"Sekarang, Radit dan Aishah sudah sama-sama dewasa, bagaimana kalau kita melanjutkan rencana yang telah kita rancang sejak mereka kecil dulu?" Pak Banu berbicara dengan nada yang serius.
"Kalau kami sebagai orang tua pasti ingin yang terbaik untuk putrinya. Kami menyetujuinya, tapi demi kebahagiaan Aishah kami serahkan semua keputusan di tangan Aishah."
Pak Joko segera menanggapi Pak Banu sambil sesekali menatap Aishah dan Bu Sekar. Aishah tampak kebingungan dengan pembicaraan pakdhenya itu.
"Bagaimana Aish, apakah kamu setuju menikah dengan Radit?"
Pak Banu segera melayangkan pertanyaan kepada Aishah. Aishah yang masih kaget dengan pertanyaan Pak Banu hanya bisa diam seribu bahasa.
"Dulu waktu kami tinggal di rumah sebelah, waktu itu ibu Radit masih ada. Mendiang Istri saya ingin sekali menjadikan Aishah sebagai menantunya, kalau Aishah sudah besar nanti. Akhirnya kami membicarakan hal ini dengan pakdhe dan budhemu." Pak Banu memperjelas tujuannya.
"Baru satu tahun yang lalu Ibu Radit meninggalkan kami. Ia meninggl akibat kecelakaan. Sampai akhir hayatnya pun ibu Radit berpesan untuk melanjutkan rencana perjodohan ini." Tampak raut muka Pak Banu yang berubah 180 derajat, yang tadinya serius menjadi sedih.
"Saya berharap kalian tidak mengecewakan almarhumah ibu, karena itu wasiat terakhirnya. Tapi walaupun begitu, semua keputusan berada di tangan kalian berdua."
Terlihat jelas kesedihan yang mendalam muncul di wajah Radit. Radit langsung tertunduk lesu dan hampir meneteskan air mata, namun masih sanggup ia bendung.
Dulu Radit memang sangat dekat dengan ibunya. Namun kini Radit harus kehilangan ibunya untuk selamanya. Radit merasa sangat terpukul, sehingga dia berjanji pada ibunya untuk menuruti wasiat terakhir ibunya itu.
Melihat Aishah yang masih terdiam, Pak Joko pun angkat suara.
"Aish, kamu tidak harus menjawabnya sekarang. Kamu bisa memikirkan semua ini terlebih dahulu. Karena menikah bukanlah hal yang main-main. Kamu akan menjalaninya seumur hidupmu."
"Iya Pakdhe" Aishah menjawabnya sambil manggut-manggut.
"Baik kalau begitu Pak Joko, ini sudah malam. Saya dan Radit pamit dulu, lain waktu kami akan kemari lagi, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Pak Banu dan Radit berpamitan lalu pulang. Setelah Pak Banu dan Radit pulang, Aishah segera membereskan gelas piring lalu mencucinya. Setelah itu Aishah segera bergegas ke kamar tidurnya.
______________________________________________
Tok..tok..tok..
Suara ketukan pintu terdengar.
"Aish, Budhe boleh masuk?"
"Monggo Budhe"
Aishah duduk di depan meja rias sambil menyisir rambutnya yang hitam panjang terurai. Bu Sekar mengahampiri Aishah lalu mengelus kepala Aishah dengan lembut. Bu Sekar menatap Aishah melalui cermin di depannya.
"Kamu sekarang sudah dewasa Nduk, cantik pula, sudah banyak lelaki yang datang ke rumah untuk menanyakanmu. Budhe selalu menghargai keputusanmu, Budhe sangat senang kamu bisa menjaga diri dengan tidak pacaran. Dan yang terakhir tadi Radit datang dengan air ayahnya untuk meminangmu." Lalu Bu Sekar terdiam sambil menghela nafas panjang.
"Pakdhe dan Budhe tidak pernah memaksamu dengan perjodohan ini, semua keputusan kami serahkan kepadamu. Apakah kamu mempunyai teman laki-laki lain?" Bu Sekar melanjutkan pembicaraannya dengan hati-hati.
"Tidak Budhe, Aish tidak ada pandangan lelaki lain, hanya saja Aish masih bingung dan belum sepenuhnya yakin dengan Kak Radit. Walaupun dulu kita sudah sangat dekat, tapi itu dulu waktu kita masih kecil. Sekarang Aish masih perlu mengenal Kak Radit lebih dalam."
"Bagaimana dengan Aldi?" Bu Sekar tampak serius dengan pertanyaannya.
"Aish dan Aldi hanya berteman Budhe, Aish juga sudah menganggap Aldi sebegai kakak Aish sendiri. Karena memang ada kalanya Aldi bersikap sangat dewasa dan selalu melindungi Aish. Tapi sejauh ini tidak ada hubungan yang lebih diantara kami."
"Iya Nduk, Budhe paham. Kalau orang dulu, mau menikah itu harus dilihat dari segi bibit bebet dan bobotnya."
