Mata yang sama, yang dulu pernah membawa kenyamanan untukku dikala semua orang pergi meninggalkan sejuta luka dalam kepergiannya. Ayah dan Ibu pergi meinggalkanku saat umurku masih 7tahun. Hingga kutemukan sosok seorang gadis berlesung pipit datang memberikan sepotong coklat saat aku menangis didepan makam orang tuaku.
"Rindu" ucap Arga sedikit terkejut.
"Tuan apa sebaiknya kita bawa nona ini kerumah sakit?"
"Cepat saja lajukan mobil ini kerumah. Jangan banyak tanya. jika sesuatu terjadi pada gadis ini, maka aku tak segan segan akan melaporkanmu ke pada polisi atas kelalaian saat berkemudi"
Kutatap wajah polos gadis manis ini dengan seksama, kurasa benar dia adalah Rindu teman masa kecilku. Wajah manis dan cantik yang dulu selalu mengejek saat aku mulai menangis kini tepat ada didepan mataku. Sungguh aku rindu dia.
Jika benar memang dia adalah Rinduku yang dulu, maka akan kutanyakan kemana saja selama ini ia pergi. Aku yang harus merasakan kepedihan ini seorang diri tanpa canda dan tawanya. Kuingat, saat kami pulang sekolah dulu. Dia berlari menjauh dariku sampai tiba tiba sebuah mobil jeep berhenti tepat didepan ku, dan membawa Rindu pergi entah kemana. Saat itulah, aku menjadi pengecut untuk kedua kalinya. Tanpa suara, tanpa tangis, aku hanya berdiri mematung melihat mobil melaju kencang membawa Rindu menjauh dariku.
Takdir...
Mungkin ini takdir yang telah tuhan berikan untukku. Dengan kelalaian pak tua ini, aku dapat melihat wajah yang dulu sangat aku kagumi akan kecerdasan dan tingkah konyolnya.
"Sudah sampai pak" ucap sang supir seraya membukakan pintu mobil.
Kugendong erat tubuh gadis ini dengan erat supaya tidak jatuh. Kurebahkan tubuhnya diatas kasurku dan menyuruh seluruh pembantu wanita dirumah ini membersihkan luka dan menggantikan pakaian pada gadis yang kuyakini adalah Rindu.
"Cepat telpon Dokter Irfan dan ganti pakaian gadis ini!"
"Baik tuan" jawab kompak dari seluruh penghuni rumahku.
Tak berselang lama pakaiannya telah berganti dengan piyama milik mendiang ibuku yang sengaja selalu kusimpan baik baik dilemarinya.
Kulitnya yang putih namun tidak terawat, terlihat jelas pada pergelangan kakinya yang lecet dan ada sedikit goresan benda tajam atas telapak tangannya.
"Kenpa bisa seperti ini ?" tanya Dokter Irfan mengejutkanku.
"Tadi tak sengaja tertabrak dijalan om. Bisa coba cek keadaannya. Siapa tahu ada luka parah ditubuhnya"
"Sebentar saya cek dulu"
Cukup lama aku menunggu Dokter yang tak lain adalah adik dari ibuku. Hingga dia menurunkan stetoskop dengan wajah yang sulit untuk ku artikan.
"Kita harus cepat membawanya Arga"
"Ya baik om, Pak Tomi cepat siapkan mobilku dan jangan lupa bicara pada klien untuk membatalkan semua jadwal meeting kita" dengan panik langsung kuangkat lagi tubuh gadis ini.
"Kau mau kemana Arga ?" dengan senyum yang mengembang, Om Irfan kini menahan tanganku yang hendak pergi menuju lantai bawah.
Ku tak bisa menahan sedetikpun rasa takut kehilangan gadis yang entah benar ini adalah Ri ndu atau bukan. Yang ku tahu saat ini, dia adalah wanita yang sama dengan sosok gadis kecil menyebalkan kekasih kecilku.
"Maksud om, kita harus segera membawanya keruang makan. Gadis itu jelas jelas kelaparan, makanya pingsan. Untuk luka dikeningnya itu hanya benturan ringan akibat kulit kepala yang terkena aspal jalanan" jelas Om Irfan panjang lebar.
"Bisa tidak kalau bicara jangan setengah setengah? orang panik malaj dikerjai"
"Kau begitu perhatian pada gadis cantik ini. Apakah dia calon istrimu ? " dengan senyumnya yang aneh, Om Irfan mulai menanyakan hal yang konyol padaku.
Kuhiraukan kata katanya dan langsung pergi menuju kantor. Tak lupa kutitipkan gadis itu pada seluruh pembantu dirumah ini, agar dia tak bisa pergi sebelum aku tahu siapa dia sebenarnya.
"Cepat siapkan makanan dan jangan biarkan dia pergi dari rumah ini sebelum saya pulang !"
Dengan kompak semua menganggukan kepala tanda bahwa mereka mengerti apa yang aku katakan. Kupacu kuda besi menembus jalanan dengan kecepatan sedang. Meeting dengan klien pun sudah kuhadiri dan mereka menanam saham dengan jumlah yang besar diperusahaanku.
