Tak ada jalan lain
"Hey... Pssssst..! Kenapa kau tak bangun-bangun? Apa, hanya karena satu pukulan saja, kau bisa mati?"
Om Aldo berusaha membangunkan Bagas. Bahkan, dengan menjambak rambut dan menepuk pipinya hingga merah. Bagas membuka mata, lalu memberikan senyum penuh amarah padanya.
"Kurang ajar! Kenapa kau malah tersenyum! Kenapa tak menderita, atau pun menangis!" tukasnya.
"Apa dengan menangis, kau akan melepasku? Pastinya tidak." jawab Bagas, dengan nada datar namun tatapan yang begitu tajam.
"Kau......!!!"
Om Aldo mengangkat tangan, hendak memukul Bagas. Tapi, Om Edward datang melerainya.
"Hentikan! Jangan pukuli dia. Nanti dia lemas. Sepertinya, butuh banyak waktu agar dia mau menandatangani ini." ucapnya, dengan membawa beberapa dokumen penting.
"Apa? Pengalihan lagi?" tanya Bagas.
"Tak usah bertanya, jika kau tahu jawabannya." sergah Om Edward.
"Berhentilah. Nikmati apa yang Om dapatkan. Setidaknya, semua masih menganggapmu keluarga Nugraha." lirih Bagas.
"Keluarga... Keluarga... Keluarga! Keluarga mana yang harus ku banggakan? Yang Mana!" pekiknya kuat.
"Kau tahu, derita Ibuku yang harus melahirkan aku sendirian, tanpa ditemani suami. Kau tahu, ketika Ibuku begitu sulit mencari nafkah, hanya untuk menyekolahkan aku? Tapi, ketika aku remaja... Mereka mengambilku dari tangannya, membiarkan aku pergi jauh dengan berbagai alasan. Aku... Aku bahkan tak dapat melihat wajah terakhir Ibu. Kau Faham!!!" bentak Om Edward, tepat di wajah Bagas.
"Mereka meracuni isi kepalamu?" tanya Bagas.
"Hey... Jangan fitnah! Kami justru menjadi pendukungnya. Kami yang selalu ada dibelakangnya, ketika Ia memperjuangkan Haknya sebagai seorang anak lelaki." sergah Tante Viona, dengan segenggam kuaci di tangannya.
Bagas pun tak menyangka. Tante Viona yang selama ini begitu baik padanya, rupanya hanya menjadi tocsik, benalu, yang hanya ingin menjatuhkan Ia perlahan.
" Kau... Yang meminta orang memotong rem mobilku?" lirik Bagas.
"Iya..." jawab Tante Viona. "Aku fikir, kau akan langsung lewat. Ternyata, masih saja merepotkan orang."
"Hhhhhh!!" senyum Bagas getir.
"Sudah kau, jangan banyak bicara. Nanti kau bisa mati kehausan, dan tak sempat menandatangani surat ini." tegur Om Aldo.
Ia memberikan segelas minuman pada Bagas, entah karena masih ada perasaan, atau hanya tak ingin kehilangan moment. Karena Ia tahu, bagaimana Bagas sebenarnya.
Mereka melepaskan tangan Bagas. Menunggu, hingga Bagas lelah dan mau membubuhkan tanda tangannya di kertas yang mereka berikan. Om Aldo pun dengan sabar membacakan isi surat tersebut, yang isinya mengenai hak waris pada keluarga istri pertama.
"Ya... Bagaimana pun, istri pertama itu lebih berhak. Kan, dia adalah orang, yang selalu setia dari titik Nol. Sementara selingkuhan, hanya datang ketika senang." cibir Om Aldo.
Bagas mendengkuskan nafasnya, sembari kembali tersenyum. Membuat mereka semua kesal dengan responnya.
***
Suasana di kantor, masih aman terkendali. Reza dan Papa Erland berusaha sekuat tenaga menenangkan mereka. Para polisi, bahkan detektif telah di kerahkan. Terlebih lagi, dirumah besar. Penjagaan di perketat disana.
"Reza... Izin ke rumah papa, boleh?" tanya Reza pada Omnya.
"Kenapa? Memastikan?" tanya Papa Erland, dan Reza hanya mengangguk.
"Om khawatir, jika Papa mu pergi, maka Bagas berarti dalam keadaan bahaya. Tapi, jika Papamu di rumah untuk mengalihkan perhatian. Kamu, yang akan jadi bulan-bulanan dia nantinya."
"Reza... Hanya ingin berusaha mencari info, dimana Bagas, Om. Reza akan turun tangan, nanti."
"Jangan nekat, Za. Itu bahaya. Kamu ngga tahu, seberapa kejam mereka. Pertama Syifa, lalu ke Bagas. Dan bahkan, mereka yang berniat mencelakai Bagas, bukan? Hanya saja, Bagas masih merahasiakannya."
"Maaf, Om. Jika Bagas melakukan itu, demi Reza dan Papa." sesal Reza.
Reza kemudian berlari keluar. Tatapan nya kosong, hanya fokus ke depan. Mengendarai mobil, menuju rumah sang Papa.
"Sudah kau lindungi saja, aku sangat berterimakasih. Tapi, ketika yang lain ikut campur, maka tak ada jalan lain. Tak hanya mempertaruhkan nama keluarga. Kejahatan, tetaplah kejahatan." batin Reza.
Updated 238 Episodes
Comments
Kar Genjreng
warisan di mana-mana jarang yang ga buat rebutan...
jangan harta mrlimpah yang hanya... tidak seberapa lah kira kira pun jadu masalah😰😰😰😰... kadang sudah ngalah yang lain masih mempermasalahkan... Ak ngrasa itu... semoga selamat Dunia aherat... damai sejahtera... Thor selamatkan Kel Ayah Aland..... 😭😭😭😭😭 Asyifa nasibnya belum bahagia ya😏😏😏👍👍👍
2022-06-12
0
Enny Sulasmi
karena harta org jadi lupa segalanya. tdk pandang sdr dan keluarga
2022-06-13
0
mama' roy
Reza itu kacang sambel 🤭 kacang sng ninggalke lanjaran
2022-06-12
0