tapi aku harus kemana?"

Aku menepis tanganku ke sebarang arah. "Ah, itu nanti saja aku pikirkan. Yang jelas mungkin ini akan mencegah niatan ayah dan ibu." Aku tersenyum puas.

***

Malam ini, di dalam kamar aku sudah hilir mudik. Seperti seterikaan di atas tempat tidur. Aku meraih tas ransel yang berada di dalam lemari, mengambil beberapa helai baju, kemudian menjejalnya ke dalam tas ransel. Tak lupa buku-buku pelajaran juga aku jejalkan di dalam.

Sekarang semuanya sudah siap. Semua sudah tertata rapi dan ransel.

"Maafkan aku ayah, ibu." Tanganku meraba bingkai foto yang mencetak wajah keduanya.

Akhirnya dengan cepat aku menuju jendela dan membuka kacanya.

Aku menghela napas, benar-benar uji nyali. Malam-malam begini semua tampak gelap. Dengan hati-hati aku melompat turun. Agar tak menimbulkan kegaduhan, malam-malam.

Hap!

Lompatanku mendarat dengan sempurna, meski pergelangan kaki terasa sedikit ngilu.

Tiba di depan gerbang aku memainkan ponsel, memesan gojek yang bisa membawaku menjauh dari rumah ini. Beruntung saja tak butuh waktu lama di driver ojol datang menjemput. Beruntung tidak banyak orang berlalu lalang di kompleks ini.

Aku duduk membonceng di belakangnya. "Ayo, bang!" pintaku segera.

Mungkin sudah 20 menit lamanya si driver membawaku mutar-mutar tak tentu arah.

"Mbak, mau kemana sih? Dari tadi mutar-mutar terus. Tujuan mbak sebenarnya mau kemana. Sini biar saya liat alamatnya," tutur si ojol yang mulai geram.

"Aduh, bang jangan bawel, sebentar lagi!"

Aku menggaruk keningku. Tak paham sebenarnya apa sudah benar keputusan ini. Kabur untuk menghindari perjodohan. Ya seluruh keluarga dan kedua belah pihak akan datang besok. Bagaimana aku menghadapinya. Aku tidak bisa.

Ibu dan ayah juga pernah bilang kalau mereka pun di jodohkan, yah itu lain dong. Itu zaman dulu beda dengan zaman modern saat ini. Rasanya tidak pantas lagi membahas penikahan paksa begini.

"Bang, stop!" Aku memukul pundak bang Ojol. "Udah di sinu aja!" Aku mengangsurkan uang untuknya.

"Terima kasih, Mbak."

"Iya, bang"

Tukang ojek telah menjauh meninggalkanku dan aku sendirian sekarang. Aku menatap sekitar gelap dan sepi, aku jadi takut.

Aku menepuk jidatku. "Bodoh! Kenaoa aku minta diberhentiin di sini coba?"

Aku harus menginap dimana sekarang? Di hotel? Memang punya uang?

Tiba-tiba sebuah tangan menarikku. Jantungku langsung berdetak hebat. Aku belum berani menoleh takut orang itu, orang jahat yang akan melukaiku saat ini.

"Bang, ampun bang jangan apa-apain aku," kataku memohon dengan mata terpejam rapat. "Abang kalau mau ambil uang dan tas aku silahkan. Tapi jangan ambil nyawa aku, karena aku cuman punya satu nyawa, bang!"

Sebuah tangan kembali menepuk pipiku. "Heh, kamu ngomong apa sih? Memang aku penjahat?"

Aku membuka mataku perlahan. Kemudian menoleh dengan dramatis. "Bang Fandi!" panggilku kaget.

"Kenapa?" Fandi mengedarkan pandangannya ke sekitar. "Kamu kok di sini sih, Nisa malam-malam. Bahaya lho."

Am.. Am... Aku tergagap.

"Apa? Lagian kenapa pula kau membawa tas besar." Fandi menatap bingung.

Aku menyengir, dan mendekatkan kepalaku ke telinganya.

"Aku sedang kabur dari rumah."

"What?" kaget Fandi.

"Ada apa? Kok kabur segala?"

"Panjanglah pokoknya. Yang jelas abang Fandi sekarang mau bantuin aku cari rumah kosong nggak?" tanyaku.

Dia tampak berpikir sejenak. "Ya udah, aku bawa kamu ke sebuah rumah. Itu kosan aku dulu"

"Tapi, bang. Aku boleh minta satu?"

"Apa?"

"Abang jangan kasih tau ayah sama ibu, yah. Kalau aku di kosan bang Fandi," pintaku.

"Hmm... "

Fandi membawaku ke seberang jalan raya. Di sana ada motornya yang terparkir di dekat halte bus. Tapi sepindi halte tidak ada siapa-siapa.

