Sejak pertemuan awal mereka, beberapa kali Zhu Wen selalu menyempatkan diri menemui Yin Yin. Setiap kali pertemuan, mereka pun selalu menghabiskan waktu dengan berjalan keluar atau berbincang hingga hari menjelang gelap, hingga hubungan keduanya kini semakin bertambah dekat.
Tibalah sampai pada hari terakhir sebelum keberangkatannya, Zhu Wen menemui Yin Yin untuk berpamitan.
"Berapa lama kau akan pergi?" ucap Yin Yin dengan wajah kecewa ketika tahu akan ditinggalkan Zhu Wen karena menjalankan tugas.
"Aku harus melatih dan menyeleksi prajurit baru agar bisa kurekrut ke ibukota, paling tidak memerlukan waktu beberapa bulan, namun aku akan mengusahakannya lebih cepat," tukas Zhu Wen enggan mengecewakan gadis yang akan menjadi istrinya kelak.
"Bagaimana denganku, kau pergi selama itu. Jika aku merindukanmu, apa yang harus aku lakukan?" ucap Yin Yin dengan nada bergetar.
"Aku akan sering-sering menulis surat untukmu", tukas Zhu Wen menanggapi pertanyaan Yin Yin.
Ada sedikit perasaan tidak tega untuk meninggalkan gadis itu.
Zhu Wen mendekat menyelipkan rambut Yin Yin ke belakang telinganya, seraya menatapnya dengan lembut.
"Ini tugas yang diperintahkan langsung oleh Yang Mulia, sebagai tanggung jawab sesuai jabatan yang kuterima", ucap Zhu Wen kembali.
"Tapi aku tidak ingin kau pergi!" ungkap Yin Yin seraya memalingkan wajahnya kesamping.
Mengingat harus berpisah dengan pria yang dicintainya untuk waktu yang lama, perasaan Yin Yin semakin khawatir disaat hubungan mereka semakin dekat justru akan merenggang karena jarak memisahkan.
Zhu Wen menangkupkan kedua tangannya di wajah Yin Yin, menatap tajam kedalam matanya.
"Tolong jangan seperti ini, kau membuatku semakin berat untuk meninggalkanmu", ungkap Zhu Wen sembari tersenyum membujuk.
"Kenapa tidak kau perintahkan saja bawahanmu untuk menangani tugas ini? Jika tidak, aku akan meminta ayah menanganinya. Tidak perlu sampai kau harus ikut turun tangan langsung membuang waktu mengurusi hal kecil," tukas Yin Yin cemberut.
"Aku paham yang kau maksudkan, tapi tanggung jawabku pada negara tidak bisa diwakilkan pada siapapun.
Seseorang yang dapat memindahkan gunung adalah ia yang ingin memulai memindahkan batu kecil secara terus menerus.
Dari hal-hal kecilah kita memulai untuk bisa menjadi tangguh, oleh karena itu Yin Yin, apa yang ingin kulihat pada prajuritku dimasa mendatang, harus ada hari ini untuk bekerja keras," ungkap Zhu Wen menjawab pertanyaan Yin Yin.
"Aku tidak peduli , kenyataannya kau memang lebih mementingkan pekerjaanmu dibandingkan aku. Jelas-jelas tugas ini bisa diwakilkan orang lain, tapi kau menjadikannya alasan dengan dalil tanggung jawab, " ungkap Yin Yin seraya membuang pandangannya kesamping.
Zhu Wen berjalan menghampiri, ia mengangkat kedua telapak tangannya di bahu Yin Yin, "Apa kau sedang marah."
Yin Yin tidak menjawab.
Zhu Wen menggerakkan wajah Yin Yin agar menghadap padanya. "Kumohon , anggap kali ini sebagai yang terakhir, kelak jika harus meninggalkanmu terlalu lama, aku akan meminta Yang Mulia untuk menugaskan orang lain. Bagaimana?" bujuk Zhu Wen.
"Semua terserah padamu, aku tidak peduli. Apapun yang kau ucapkan sekarang hanya pilihanmulah yang mewakili perasaanmu hari ini." ucap Yin Yin seraya menepis perlahan tangan Zhu Wen dari pundaknya.
"Silahkan kau tentukan sendiri pilihanmu ," tukas Yin Yin sembari berjalan pergi meninggalkan Zhu Wen.
Zhu Wen menggaruk keningnya yang tak gatal, menatap punggung Yin Yin yang semakin jauh menghilang.
......................
Tampak Zhu Wen berjalan dengan Kapten Wei di belakangnya, “Jendral semua telah siap, kita bisa berangkat segera” , ungkap Hu Fei melaporkan kepada Zhu Wen.
"Seperti yang kusampaikan kemarin, kuserahkan tanggung jawab ini padamu kapten. Tolong awasi mereka", ungkap Zhu Wen seraya menepuk pelan pundak Kapten Wei.
"Baik jendral, sesuai perintah anda", ucap Kapten Wei sembari membungkukkan badannya.
“Baiklah, kita berangkat..!” ucap Zhu Wen berjalan keluar menuju kereta yang telah menunggunya didepan.
......................
Tanpa disadari Xuan Rong melangkah berjalan menelusuri sungaì kecil dibalik kuil , sampai akhirnya berhenti disebuah jembatan yang menghubungkan dengan sebuah pondok.
Pemandangan disekitar membuat hati merasa damai , harum bunga teratai yang tumbuh hampir memenuhi seluruh kolam menguasai penciumannya.
Seandainya ayah dan ibu berada disini...
