Usai acara pernikahan yang sangat mewah tersebut, Almer memerintahkan Raka untuk tidur sekamar dengan Melinda yang kini telah sah menjadi seorang istri dari Raka Arafat. Raka sebenarnya ingin sekali menolak hal tersebut, karena mau bagaimanapun pernikahannya dengan Melinda sama sekali tidak atas dasar cinta. Melainkan perjanjian konyol dari Kakeknya itu.
Raka pun mengangguk kecil dan kini menoleh ke arah Melinda.
“Cucu menantu, masalah yang tadi tidak akan Kakek permasalahkan. Hanya saja, cucu menantu tidak boleh berkomunikasi apalagi menemui pria itu. Karena sekarang, Raka adalah suamimu,” terang Almer agar Melinda mengerti bahwa dirinya sudah sah menjadi istri dari Raka.
“Raka!” teriak Almer karena Raka hanya diam tak merespon perintah darinya.
“Kakek, bukankah suami istri harusnya tinggal satu kamar? Kakek tidak perlu memberi perintah begini,” balas Raka sembari melirik ke arah istrinya, Melinda.
Aisss... Kenapa Kakek malah membahas masalah pria itu? Rasanya, ingin sekali aku cekik wanita ini. (Batin Raka )
“Maaf, Kakek. Melinda sekarang adalah milik Mas Raka. Melinda sudah membuang jauh-jauh perasaan untuk pria tadi,” balas Melinda yang tak ingin menyebutkan nama Royan, karena menghormati Almer dan juga Raka.
“Benarkah?” Raka sama sekali tak mempercayai apa yang dikatakan oleh Melinda pada Kakeknya itu.
Almer mengangguk sembari menyentuh pundak Melinda.
“Karena cucu menantu sudah mengatakannya, baiklah Kakek percaya,” balas Almer pada Melinda yang kini telah sah menjadi cucu menantunya.
Raka terlihat tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Kakeknya. Bagaimana bisa, Kakeknya itu dengan mudahnya ditipu oleh perkataan manis dari Melinda.
“Sekarang, kalian berdua masuklah ke dalam kamar. Kakek tahu kalian begitu lelah,” ujar Almer dan akan pergi ketika sepasang suami istri dihadapannya bersama-sama masuk ke dalam kamar.
Raka melirik ke arah Melinda memberi isyarat agar Melinda segera membawanya masuk ke dalam kamar.
Melinda berusaha untuk terlihat bahagia dan perlahan mendorong kursi roda Raka masuk ke dalam kamar.
“Mas Raka, tolong lupakan masalah yang tadi.” Melinda tak ingin masalah seperti membuat suaminya marah.
Raka yang sedari tadi berusaha untuk tetap tenang, akhirnya mengeluarkan kekesalannya. Ia menarik gaun pengantin yang dikenakan oleh Melinda sampai robek. Untungnya, Melinda mengenakan pakaian dalam sehingga bagian dadanya tak terekspose oleh Raka.
“Mas Raka, kenapa Mas malah merobek gaun pengantin ini?” tanya Melinda berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Padahal dalam batinnya, ia sudah menangis ketakutan.
“Cukup! Bisa tidak, kamu jangan menggunakan wajah sok polos mu itu? Aku sungguh jijik melihatnya!” Raka berteriak mengatakan hal tersebut.
Apa yang Raka lakukan tentu saja tidak akan di dengar oleh siapapun. Karena di dalam kamarnya terpasang peredam suara.
Melinda hanya bisa menunduk sembari menyembunyikan air matanya. Sepertinya dugaannya, pernikahannya bersama dengan Raka, awal dari penderitaannya. Melinda mengira dengan dirinya menerima pernikahan tersebut, ia bisa hidup. Setidaknya ia bisa menjalani hidupnya tanpa air mata. Akan tetapi, semuanya sama saja dan bahkan lebih parah.
Entah permainan apa yang Tuhan mainkan kepada dirinya yang malang itu.
“Kenapa diam? Kalian terlihat saling mencintai ketika berpelukan tadi. Cih, bahkan membayangkannya saja sudah membuatku ingin muntah,” ucap Raka yang tak pernah bosan menghina Melinda.
“Mas Raka boleh menghina atau mengejek saya seperti itu. Akan tetapi, Mas perlu tahu satu hal, bahwa setelah kita resmi menikah, saya sudah melupakan dia dan meskipun pernikahan ini hanyalah permainan peran suami istri yang Mas katakan sebelumnya. Bagi saya, pernikahan ini adalah sesuatu yang sakral, maaf saya permisi ingin mengganti pakaian.”
