Pagi ini Lea menemani Umi ke lumbung, sebenarnya dia sudah di larang karena Lea baru saja mengalami morning sickness namun Lea merengek tidak mau di tinggal sendiri di rumah jadinya Umi mengizinkan.
“ Muka kamu pucet neng, padahal Umi cuma sebentar liat hasil panen..”
“ Lea baik-baik aja Mi, kalau Lea sendiri di rumah nggak ada teman ngobrol, Bibi kan juga lagi ke kota.”
“ Tapi kamu tunggu Umi di saung, jangan ngelakuin apapun.”
“ Siap Umi..”
Lea dan Umi sampai di lumbung, di sana berkumpul para petani yang bekerja dengan Umi membantu mengumpulkan hasil tani. Umi dan Abah membangun semua lumbung di dekat ladang padi dan sayur mayur, nanti hasil tani itu akan di salurkan ke para penjual di kota.
“ Pagi Umi, Lea…” sapa Asep saat melihat kedatangan Umi dan Lea.
“ Pagi Sep.. untuk pengiriman sayur mayur sudah ada yang berjalan?”
“ Udah Umi dari jam 3 tadi, sudah ada tiga truk yang berangkat.”
Umi meminta Lea untuk duduk di bangku yang ada di dalam lumbung, Umi berkeliling melihat hasil panen sayur mayur yang akan di kemas untuk di kirimkan.
“ Lea..” panggil seseorang membuat Lea menoleh.
“ Bian..?” cowok itu tersenyum menunjukkan lesung pipinya.
“ Aku nggak tau kamu ada di sini.. aku pikir masih betah di kota..?”
Lea terkekeh, “ aku udah seminggu di sini Bi..”
“ Kamu masih bantu-bantu di sini? aku pikir udah kerja di kota.”
“ Emak belum bisa aku tinggal Le, Abah lagi ada kerjaan di kota sampe akhir tahun.”
Lea menemani Bian merapihkan sayur mayur sambil sesekali mengobrol. Hasil tani dari kampungnya termasuk yang terbaik jadi para pedagang senang membeli sayur mayur dan buah-buahan dari Umi.
Fabian mengajak Lea untuk duduk di saung yang ada di depan lumbung. Cowok itu juga membawa pisang dan singkong yang baru saja di goreng.
“ Kamu lagi sakit Le..? muka kamu pucat..” ucap Bian saat melihat muka pucat Lea, saat di ruangan tadi tidak terlihat jelas karena terkena cahaya lampu.
Lea menggeleng, efek mualnya tadi memang membuatnya sedikit pusing di tambah aroma pisang kembali membuatnya mual tapi dia tahan.
“ Aku masuk lagi ya mau manggil Umi..” Lea beranjak dari saung untuk menghampiri Umi namun baru beberapa langkah tubuhnya limbung.
Bian yang melihat itu langsung menghampiri, “ Lea kamu baik-baik aja..?” ucap Bian panik.
“ Kepala aku sedikit pusing..”
“ Kamu duduk lagi di saung biar aku yang panggil Umi..”
“ Iyaahhh..” ucap lirih Lea lalu badannya pun lemas. Bian dengan cekatan menggendong Lea untuk di tidurkan di saung, dia langsung bergegas masuk ke dalam untuk mencari Umi.
Saat Umi dan Bian kembali lagi ke saung, mereka melihat seorang lelaki tengah memangku kepala Lea dan berusaha menyadarkannya.
“ Lea..” ucapan Umi membuat Gavin menolah. Ya, lelaki itu Gavin, dia tadi melihat Lea yang pingsan di pelukan Bian.
“ Kamu siapa..?” tanya Umi masih menatap Lea dan Gavin bergantian.
“ Boleh saya bawa dia ke rumah sakit..?”
“ Kita pulang saja ke rumah..”
Gavin langsung menggendong Lea masuk ke dalam mobil, di ikuti oleh Umi. Jarak yang tidak jauh membuat mereka sudah tiba di depan gang rumah Umi.
