Maaf, Mas. Kelepasan...
Syifa menghampiri Ibu dan Ayahnya. Mereka mengobrol bertiga di dapur, sembari memotong dedaunan dan sayuran untuk bahan bakso yang sebentar lagi akan di bawa keliling.
"Kamu, bagaimana, Nak?"
"Bagaimana apanya, Bu?"
"Kamu ngga capek?"
"Kalau dibilang capek, yang pasti capek. Syifa ngga mau munafik dalam keadaan ini. Tapi, Syifa bersyukur karena ketelatenan ini, Mas Bagas mulai menunjukkan banyak perubahan. Lelah, terbayarkan dengan rasa bahagia ketika melihat semua itu terjadi." jawab Syifa panjang lebar.
" Kamu, mulai mencintainya? "tanya Bu Mariam lagi.
" Mungkin... " jawab Syifa, tertunduk malu.
"Mungkin yang orang bilang, cinta karena terbiasa. Apalagi, Mas Bagas tak pernah sekalipun kasar atau memarahi Ifa. Entahlah, Ifa juga bingung." imbuhnya.
"Fa... Kadang Ibu hanya memikirkan kontrak itu. Ibu takut, kamu terlanjur cinta mati, dan mereka masih bertahan dengan kontraknya. Ketika Bagas sembuh, kamu akan benar-benar pergi darinya. Kalian akan tersakiti satu sama lain."
Syifa hanya bisa diam mendengar hal itu. Kekhawatiran Ibu dan Ia rupanya sama. Sama-sama terkenang dengan perjanjian itu hingga saat ini.
" Ibu bukan menakut-nakuti. Lihatlah, kondisi kita saat ini. Mungkin Bagas berusaha betah dan menerima. Tapi, kenyataannya sulit menyesuaikan diri dengan keadaan kita, Fa."
"Engga, Bu. Ngga begitu, Ifa yakin. Ifa dan Mas Bagas saling cinta. Demi apapun, kami akan jaga itu. Ifa yakin dengan Mas Bagas, Kalau dia ngga akan melepaskan Ifa dengan begitu mudah. Demi apapun."
"Ibu dan Ayah, hanya bisa berdoa untuk kalian. Ibu ngga bisa berbuat apapun, karena itu masalah hati kalian. Tapi kamu, harus bersiap untuk kemungkinan terburuknya."
Syifa kembali tertunduk diam. Ia tak dapat lagi mengatakan apapun, selain meyakinkan hatinya sendiri. Untung saja, suasana mencair ketika Gibran pulang. Syifa menyambutnya dengan pelukan bahagia dan mecium adiknya bertubi-tubi.
" Kakaaaak aaaah... Geli, Kak." keluh Gibran, berusaha menyingkirkan Syifa dari tubuhnya.
"Huuust, diem. Nanti Kak Bagas bangun. Kasihan, baru bisa tidur gara-gara kepanasan." bisik Syifa.
Mereka pun melanjutkan bersenda gurau. Saling bertukar curahan hati satu sama lain, terutama Gibran yang sudah beranjak remaja.
"Kak, mau rambutan?" tawar Gibran.
"Oh iya, Kakak lupa. Yuk, manjat. Mumpung Kak Bagas tidur." ajak Syifa.
Mereka pun berlari bersama, menuju pohon rambutan dengan buah yang begitu ranum itu. Tak hanya Gibran, Syifa pun memanjat pohonnya dan menikmati rambutan itu diatasnya.
"Aah, nikmatnya. Sudah lama tak seperti ini." gumam Syifa.
***
"Loh, Nak Bagas bangun? Mau pindah ke kursi roda?" tawar Pak Abu. Bagas pun mengangguk, dan menjulurkan tangan pada mertuanya itu.
"Aduh, Ifa kemana lagi nih?" tanya Pak Abu, mencari putri sulungnya itu.
"Fa... Ifa....!" kamu dimana?"
" Ambil rambutan, Yah. Kenapa?" jawab Syifa.
Pak Abu tak menjawab lagi. Ia mendorong kursi roda Bagas, dan menghampiri Syifa di tempatnya berada.
" Nah, itu dia." tunjuk Pak Abu pada putrinya.
" Astaga.... Ifa!" batin Bagas, dengan mata melotot sebesar biji jengkol.
"Fa, Bagas bangun. Turun kamu, malu."
"Eh, Mas bangun." ucap Syifa malu-malu. Apalagi menatap mata Bagas yang seolah ingin menerkamnya itu. Ia pun perlahan turun dari pohon, sembari terus menatap suaminya.
"Iya... Ifa turun. Maaf, Ifa kelepasan." sesalnya. Lalu menghampiri Bagas yang duduk santai di kursi rodanya.
Pak Abu mulai berkeliling, dan Syifa pun duduk di kursi yang ada di sebelah Bagas. Ia diam tak bergeming, merapatkan kaki, dan menghimpit kedua tangannya disana. Kepalanya pun tertunduk, begitu takut membalas tatapan Bagas yang masih tajam mrliriknya.
"Puas?" tanya Bagas, dan Syifa hanya menggeleng memainkan bibirnya.
"Siapa nyuruh manjat?"
"Maunya sendiri." jawab Syifa.
"Kalau jatuh, bagaimana? Aku belum bisa nolong, atau pun gendong kamu untuk bawa ke Rumah sakit. Tolong, jaga diri kamu, sebelum aku bisa menjaga kamu seperti seharusnya."
Syifa mengagguk berkali-kali, sembari menyodorkan lengannya pada Bagas.
"Maaf... Ifa kelepasan."
Bagas pun meraih lengan Syifa, lalu memberikan cubitan manis nya seperti biasa.
"Biar pun khawatir, tapi aku senang, Fa. Melihatmu menjadi diri sendiri yang tampak begitu ceria."
Updated 241 Episodes
Comments
❤️Reinee❤️
Suka nih novel kaya gini adem ayem ga banyak konflik, ga banyak orang jahat terus cewe nya strong cowo nya bucin... mantap
2022-02-02
194
hooman01d
marathon baca novel ini, menarik banget..
tp tau2 udah hbs ajja...
semangat thor
2022-02-02
75
Wina Yuliani
waw mksh othor udh crazy up 😄
ifa lg d sidang sama guru bp tuh hehe sabar y gas,,, ifa emang gitu biasalah efek blm d panjat jd aja manjat yg lain hehe,,, ups keceplosan😅
2022-02-02
2