Setibanya di rumah, Raka pergi begitu saja tanpa meminta Melinda mendorong kursi roda sampai ke kamar.
Raka pergi ke kamarnya dibantu salah satu pengawal di rumah.
Melinda tak langsung masuk ke dalam rumah, ia memilih untuk menikmati malamnya di halaman depan rumah. Tanpa sadar, ia menangis ketika mengingat bagaimana Ayahnya memperlakukan dirinya seperti orang lain.
Apakah aku benar anak kandung Ayah?
Kenapa kasih sayang Ayah kepadaku dan saudari tiriku berbeda.
Disaat Ayah sedang membutuhkan bantuan untuk bersih-bersih, aku maju paling depan. Disaat Ayah sakit dan Ibu tidak ada, akulah yang merawat Ayah. Akan tetapi, kenapa usahaku tidak pernah dilihat oleh Ayah? Kenapa? (Batin Melinda)
Melinda menangis tersedu-sedu dan berharap bahwa Sang Ayah dapat kembali sayang serta perhatian terhadap dirinya.
“Nona muda tolong masuk ke dalam! Angin malam tidak baik untuk kesehatan Nona muda,” ucap salah satu pelayan yang sebenarnya diperintahkan oleh Raka untuk membawa Melinda masuk ke dalam.
Melinda segera menghapus air matanya dan masuk ke dalam rumah.
Ketika sedang berjalan menuju lift, Melinda berpapasan dengan Almer yang malam itu tengah membawa beberapa tumpukan buku ditangannya.
“Kakek kenapa membawa buku sebanyak ini? Melinda bantu ya Kek!” Melinda melupakan kesedihannya dan dengan senyum manisnya ia membawa beberapa buku ditangannya.
Almer mengetahui bahwa Melinda baru saja menangis. Akan tetapi, Almer memilih untuk berpura-pura tak tahu karena jika ia bertanya akan membuat Melinda menjadi canggung.
“Bagaimana keadaan Ibu tiri mu?” tanya Almer.
“Ibu Dina belum sadar dari pingsannya, Kek.”
“Apakah calon suamimu menyulitkan mu lagi?” tanya Almer mencoba mengorek sikap cucunya itu.
“Calon suami? Maksud Kakek, Mas Raka?” tanya Melinda yang sedikit bingung.
Almer tertawa mendengar suara Melinda yang terdengar ragu-ragu ketika menyebutkan Raka, cucunya itu.
“Tentu, siapa lagi kalau bukan Raka?”
Melinda tersipu malu dan mengatakan bahwa Raka adalah pria yang baik. Tentu saja perkataan Melinda tidak sepenuhnya benar, karena Raka masih saja membuatnya kesal.
“Terima kasih, cucu menantuku. Sekarang pergilah ke kamar!”
“Baik, Kek. Melinda permisi.”
Melinda tersenyum setelah keluar dari ruang kerja Almer Arafat. Ia merasa hangat ketika berbincang dengan Almer yang membawanya masuk ke dalam rumah itu.
Setidaknya, masih ada orang yang menganggapnya ada dan tersenyum tulus kepadanya.
“Kau darimana saja?” Tiba-tiba Raka datang dan pakaiannya terlihat lucu di mata Melinda.
Melinda menahan tawanya melihat Raka mengenakan pakaian piyama berwarna merah muda.
“Apa yang kau tertawa kan?” tanya Raka yang tak senang dengan kelakuan Melinda yang menurutnya tidak sopan.
“Maaf, Mas Raka. Melihat Mas Raka seperti ini, membuat aku ingin tertawa,” jelas Melinda yang kini bersikap biasa-biasa saja meskipun dalam hatinya ia masih menertawakan piyama yang dikenakan Raka.
“Jangan meledekku seperti itu, piyama ini adalah pemberian orang spesial untukku.”
Apakah orang spesial itu adalah kekasih Mas Raka? Kalau begitu, apakah aku adalah perebut kekasih wanita lain? (Batin Melinda)
Melinda bermain dalam pikirannya sendiri, ia terlihat seperti orang bodoh yang mencoba mencari jawaban sendiri.
“Melinda! Apakah kau tidak mendengar perkataan ku?” Raka semakin geram dengan sikap lambat Melinda yang diajak bicara pasti diam seperti orang linglung.
“Maaf, Mas Raka. Tolong ulangi apa yang Mas Raka katakan barusan.”
“Aku paling benci mengulangi perkataan ku. Sekarang kamu pergi ke kamarku dan siapkan semua keperluan ku besok!” perintah Raka dingin.
