Asing, tapi bahagia.
Di sebuah Rumah Sakit Jiwa. Reza memarkirkan motornya di halaman, di sambut oleh beberapa pasien yang sedang berkeliaran di luar. Reza sedikit takut, tapi Ia terus masuk dan bertanya pada beberapa perawat jaga disana.
"Pak Edward? Beliau ada di ruangan sana. Barusan ada yang jenguk."
"Siapa?" tanya Reza.
"Maaf, saya kurang faham. Mungkin, Pak Edward bisa menjawabnya nanti."
"Baik,terimakasih." Reza menganggukkan kepala, lalu kembali berjalan ke ruangan yang di tunjuk barusan.
Seseorang duduk dengan diam. Bersandar di balik jeruji besi, diantara semua yang lalu lalang dengan aktifitasnya masing-masing.
"Assalamualaikum, Pa?" panggil Reza yang ikut duduk di lantai tanpa alas.
Om Edward lalu mengarahkan pandangan pada sang putra. Berusaha memahami dan mengenalinya meski sulit. Demensia, nyaris merenggut selaga ingatannya. Sesekali ingat, hanya yang terpenting bagi hidupnya. Yang terdekat dari hari ini, Ia lupa. Tapi, yang begitu jauh justru Ia sangat ingat..
"Siapa ya?" tanya nya.
"Ini Reza, anak Papa. Papa lupa?"
"Saya belum punya anak. Baru saja menikah, tapi saya malah dikurung disini." jawabnya, dengan senyum yang tampak begitu manis.
Jarang, bahkan nyaris tak pernah senyum setulus itu keluar dari bibirnya. Hanya ambisi, yang selalu menghantui seumur hidup dan beban fikiran yang amat berat.
"Baiklah, anggap saya hanya menjenguk saja." ucap Reza.
Om Edward kembali mengangguk, ketika Reza kembali memperkenalkan dirinya sebagai orang lain. Mereka pun berbicara dengan begitu akrab, layaknya sahabat yang jarang sekali bertemu dan bersenda gurau.
" Aku, bahkan belum makan hari ini." ucap Om Edward.
"Perawat, tak memberimu makan?"
"Memberi, tapi hanya sedikit. Aku tak kenyang, dan sekarang begitu lapar. Bolehkan memberi roti untukku? Nanti aku akan berbagi dengan para temanku disini." pintanya.
Reza menyanggupinya, lalu pergi sejenak untuk memberi beberapa roti untuk sang Papa. Ia lalu memberikannya beberapa, dan sisanya Ia makan sendiri. Duduk bersila bersama sang Papa, dan bersenda gurau dengan senyum dan tawa yang begitu renyah.
"Aku memang merindukan, ketika aku bersamamu duduk bersenda gurau. Tapi, bukan dalam keadaan seperti ini. Masih haruskan, aku bersyukur karena dapat menikmati hari ini bersama?" batin Reza..
***
"Tuan, yang anda perintahkan, sudah saya laksanakan." ucap Ali.
"Ya, terimakasih."
"Tapi... Mungkin sebentar lagi mereka akan kemari karena....."
Belum juga selesai Ali berucap, seseorang datang dengan langkah kasarnya.
Braaaakkkk! Untung saja pintu kaca itu tak gampang pecah karena tebal dan berkualitas baik.
"Siapa kau?" tanya Bagas, dengan wajah datarnya.
"Siapa aku? Kau bahkan tak tahu, pemilik perusahaan yang baru saja kau rampas haknya?" ucap Seorang Pria bernama Tomi itu.
"Tomi Adi Wiraguna... Benar?" tanya Bagas.
"Ya, apa maksudmu melakukan itu pada perusahaanku? Apa urusanku denganmu?"
"Lalu, apa maksudmu melakukan itu pada wanitaku? Hanya itu urusanku padamu." jawab Bagas lantang, dengan senyum devilnya.
"Wanita?" fikir Tomi dengan mengingat wanita yang sempat bermasalah dengannya. Dan teringat Syifa, yang Ia rayu malam itu.
"Hanya karena wanita, kau berbuat seperti itu? Hanya karena wanita itu, kau menghancurkan orang lain? Konyol." cibirnya.
Seketika wajah Bagas berubah. Wajah yang di takuti oleh semua karyawannya, dan Ali sangat faham dengan mode itu.
"Nyonya... Adakah keajaiban untukmu tiba-tiba datang kemari?" harap Ali, yang mulai cemas dan bersiap, dengan apa yang akan Ia temukan kali ini.
Updated 238 Episodes
Comments
Kokom Komala
ya ampun kamu reja bisa seperti seorang teman buat bapa kamu semangat yah reja kamu udah liat senyum papah kamu
2022-05-31
0
M ridwan Iwon
reza dan bagas sweeeet bangaet
2022-06-22
0
M ridwan Iwon
lanjuttt kan bagass
2022-06-22
0