***

"Oh, begitu ceritanya" Fandi manggut-manggut. Sepanjang perjalanan aku menceritakan semuanya dari awal sampai aku memutuskan untuk kabur saja dari rumah.

"Eh, tapi bagaimana kalau orang tuamu khawatir, Nisa. Kamu nggak mikirkan itu?"

"Nggak. Memangnya mereka memikirkan tentang aku!"

"Ya, pasti ada niat yang baiklah kamu di nikahkan cepat. Nggak mungkin tanpa alasan kan?"

Aku memutar bola mata malas. "Ah, udahlah. Tanggung aku keburu kabur dari rumah."

"Pikiranmu pendek sekali Nisa, giman nasib sekolahmu?"

"Ya tetap lanjutlah," jawabku enteng. "Kalau untuk biaya, aku bisa bekerja usai pulang sekolah"

"Hm, kamu pandai mengatakannya. Tapi coba ketika kamu menjalaninya, pasti kamu akan berpikir dan menyesal kabur dari rumah," komentar Fandi pada keputusanku.

"Udahlah, kan aku yang jalani. Bukan Bang Fandi. Jadi santai"

"Aih, susah bicara dengan anak bebal macam kau Nisa. Terserah kau lah." Pasrah Fandi dengan jawabku.

***

Tok... tok...tok...

"Nisa! Dhanisa!" teriak seseorang dari luar sambil mengedor gedor pintu.

Aku mengacak rambutku. "Siapa sih?" geramku. Dengan mata terkatup aku berjalan membuka pintu.

"Kenapa sih?"

"Lho kamu nggak sekolah?"

"Nggak bang. Nisa buat alasan sakit. Biar nggak mesti ke sekolah. Lagian ada apa sih bang Fandi udah ke sini aja?"

Aku menutup mulutku jika sesekali aku menguap.

"I-itu. Ahsan. Ayah Ahsan maksud abang"

Aku menggaruk kepalaku. "Iya kenapa?"

"Ayah kamu dilarikan ke rumah sakit. Barusan."

Deg...

Seperti sebuah bom aku mendengar ucapan Fandi. "Ah, yang benar abang nggak lagi bohongkan?"

"Beneran, Nisa. Tadi nggak sengaja aku lewat depan rumah kamu. Trus disana aku lihat ada beberapa orang kumpul. Dan aku coba tanya, katanya Ahsan sakitnya kambuh."

Sakit? Aku tidak pernah tau kalau ayah sakit atau riwayat penyakit gitu.

"Oh ya udah makasih ya infonya."

"Kamu bakalan ke rumah sakitkan?"

"Nggak tau, Fandi. Aku takut"

"Takut apa?" Fandi mengernyit.

"Takut mereka memarahiku atau menolakku sebagai anak lagi!"

Fandi memegang dua bahuku. Melihat manik mataku dengan serius.

"Nisa, kamu harusnya lebih takut kalau kamu bakal kehilangan orang yang kamu cintai. Orang yang akan memberimu surga, jika kau berbakti padanya. Ini saatnya kau harus berbakti Nisa."

Aku menatap Fandi dalam diam.

Yah, aku sudah kehilangan tempat aku bernaung. Tempat aku mencurah rindu dan kasih pada orang tuaku. Dan Ayah Ahsan serta Bu Hamidah adalah orang tua keduaku yang patut aku hormati dan mohon keridhoannya, supaya jalanku senantiasa mulus, dan mendapat keberkahan.

"Iya, sudah. Aku mau mandi dan siap-siap dulu. Tapi Bang Fandi tau rumah sakitnya?"

"Tau, nanti aku antar. Sekarang kamu siap-siap sana," perintah Fandi.

***

Terpopuler

Comments

Naira Aliya

Naira Aliya

nisa keras kepala

2021-08-08

0

Asraulrica

Asraulrica

aku mampir kak hehe

2020-05-10

0

Evira

Evira

Semangat trus nulisnya thor.💪 aku udh boom like + rating 5.

jngan lupa mampir jg yaa ke nove aku. Judulnya Obata Sakit Hati dan Dokter Cantik Pemikat hati😊