“Keperluan?” Melinda masih belum mengerti apa yang diperintahkan oleh Raka kepada dirinya.
“Dengarkan aku baik-baik, meskipun kamu sebentar lagi menjadi istriku. Kamu hanya aku anggap sebagai pelayan di rumah ini. Ingat! Jangan sekali-kali kamu mengadu kepada Kakek masalah ini!” Raka memperingatkan Melinda untuk tidak mengadu kepada Kakek sekecil apapun.
Melinda sadar diri dan tahu diri alasannya datang ke rumah itu. Ia tidak bisa menolak apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh Raka kepada dirinya.
“Aku anggap diam mu adalah sebuah penerimaan. Sekarang antarkan aku ke kamar!”
Melinda mengangguk mengerti dan mengantarkan Raka menuju kamar.
“Mau kemana?” tanya Raka ketika Melinda mencoba melangkahkan kakinya keluar kamar.
“Apa ada sesuatu yang Mas Raka butuhkan?” tanya Melinda.
“Bukankah aku sudah mengatakannya tadi? Siapkan keperluan ku besok!”
“Sekarang?” tanya Melinda memastikan.
“Tahun depan,” ketus Raka.
“Berarti Mas Raka bekerja tahun depan?” Melinda benar-benar polos dengan apa yang dikatakan oleh Raka.
Raka tertawa melihat ekspresi Melinda yang benar-benar membuatnya geram.
“Aku heran kenapa Kakek bersikeras membuatmu menjadi istriku. Selain wajahmu yang menjijikan, kau juga memiliki kepintaran yang sangat rendah,” ucap Raka terheran-heran.
“Apa ada hal lain yang ingin Mas Raka katakan mengenai aku?” tanya Melinda yang siap menerima hinaan, ejekan bahkan caci maki oleh pria dihadapannya.
Raka menyisir rambutnya dengan jemari tangannya dan memilih naik ke tempat tidurnya tanpa bantuan dari Melinda.
Melinda hanya diam berdiri mematung tanpa bertanya ataupun bergerak sedikitpun. Sampai akhirnya Raka memerintahkannya untuk keluar kamar.
“Ingat, besok kau harus datang ke kamar ku sebelum jam 6!” perintah Raka kembali mengingatkan Melinda.
Melinda mengangguk dan bergegas keluar dari kamar Raka yang membuat hatinya dongkol.
“Kerjakan apa saja yang diperintahkan oleh Tuan muda yang sombong itu, Melinda. Toh, kamu sudah biasa diperlukan seperti pembantu,” ucap Melinda sambil terus melangkahkan kakinya ke kamar.
Di dalam kamar, Melinda langsung melepaskan pakaian yang ia kenakan. Riasan di wajahnya membuatnya merasa seperti bukan dirinya, karena dirinya yang asli tidak secantik riasan di wajahnya.
“Ya Allah, bolehkah aku berharap lebih? Bolehkah aku merasakan hidup sebagai manusia meskipun hanya sedikit,” ucap Melinda penuh harap.
Melinda masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Ia tidak bisa beristirahat sebelum dirinya benar-benar bersih.
Usai mandi, Melinda melaksanakan sholat isya yang sempat tertunda.
Kesedihannya kembali datang ketika mengingat bahwa ia dan almarhum Ibunya sering melaksanakan sholat isya berjamaah di dalam kamar.
Bambang sangat jarang sholat bersama ia dan juga Ibunya, dikarenakan Bambang sangat sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Disisi lain.
Raka menatap langit-langit kamarnya sambil mengingat kejadian-kejadian di rumah orang tua Melinda.
Raka jelas-jelas melihat Bambang memperlakukan Melinda dan Katty berbeda.
Melinda? Gadis seperti apa dia ini?
Kenapa Kakek memintaku menikahi Melinda yang jelas-jelas bahwa dia adalah putri seorang pencuri. (Batin Raka)
Raka memejamkan matanya dan memilih untuk segera tidur daripada memikirkan hal yang tak menguntungkan untuknya.
“Kita lihat bagaimana kamu bisa sabar dengan sikapku ini,” ucap Raka bermonolog dan akhirnya memutuskan untuk benar-benar tidur.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Ani Ani
bodoh cari tahu lah
2023-12-19
0
🍁Angela𝐀⃝🥀☠ᵏᵋᶜᶟ
sabar sih pasti ya Mel
2023-12-13
0
kpop LOVERS
❤️
2023-12-03
0