"Maksudnya Budhe?"
"Yang pertama bibit, yang berarti keturunannya. Kalau sepengetahuan Budhe, Radit itu berasal dari keluarga yang baik-baik, Budhe sudah mengenal keluarganya dengan baik sewaktu mereka menjadi tetangga kita dulu. Dulu, ibunya nak Radit sangat rajin sholat berjamaah di masjid, beliau tak pernah lupa mengajak Radit." Bu Sekar terdiam sebentar lalu mengambil nafas.
"Yang kedua bebet, yang berarti kekayaan, sebenarnya bukan masalah dia kaya atau tidak, tapi yang penting dia bertanggung jawab dan bisa mencukupi kebutuhan keluarga dengan baik. Dan yang terakhir bobot, artinya akhlaknya." Aishah memperhatikan setiap ucapan budhenya dengan sangat detail.
"Apakah Budhe yakin Kak Radit memilikinya? semua itu?"
"Budhe juga belum mengenal betul Radit yang sekarang. Budhe dengar, sekarang Radit itu menjadi seorang pengusaha sekaligus bisnisman yang sukses."
"Iya Budhe, perusahaan Aish bahkan menjadi salah satu partner kerjanya."
"O iya Budhe juga mau memberi tahu satu hal, kalau Aish ingin melihat akhlak seseorang, Aish harus melihat ibadahnya. Apakah dia seorang yang menjaga ibadahnya atau tidak."
"Makasih ya Budhe, Aish menjadi sangat lega sekarang." Aish menganggukan kepalanya lalu memeluk budhenya dengan erat.
Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 12 malam.
"Ya sudah Nduk, ini sudah larut, segeralah tidur, supaya besok tidak kesiangan berangkat kerjanya."
Aishah menatap budhenya sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Bu Sekar bergegas meninggalkan kamar Aishah. Aishah segera membaringkan badannya di tempat tidur, menarik selimut lalu berusaha memejamkan matanya. Ia terus saja membolak balikkan badannya ke kanan dan ke kiri, namun matanya tak juga terlelap. Ia masih memikirkan mengenai perjodohan ini.
Sebenarnya bagaimana perasaan Aldi selama ini kepadaku? Kita sudah lama dekat, dan aku juga merasakan perasaan yang berbeda setiap dekat dengannya. Namun Aldi tak pernah berterus terang perihal perasaannya. Apakah sebenarnya Aldi juga menyayangiku seperti aku menyayanginya? Apakah karena Aldi menghargai keputusanku untuk tidak berpacaran? Atau Aldi memang hanya menganggapku sekedar teman dekat?
"Arggghh… rasanya kepalaku ini jadi pusing setiap kali aku memikirkannya."
______________________________________________
Beberapa kali alarm terdengar dari kamar Aishah. Bu Sekar segera mendekati sumber suara alarm tersebut. Bu Sekar mengetuk pintu pelan-pelan sambil memanggil-manggil nama Aishah, namun tak juga mendapat jawaban.
Bu Sekar mencoba membuka pintu kamar Aishah secara perlahan. Pintu kamar Aishah memang tidak pernah terkunci. Dan benar saja, ternyata Aishah masih tertidur pulas dengan selimut yang menutupi mukanya.
"Aish… ayo bangun Nduk, sudah adzan subuh!"
Bu Sekar duduk di tepi ranjang, dekat dengan Aishah yang tidur berbalut selimut. Sambil mengguncang-guncang tubuh Aishah secara perlahan. Aishah mulai terbangun dan menurunkan selimut yang menutupi mukanya. Dengan memicing-micingkan matanya, Aishah melihat dengan samar-samar budhenya yang duduk di sebelahnya.
"Budhe, sudah jam berapa ini? Aishah kesiangan ya?"
"Ini sudah waktunya sholat subuh, ayo bangun dan ambil air wudhu, pakdhemu sudah menunggu untuk sholat subuh berjamaah."
"Baik Budhe"
Aishah segera menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
______________________________________________
"Aish kamu semalam tidak bisa tidur ya?" Tanya Bu Sekar ketika mereka tengah menikmati sarapan. Aishah hanya menatap budhenya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kamu masih memikirkan perihal perjodohanmu dengan Radit?" Tanya Pak Joko dengan nada menyelidik.
"Jangan menjadikannya beban Aish, Pakdhe dan Budhe tidak pernah memaksamu. Kamu sudah dewasa, kamu pasti tau mana yang terbaik untukmu. Lagi pula yang akan menjalaninya kan kamu, Pakdhe dan Budhe hanya bisa mendoakan." Pak Joko melanjutkan pembicaraannya.
"Aish akan pikirkan ini semua dengan baik-baik Pakdhe. Aish berangkat ke kantor dulu." Aishah meraih tangan Pak Joko dan Bu sekar untuk bersalaman lalu berangkat ke kantor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Sitaita
semangat thor bagus ceritannya
2020-06-08
1