2020-04-24

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1. Kerelaan
2 BAB 2. Kontingen Hati
3 BAB 3. Pertikaian
4 BAB 4. Permintaan Menikah
5 BAB 5. Janji Kita Bersama
6 BAB 6. Keputusan
7 BAB 7. Sah
8 BAB 8. Malam Pertama
9 BAB 9. Sorry I’am Late
10 BAB 10. Si putih, Mou
11 BAB 11. Kasih Bertepuk Sebelah Tangan
12 BAB 12. Mashita!
13 BAB 13. Mirip Tawanan
14 BAB 14. Siraman Rohani Dadakan
15 BAB 15. Munakahat
16 BAB 16. Siratan Kenangan
17 BAB 17. Jiwa yang Sunyi
18 BAB 18. Surga Dunia
19 Bab 19. Sebuah Luka Lama
20 BAB 20. In The Kitchen
21 BAB 21. Nikah-Nikahan
22 BAB 22. Kamu Cantik, Istriku
23 BAB 23. Masih Sabar
24 BAB 24. Bertemu Kembali
25 BAB 25. Pingsan
26 BAB 26. Drama Amnesia
27 BAB 27. Rasa Bersalah
28 BAB 28. Fitting Baju
29 BAB 29. Acara Makan-makan
30 BAB 30. Kejadian Buruk
31 BAB 31. Perkelahian
32 BAB 32. Mimpi Buruk
33 BAB 33. Cewek Agresif
34 BAB 34. Percakapan Itu
35 BAB 35. Inspeksi Bulanan
36 BAB 36. Secarik Kertas
37 BAB 37. Hilang
38 BAB 38. Perkara Pakaian Takwa
39 BAB 39. Ada yang Beda
40 BAB 40. Keributan Kecil
41 BAB 41. Mengakui
42 BAB 42. Kalung Liontin
43 BAB 43. Tempat Indah
44 Bab 44. Berbagi Cerita
45 Ilustrasi
46 BAB 45. Berangkat
47 BAB 46. Ketahuan
48 BAB 47. Apa Iya Rindu?
49 BAB 48. Gelisah
50 BAB 49. Di Bully
51 BAB 50. Virus Merah Jambu
52 BAB 51. Cinta Sebenarnya
53 BAB 52. 'Andai'
54 BAB 53. Mencari Cara
55 BAB 54. Harapan
56 BAB 55. Semua Untukmu
57 BAB 56. Perasaan Sarah
58 BAB 57. Sakit
59 BAB 58. Cemburu
60 BAB 59. Honey
61 BAB 60. Kekalahan
62 BAB 61. Tebaik
63 BAB 62. Study Group
64 BAB 63. Tulus
65 BAB 64. Ikhlasku
66 BAB 65. Saling Mengungkapkan
67 BAB 66. Berjuang
68 BAB 67. Bahagia karena Cinta-Nya
69 BAB 68. Menunaikan Kewajiban
70 BAB 69. Memancing Asmara
71 BAB 70. Muroja'ah
72 BAB 71. Kelulusan
73 BAB 72. Rumah Baru
74 BAB 73. Kenalan Tetangga Baru
75 BAB 74. Modus
76 BAB 75. Panti Asuhan 1
77 BAB 76. Panti Asuhan 2
78 BAB 77. Sick
79 BAB 78. Canda Pagi
80 BAB 79. Resah
81 BAB 80. Lancang
82 BAB 81. Berubah
83 BAB 82. Foto yang Lenyap
84 BAB 83. Bahagia itu
85 BAB 84. Harus Pulang
86 BAB 85. Permintaan
87 BAB 86. Curiga
88 BAB 87. Penjelasan
89 BAB 88. Kiriman Foto
90 BAB 89. Temuan Foto
91 BAB 90. Kunjungan
92 BAB 91. Pujian
93 BAB 92. Hadiah Spesial
94 BAB 93. Pilihan
95 BAB 94. Prahara Rumah Tangga
96 BAB 95. Jebakan (1)
97 BAB 96. Jebakan (2)
98 BAB 97. Jebakan (3)
99 BAB 98. Back to Home
100 BAB 99. Keputusan itu
101 BAB 100. Part Spesial 17-an (1)
102 BAB 101. Part Spesial 17-an (2)
103 BAB 102. Kabar Duka
104 BAB 103. Bukan Kesengajaan
105 BAB 104. Suasana Duka
106 BAB 105. Mengungkap Kasus
107 BAB 106. Puzzle Kerinduan
108 BAB 107. Teman Berbagi
109 BAB 108. Pembongkaran
110 BAB 109. Bazar
111 BAB 110. Pemilik Suara
112 BAB 111. Manisnya Kesabaran
113 BAB 112. Tindakan Operasi
114 BAB 113. Halal Love
115 BAB 114. Saving Private Baby (1)
116 BAB 115. ....... Baby (2)
117 BAB 116. ..... Baby (3)
118 BAB 117. ..... Baby (4)
119 BAB 118. Extra Part [End]
Episodes

