Olin mulai berharap.
"Sayang, Reza disana?" tanya Bagas, melalui teleponnya.
"Iya, Mas. Lagi sama Olin. Kenapa?"
"Haish, anak itu. Bisa-bisanya istirahat makan siang malah kesana. Panggil, dan suruh segera ke kantor sekarang." pinta Bagas.
"Iya, Ifa panggilin." jawab Syifa, yang langsung pergi menemui Reza di taman.
"Mas, suruh balik ke kantor." panggil Syifa.
"Bentar lag.......i,"
Ucapan terhenti, tatkala Syifa meraih Hp dan akan kembali memanggil nomor Bagas di depan matanya.
"Mami, jahat." lirihnya, dengan lirikan tajam setajam pisau Bik Darmi.
"Ayang, aku kembali ke kantor dulu, ya?" pamit Reza pada sang kekasih.
Reza kemudian berlari sekuat tenaga, menghampiri motornya dan pergi. Sedangkan Olin, langsung membereskan piring bekas makan siang Reza dan membawanya ke dapur.
"Maaf, Bu." ucapnya, merasa tak enak hati.
Syifa tak terlalu melarang. Justru Ia memberi kesempatan untuk mereka dekat. Tapi, Bagas juga tengah melatih Reza agar semakin giat dan fokus dalam semua pekerjaannya.
"Olin, saya pamit istirahat sebentar, ya? Kamu juga kalau capek istirahat aja. Di kamar bawah, itu." tunjuk Syifa, pada bekas kamarnya dulu.
"Iya, Bu."
Entah kenapa, Olin masih belum bisa bersikap biasa saja pada Syifa. Ia masih teralu formal hingga saat ini. Meski Syifa berkali-kali menegurnya agar santai dalam bersikap.
***
Motor terparkir. Reza berlari lagi agar segera sampai di ruang kerjanya. Dan ternyata, Bagas telah menunggunya disana.
"Pacaran?" tanya Bagas.
Reza hanya menggangguk, lalu tertunduk.
"Puas?"
"Lumayan. Asal dapat bertemu dengan nya sesekali saja dalam sehari."
"Padahal, aku berencana mempertemukan kalian setiap hari dengan cara yang baik. Tapi, kenapa justru semakin seperti ini?"
"Maaf...." sesal Reza.
"Aku membawanya lebih dekat denganmu. Kau harus lebih giat bekerja demi dia. Bisa?"
"Iya, aku janji."
"Oke... Pegang kata-katamu. Aku akan menilainya." jawab Bagas, berlalu dengan menepuk bahu adiknya itu.
Bukan bermaksud jahat, atau sok tegas. Tapi, Bagas tak ingin adiknya terlarut dalam cinta yang mendalam, hingga menyepelekan pekerjaannya.
"Masa depan, ada di tanganmu sendiri. Bukan aku. Meski aku, yang terus mengawasi dan membimbingmu bekerja. Tapi, jika kau sendiri tak ada kemauan, maka percuma."
Sebuh Nasehat, yang masih di ingat Reza hingga sekarang. Ia pun kembali bekerja, dengan sejuta harapan agar cepat dapat menghalalkan Olin.
" Mas, jangan terlalu keras, kasihan." tegur Syifa pada Bagas.
" Lalu, bagaimana, sayang?" tanya Bagas, dengan begitu lembut.
"Hanya takut, jika dia akan down nantinya."
"Tidak, Reza tidak se lemah yang kamu fikirkan. Sudah lah, kamu istirahat saja. Pasti capek."
"Iya, Mas."
Syifa pun mematika Hpnya, lalu mulai memejamkan mata.
"Neng Olin ngapain?" tanya Minah, yang melihatnya menayapu lantai.
"Bantu-bantu dikit, Bik. Ngga ada kerjaan daritadi, bosen. Biasanya, jam segini lagi sibuk di kantor." jawab Olin dengan ramah.
"Neng istirahat aja. Biar Bibik yang kerjain. Nanti dimarahin Mas Reza loh."
"Engga lah, Masa marah kalau saya rajin. Marah itu, kalau saya males." senyum Olin mengembang. Begitu manis, pantas saja membuat Reza meleleh setiap melihatnya.
Usai beberes, Olin duduk di sebuah kursi di tengah tenda. Ia menatap semua dekorasi yang megah itu, dengan semua hiasan yang begitu cantik. Ia suka, dan sangat mengaguminya.
"Apakah, aku bisa menikah dengan pesta semegah ini?" fikir Olin.
Kadang, Ia takut berharap terlalu besar. Karena, Ia tak ingin di permainkan oleh sebuah rasa yang mungkin menyakitkan. Hidupnya sudah perih, Ia tak mau menambah beban hidup lagi semakin berat.
Updated 238 Episodes
Comments
Rara Azalea
tenang olin ud d jnjiin mamas bkl d bisyain pesta megah kok
2022-06-17
1
pandan wangi
tenang olin, abang reza kaya raya, gk bakal habis tuh duit cuman bikin pesta aja
2022-06-25
0
Maliana Idris
Jalan cerita semakin lama semakin menarik 👍
2022-06-15
0