Melinda keluar dari kamar tersebut dengan air mata yang terus mengalir. Ia berlari secepat mungkin agar Almer tak melihat dirinya yang terlihat begitu menyedihkan.
Raka mengepalkan tangannya kuat-kuat, ucapan Melinda membuatnya merasa muak.
Melinda kembali masuk ke dalam kamar suaminya dan sudah berganti pakaian. Ia mencoba untuk terlihat tegar, seakan-akan tak pernah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Raka sebelumnya.
Raka yang sudah berada di tempat tidur, melempar bantal ke arah Melinda dan mengenai wajahnya.
“Dasar bodoh, kenapa tidak menghindar?” tanya Raka dingin.
Melinda diam dan mengambil bantal yang telah berada di lantai.
“Mas, saya sangat lelah. Bolehkah saya langsung beristirahat?” tanya Melinda yang ingin sekali tidur agar kesedihannya bisa ia lupakan. Meskipun, setelah ia bangun kesedihannya kembali melanda hatinya.
“Apa? Aku saja belum tidur, kamu sudah ingin tidur. Kemari dan bacakan aku puisi!” perintah Raka.
Melinda berjalan mendekat ke arah Raka dan mengambil sebuah buku dengan judul kumpulan puisi.
“Kamu pernah sekolah?” tanya Raka yang selalu saja menganggap bahwa Melinda begitu rendah dimatanya.
“Bukankah saat ijab qobul tadi Mas Raka sudah tahu pendidikan terakhir saya?”
“Iya, aku sudah tahu. Mungkin saja selama ini kamu menyontek,” ucap Raka dan tertawa mengejek.
Melinda memilih untuk mengabaikan apa yang Raka tertawakan, ia fokus dengan buku yang sudah berada di tangannya. Kemudian, Melinda membaca puisi dengan penuh penghayatan.
Raka melirik ke arah Melinda dengan tatapan terheran-heran.
Wanita ini lumayan juga membaca puisi tersebut. Aiiissshh.. Tetap saja, mau dia pintar ataupun tidak, aku tetap tidak peduli. (Batin Raka)
Melinda terus saja membaca, sampai pada akhirnya Melinda menyadari bahwa suaminya telah terlelap.
Mas Raka, saya tidak berharap banyak. Saya hanya berharap satu hal, tolong jangan mencaci maki saya lagi. Sudah banyak hal yang saya lalu selama tinggal di rumah peninggalan Ibu saya, tolong jangan caci maki saya seperti mereka mencaci maki saya. (Batin Melinda)
Melinda kembali meletakkan buku puisi tersebut pada tempatnya dan perlahan naik ke sofa sembari meneteskan air matanya. Malam pertama yang ia kira adalah malam penuh cinta, ternyata hanya ada dalam khayalannya saja. Bagaimanapun, Melinda harus sadar diri dan tahu diri bahwa Upik abu selamanya tetaplah Upik abu.
Almer tengah duduk di ruang kerjanya sembari memandangi foto putri kandungnya, yaitu Ibu dari Rafa dan juga Raka Arafat.
“Nak, apakah kamu disana sudah bahagia? Harapanku satu-satunya sekarang adalah Raka. Akan tetapi, anak itu begitu keras kepala sama seperti kamu, Ibunya. Malam ini adalah malam pengantin Raka dan Melinda, Papa tahu bahwa mereka berdua tidak saling mencintai. Akan tetapi, Papa percaya bahwa suatu hari nanti perlahan tumbuh rasa suka serta ketertarikan diantara mereka berdua,” ujar Almer pada foto Putrinya yang telah meninggal dunia.
Almer kembali meletakkan foto tersebut dan perlahan ia meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.
“Bagaimana? Apakah kalian tahu pria yang telah datang mengacaukan pernikahan cucu dan cucu menantu ku tadi?” tanya Almer yang ternyata mencari informasi mengenai pria yang hampir saja mengacaukan acara pernikahan Raka dan juga Melinda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Ani Ani
semoga Melinda tabac segala ujian
2023-12-19
0
mei
dan saya juga berharap kedepannya melinda tidak gampang luruh dgn raka...ingat dr awal ntah ud brapa x cacian "menjijikan "dll
2023-04-21
0
Her Man
ag jd pnsrn ni gmna nsib kekasix.
2023-02-28
0