Updated 119 Episodes

1
BAB 1. Kerelaan
2
BAB 2. Kontingen Hati
3
BAB 3. Pertikaian
4
BAB 4. Permintaan Menikah
5
BAB 5. Janji Kita Bersama
6
BAB 6. Keputusan
7
BAB 7. Sah
8
BAB 8. Malam Pertama
9
BAB 9. Sorry I’am Late
10
BAB 10. Si putih, Mou
11
BAB 11. Kasih Bertepuk Sebelah Tangan
12
BAB 12. Mashita!
13
BAB 13. Mirip Tawanan
14
BAB 14. Siraman Rohani Dadakan
15
BAB 15. Munakahat
16
BAB 16. Siratan Kenangan
17
BAB 17. Jiwa yang Sunyi
18
BAB 18. Surga Dunia
19
Bab 19. Sebuah Luka Lama
20
BAB 20. In The Kitchen
21
BAB 21. Nikah-Nikahan
22
BAB 22. Kamu Cantik, Istriku
23
BAB 23. Masih Sabar
24
BAB 24. Bertemu Kembali
25
BAB 25. Pingsan
26
BAB 26. Drama Amnesia
27
BAB 27. Rasa Bersalah
28
BAB 28. Fitting Baju
29
BAB 29. Acara Makan-makan
30
BAB 30. Kejadian Buruk
31
BAB 31. Perkelahian
32
BAB 32. Mimpi Buruk
33
BAB 33. Cewek Agresif
34
BAB 34. Percakapan Itu
35
BAB 35. Inspeksi Bulanan
36
BAB 36. Secarik Kertas
37
BAB 37. Hilang
38
BAB 38. Perkara Pakaian Takwa
39
BAB 39. Ada yang Beda
40
BAB 40. Keributan Kecil
41
BAB 41. Mengakui
42
BAB 42. Kalung Liontin
43
BAB 43. Tempat Indah
44
Bab 44. Berbagi Cerita
45
Ilustrasi
46
BAB 45. Berangkat
47
BAB 46. Ketahuan
48
BAB 47. Apa Iya Rindu?
49
BAB 48. Gelisah
50
BAB 49. Di Bully
51
BAB 50. Virus Merah Jambu
52
BAB 51. Cinta Sebenarnya
53
BAB 52. 'Andai'
54
BAB 53. Mencari Cara
55
BAB 54. Harapan
56
BAB 55. Semua Untukmu
57
BAB 56. Perasaan Sarah
58
BAB 57. Sakit
59
BAB 58. Cemburu
60
BAB 59. Honey
61
BAB 60. Kekalahan
62
BAB 61. Tebaik
63
BAB 62. Study Group
64
BAB 63. Tulus
65
BAB 64. Ikhlasku
66
BAB 65. Saling Mengungkapkan
67
BAB 66. Berjuang
68
BAB 67. Bahagia karena Cinta-Nya
69
BAB 68. Menunaikan Kewajiban
70
BAB 69. Memancing Asmara
71
BAB 70. Muroja'ah
72
BAB 71. Kelulusan
73
BAB 72. Rumah Baru
74
BAB 73. Kenalan Tetangga Baru
75
BAB 74. Modus
76
BAB 75. Panti Asuhan 1
77
BAB 76. Panti Asuhan 2
78
BAB 77. Sick
79
BAB 78. Canda Pagi
80
BAB 79. Resah
81
BAB 80. Lancang
82
BAB 81. Berubah
83
BAB 82. Foto yang Lenyap
84
BAB 83. Bahagia itu
85
BAB 84. Harus Pulang
86
BAB 85. Permintaan
87
BAB 86. Curiga
88
BAB 87. Penjelasan
89
BAB 88. Kiriman Foto
90
BAB 89. Temuan Foto
91
BAB 90. Kunjungan
92
BAB 91. Pujian
93
BAB 92. Hadiah Spesial
94
BAB 93. Pilihan
95
BAB 94. Prahara Rumah Tangga
96
BAB 95. Jebakan (1)
97
BAB 96. Jebakan (2)
98
BAB 97. Jebakan (3)
99
BAB 98. Back to Home
100
BAB 99. Keputusan itu
101
BAB 100. Part Spesial 17-an (1)
102
BAB 101. Part Spesial 17-an (2)
103
BAB 102. Kabar Duka
104
BAB 103. Bukan Kesengajaan
105
BAB 104. Suasana Duka
106
BAB 105. Mengungkap Kasus
107
BAB 106. Puzzle Kerinduan
108
BAB 107. Teman Berbagi
109
BAB 108. Pembongkaran
110
BAB 109. Bazar
111
BAB 110. Pemilik Suara
112
BAB 111. Manisnya Kesabaran
113
BAB 112. Tindakan Operasi
114
BAB 113. Halal Love
115
BAB 114. Saving Private Baby (1)
116
BAB 115. ....... Baby (2)
117
BAB 116. ..... Baby (3)
118
BAB 117. ..... Baby (4)
119
BAB 118. Extra Part [End]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!