Perlahan Xuan Rong memejamkan matanya, hembusan angin lembut menerpa wajah , menghirup udara disekitar, memberikan sedikit ketenangan dihati.
Teringat kenangan pada masa sepuluh tahun yang lalu, kenangan indah bersama ayah dan ibunya pada perayaan Festival Lampion.
Saat itu pertama kalinya Xuan Rong diajak ayah dan ibunya menikmati perayaan lampion, suasana kota benar-benar meriah, semua orang membawa lampion dengan berbagai bentuk, membuat harapan yang kemudian dihanyutkan ke sungai yang merupakan tradisi dari leluhur.
Warna-warni kembang api serta suara letusan memenuhi langit hampir disetiap sudut kota. Tidak kalah ramai, para pedagang dari luar kota turut memadati pinggiran jalan kota dengan dagangan mereka.
Di taman belakang kuil tampak seorang pemuda tampan dengan tubuh tegap, penampilan layaknya bangsawan menyempurnakan sosoknya yang diidamkan para wanita, dialah Zhu Wen , jendral tertinggi Kerajaan Wei.
Zhu Wen melangkahkan kakinya berjalan menatap lurus ke depan, menyusuri jalanan kecil disekitar taman di dekat sana. Taman yang ditumbuhi pohon wilow yang berada di tiap sisi-sisinya memberikan suasana sejuk dan nyaman.
Ramainya hiruk pikuk suasana kota pada hari festival sudah menjadi kebiasaan berkumpulnya orang-orang dari luar kota untuk berkunjung ke kota yang terkenal sebagai kota dagang.
Kesibukkan menjalankan tugasnya selama beberapa bulan ini, membuat Zhu Wen lebih memilih mencari ketenangan untuk menjernihkan pikirannya.
Tenangnya taman belakang kuil menjadi pilihan yang tepat bagi seorang Zhu Wen, pria yang menyukai segala macam keindahan terutama "Wanita". Karena kini matanya menangkap sesuatu yang mengalihkan pandangannya.
Ia memiringkan kepalanya kesebelah kiri, terlihat sosok gadis tengah duduk sendirian di gazebo tak jauh dari tempatnya berdiri. Langkahnya terhenti, Zhu Wen memfokuskan matanya berusaha mengamati wajah si gadis.
Semakin lama Zhu Wen menatap, semakin ia terpancing untuk melihat wajah gadis itu lebih jelas.
Zhu Wen berjalan menyusuri jembatan kecil yang menghubungkan taman dan gazebo tersebut. Membuat jarak diantara mereka berdua kini hanya tinggal beberapa langkah kaki saja. Dan dengan jarak yang cukup dekat tersebut, ia bisa melihat dengan jelas paras cantik gadis yang menariknya secara tak kasat mata.
Zhu Wen tersenyum menatap gadis itu.
Gadis cantik berpostur mungil, rambut hitam tergerai indah, kontras dengan kulitnya yang putih bersih dengan wajah mungil dagu runcing, hidung yang mancung dan bibir merah mudanya yang ranum - Xuan Rong.
Xuan Rong yang sedang memejamkan mata, dengan kedua telapak tangan bertaut menopang dagu runcingnya. Terlihat ia sedang menikmati suasana tenang disana. Namun tiba-tiba Xuan Rong terkesiap mendengar gesekan sepatu di lantai , menyadari kehadiran orang lain didekatnya. Reflek ia menoleh, sepasang matanya menangkap sosok pria yang juga menatapnya dengan lekat. Xuan Rong yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran orang lain, membuatnya segera bangkit berdiri berjalan pergi.
Sebelum melewati Zhu Wen pria yang ada dihadapannya, Xuan Rong membungkukkan tubuhnya, ia mempersilahkan Zhu Wen untuk menempati gazebo tersebut.
"Silahkan Tuan", sapa Xuan Rong ramah, kemudian ia berlalu.
"Nona..", langkah Xuan Rong terhenti. "Anda tidak perlu pergi. Akulah yang mengganggu anda, kita bisa berbagi tempat ini sembari duduk berbincang", ucap Zhu Wen sembari berbalik le belakang menatap Xuan Rong.
"Aku adalah pendatang, dan ini kali pertama aku menginjak di kota ini. Apakah kehadiranku, mengganggu anda?" tanya Zhu Wen kembali.
"....." , Xuan Rong mengernyitkan alisnya menatap Zhu Wen dengan mata bulat polosnya.
"Tidak Tuan, aku sudah cukup lama disini. Silahkan saja anda tempati," ungkap Xuan Rong menanggapi.
"Sebenarnya aku juga butuh teman bicara," ungkap Zhu Wen seraya tersenyum kecil.
"Zhu Wen .. namaku Zhu Wen", tukas Zhu Wen memperkenalkan diri sembari menyatukan telapak tangannya mengepal didepan dada.
"Maaf tuan , tapi aku sedang terburu-buru," tolak Xuan Rong.
"Ehhh.... maaf nona", Zhu Wen melangkah menyusul sembari merentangkan sebelah lengannya di hadapan gadis itu , dengan maksud menghentikan.
"Ada apa?" tanya Xuan Rong seraya mengerutkan dahinya.
"Oh maaf... Apakah aku boleh tahu siapa nama nona? Agar kita bisa saling mengenal", ucap Zhu Wen masih terus berusaha.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Kiky Nurischa
ini zhu wen playboy yah kok sdh dijodohkan sm yin2 msh tertarik melihat wanita lain
2023-01-03
0
Evi 060989
up lg
2022-09-20
0
Siti Alfiah
itu prolog say
2022-03-25
0