Dikantor aku tak henti hentinya memikirkan gadis yang sungguh kuyakini dia adalah Rinduku. Sahabat dan cinta masa kecilku.
kuusap foto kecil yang diselipkan tepat didompetku berisi dua orang anak yang sedang saling mengejek. Aku dan Rindu takan pernah terpisahkan.
Tok..tok..tok..
"Masuk"
Wanita dengan dres biru masuk dengan bibir merah merona. Dia Anita temanku dan Rindu saat masih Sekolah Dasar dulu.
"Hai Arga apa kabar? ko senyum senyu. sendiri sih? lagi mikirin aku ya ?" tanyanya dengan manja.
Jujur, bukannya aku tergoda dengan wanita macam Anita. Aku malah muak dan entah merasa risih dengan kehadirannya dikantorku sebagai staf keuangan. Kalau bukan karna istri Om Irfan yang menyuruhku menerimanya kerja disini, mungkin saat pertama kali dia memanggilku dengan nama dikantor ini, dia sudah kupecat karna tak sopan.
"Baik. Ada kepentingan apa?"
"ish, ko jutek amat sih. Ini ada berkas yang harus kamu tanda tangani" dengan badan yang entah sengaja ia dekatkan kearahku, berkas berwarna merah ia berikan lengkap dengan sebuah pulpen yang terselip didalamnya.
"Sudah. Cepat pergi dari ruangan saya, saya sedang ingin sendiri. Maaf"
"Ya udah kalo gitu. Jangan lupa makan siangnya ya Arga. Bye" lambaian tangan yang ia berikan tak ku hiraukan.
Rasanya tak sabar ingin segera pulang dan bertanya pada gadis misterius yang kini tengah berada didalam kamarku. Mungkin sedikit aneh, aku yang terkesan dingin dan tak berminat pada gadis manapun, kini membiarkan seorang wanita asing tengah berada diruangan privasiku. Bahkan jika diingat ingat, pembantuku tak akan ada yang berani masuk kecuali Bi Darmi yang bertugas merapihkan kamarku.
Pukul 19.00 kulihat arloji ditanganku sudah berbunyi dengan nyaring. Waktu pulang yang sedari tadi kutunggu telah tiba. Dengan kecepatan yang lumayan tinggi kupacu mobil, berharap segera sampai dan bertemu dengan gadis itu.
Kubuka pintu dengan cepat dan berlari menuju kamar, namun kosong dan rapih. Kemana gadis itu. Kutelusuri setiap ruangan dirumah ini, hingga kuberpapasan dengan Bi Darmi yang langsung memberi tahu jawaban yang sedari tadi tak kutanyakan.
"Den Arga cari non Liyani? itu ada didekat kolam"
Tunggu, Liyani? jadi dia bukan Rindu? gumamku dalam hati.
Segera kuberlari menuju kolam, dan kutatap sosok wanita cantik tengah menatap kosong ke arah kolam. Piyama milik ibu sangat cocok dipakainya.Dari belakang persis sekali dengan ibu yang dulu sering ku jahili dengan memeluknya dari belakang.
"Maaf nona anda siapa? " tanpa basa basi kuhampiri gadis bernama Liyani untuk memastikannya.
"Maafkan saya tuan, saya telah lancang diam disini. Sebenarnya saya mau pergi namun semua orang disini mencegah saya dan melarang saya pergi sebelum tuan datang" dengan suara bergetar, wanita ini menjelaskan. Dia hanya menunduk dan tak mau memandang wajahku.
"Saya yang salah karna telah menabrakmu tanpa sengaja. Maafkan saya. Tapi sebelum itu boleh saya tahu nama kamu siapa?" tanyaku ragu.
Pelan tapi pasti, gadis ini mulai mengangkat kepalanya dan kemudian terlihat wajah cantik dan mata yang sangat kukenal kini menatapku dengan dalam.
Hingga sesat kemudian...
"Aku Liyani Rindu Pratiwi tuan. Maaf karna telah merepotkan dirumahmu"
"Apakah kau tak ingat padaku Rindu? dan katakan yang sesungguhnya siapa namamu" tanyaku pada wanita yang ingin sekali kupeluk saat ini.
"Maaf tuan, kita baru saja bertemu. Jadi mana mungkin saya tahu siapa tuan, saya baru saja sampai dikota ini. Lagi pula nama saya benar Liyani Rindu Pratiwi tuan. Tuan bisa cek KTP sya " jelasnya dengan gemetar.
Namanya dan wajahnya mirip sekali dengan Rindu. Hanya nama belakangnya saja yang berbeda. Apakah hanya kebetulan saja jika ada wanita yang memiliki nama dan rupa yang sama.
"Maaf tuan. Apakah anda melihat tas yang saya pegang saat tadi dijalanan? disitu ada foto almarhumah ayah dan ibu saya dikampung. Selain itu ditas saya ada barang penting untuk bisa menemukan orang tua kandung saya" ucapnya panik.
Tunggu, apakah dia benar Rinduku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments