Gempa Lokal
Rapat di bubarkan ketika telah mencapai titik sepakat. Semua kembali ke ruangan masing-masing, begitu juga Bagas. Ditemani Syifa dan Reza yang mendorongnya, Ia telah tiba di ruangannya.
"Hampiri dia, dan bicaralah." ujar Bagas.
"Untuk apa? Dia bahkan tak butuh siapapun saat ini, meski aku begitu mengkhawatirkannya." balas Reza.
Bagas hanya mengangguk, dan membiarkan Reza pergi kembali ke ruangannya.
"Sayang, kalau capek, duduk dan tidur di sofa aja."
"Mas serius, mau mulai kerja? Terus, tiap hari Ifa juga harus ikut ke kantor begini?" tanya Syifa.
"Keberatan?" tanya Bagas, sembari membuka salah satu dokumennya.
"Engga..." ucap Syifa, menundukkan wajah dan memainkan bibirnya.
Bagas kemudian meraih tangan Syifa, dan membawa kepangkuannya. Ia menatap wajah sang istri, lalu menyibakkan rambut yang menutupi pipi mulusnya.
"Ini di kantor, iiiiih." sergah Syifa, berusaha menyingkir. Tapi, dekapan Bagas begitu kuat saat ini.
"Ini kantorku. Aku bisa melakukan apapun sesuka ku." goda Bagas, dengan senyumnya yang mengembang genit.
Bagas meraih tengkuk leher Syifa, mendorong untuk mendekatinya. Semakin dekat, Bagas memiringkan kepalanya agar dapat menjangkau bibir Syifa. Tapi, Syifa membekap mulut Bagas dengan telapak tangannya.
"Nanti ada yang masuk mendadak. Malu, Mas. Mas memang pemilik perusahaan, tapi ngga bisa juga bersikap seenaknya. Memimpin bukan berarti dapat bertindak seenaknya, tapi sebaliknya. Harus menjadi contoh bagi semua pengikutnya." jawab Syifa panjang lebar.
"Iiiiih, Humairahku. Menggemaskan." cubitnya di hidung Syifa yang bangir.
Syifa beranjak, dan Bagas kembali memulai segala kesibukannya. Sedangkan Syifa duduk manis di sofa dengan memainkan Hp Bagas. Syifa tak pernah iseng, mencoba membuka isi dan semua pesan Bagas. Ia hanya fokus bermain dan mendownload beberapa aplikasi kesukaannya.
***
"Kamu sudah ngga perduli lagi sama Papa?" tanya Om Edward menghampiri sang putra di ruangannya.
"Bukankah tak perlu? Mana teman-teman Papa yang lain?" tanya Reza balik. Berbicara tanpa menatap mata sang Ayah yang tepat ada di depannya.
Brak... Wuuuuushhhhh!!
Om Edward menggebrak meja Reza, yang menyerak semua dokumen yang sedang Reza kerjakan kala itu.
" Pa!!!!" pekik Reza, yang mulai jengah.
" Durhaka! Durhaka! Durhaka! Itu kata-kata yang pantas buat kamu. Meninggalkan Papamu dalam kondisi terpuruk, dipermalukan di depan umum. Bahkan, kamu bersikap seolah tak mengenal Papamu." amuk Om Edward.
"Ketika Papa mengecap Reza durhaka sebagai seorang anak. Apakah Papa juga tahu, bahwa tak hanya anak yang durhaka, tapi juga orang tua terhadap anaknya?"
"Stupid! Jangan menggurui, kamu masih bau kencur."
Reza hanya bisa kembali diam. Ia tak ingin, jika keadaan semakin kacau. Apalagi di dalam lingkungan kantor seperti ini.
"Kalau masih mau ribut, biar Reza nanti mampir ke rumah Papa. Kita lanjutin di sana." pinta Reza, berdiri dan membereskan semua kertasnya.
Om Edward berjalan cepat. Dari helaan nafasnya, Ia masih begitu dendam pada semua isi kantor itu. Terutama, pada Bagas.
" Papa... Reza hanya tak ingin melawan, Pa. Papa, tetap Papa Reza yang harus Reza hormati." gumamnya, yang tengah menyusun lembar demi lembar kertas di tangannya.
"Bapak? Ya ampun. Kok bisa berantakan, Pak? Ini kenapa?" tanya Olin, tiba-tiba masuk dan membantu Bagas beberes.
"Ngga papa, Lin. Tadi, ada gempa sebentar."
"Hah, gempa? Mana? Saya ngga kerasa. Pasti kalau ada gempa, bakalan hebohlah satu kantor." jawab Olin, kebingungan.
"Gempa lokal, Olin. Getaran yang begitu kuat, ketika kamu ada di hadapanku seperti saat ini." batin Reza, yang tersenyum sendiri melihat. Wajah Olin yang kebingungan.
Updated 238 Episodes
Comments
Kar Genjreng
Mas Bagas kalau mau cium cium dan kegiatan lainya di rumah saja ya Mas Syifa mau..... Reza deket Olin sekarang... ha ha ha😂😂 jadi ga usah masuk gang lagi dong... wek wek wek🤗🤗🤗🤗🤗..
2022-06-11
0
Siti Aisyah
rezaaaa...msh sempet nge gombal walau ngomong nya di bathin...hahahhaha...
sabar yaa za...semua akan baik baik aja
2022-06-13
0
Kokom Komala
oh Edwan yang gila harta apa pantas di bilang bapa
2022-05-30
0