Umi menunjukkan kamar Lea pada Gavin, dia lalu menuju dapur untuk membuatkan teh.
“ Lea.. sayang…” panggil Gavin menepuk pelan wajah Lea.
“ Sayang, bangun… Lea..” Gavin masih berusaha membangunkan Lea dari pingsannya.
“ Coba kasih ini..” Umi datang membawa segelas teh dan minyak kayu putih.
Gavin mendekatkan minyak kayu putih ke hidung Lea, namun belum ada pergerakan akhirnya Umi mengambil alih minyak kayu putih itu dan membuka tutupnya, di olesi sedikit di hidung Lea.
“ Ehmm..” Lea melihat langit-langit kamar lalu matanya mengarah ke mata Umi,“ Umi, Lea dimana..?” ucap Lea kaget.
“ Di rumah neng, tadi kamu pingsan di lumbung.”
“ Kepala Lea pusing tadi, terus nyium wangi pisang jadi mual.” Lea kembali memejamkan matanya, dia belum sadar ada Gavin yang terus memperhatikannya.
“ Sayangg..” mendengar ucapan itu sontak membuat Lea menoleh.
“ Gavin..” ucap Lea.
“ Hai sayang..” Gavin mendekat pada Lea namun gadis itu langsung menjauhkan badannya.
^^^
Hari ini seperti biasa kegiatan Gavin di sibukkan dengan pekerjaannya, jadwal yang di berikan oleh Zio membuat kepalanya pusing belum lagi kabar keberadaan Lea belum menemui titik terang.
“ Bos, para direksi sudah berkumpul di ruang rapat..”
“ Kita ke sana sekarang..”
Gavin dan Zio melangkah menuju ruang rapat sambil sesekali menunggu kabar dari Arik atau pun orang-orang Ayah. Rapat pun di mulai namun baru berjalan tiga puluh menit, Gavin langsung keluar dari ruang rapat setelah menerima kabar dari Arik.
Gavin memacu mobilnya menuju lokasi yang Arik infokan, hatinya membucah senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan Lea. Setelah 4 jam perjalanan, dia tiba di sebuah desa yang masih asri. Gavin berdiri di depan rumah Lea namun suasananya sepi, sampai seseorang menegurnya dan bilang kalau Lea ikut Umi ke lumbung.
Senyum bahagia terbit di wajah Gavin saat melihat Lea sedang duduk di saung, wajahnya selalu cantik meskipun terlihat pucat namun senyum Gavin mendadak hilang saat melihat kedatangan seorang cowok dan duduk di depan Lea, mereka tampak akrab dan itu membuat Gavin tidak suka.
Gavin melangkah dengan cepat saat melihat Lea pingsan di pelukan cowok itu, dia menghampiri Lea di saung setelah Bian melangkah ke dalam lumbung. Gavin menggendong Lea masuk ke dalam mobil untuk di bawa pulang, sepanjang jalan Gavin melirik ke arah bangku belakang.
“ Lea.. sayang…” panggil Gavin menepuk pelan wajah Lea setelah mereka tiba di kamar Lea.
“ Sayang, bangun… Lea..” Gavin masih berusaha membangunkan Lea dari pingsannya.
Lea terbangun setelah Umi memberikan sedikit minyak kayu putih di hidung Lea. Gadis itu membelalakan matanya melihat keberadaan Gavin di dalam kamarnya.
“ Hai sayang..” Lea tanpa sadar menjauh saat Gavin mendekatinya.
“ Umi mau buat bubur dulu ya..” Umi keluar dari kamar Lea.
“ Kamu ngapain di sini..?” tanya Lea masih kaget.
Gavin tidak menjawab namun matanya berkaca-kaca, dia langsung memeluk tubuh mungil itu. Leanya sudah di temukan dan dia bisa memeluknya. Dia pastikan Lea tidak bisa pergi lagi dari hidupnya.
TBC..!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments