Aku kapan belajar jalan?
Cinta itu, bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Itu yang selalu diucapkan orang banyak.
Jatuh cinta pada pandangan pertama, itu umum. Tapi, jatuh cinta pada suara dan sentuhan pertama, mungkin itu baru di rasakan oleh Bagas.
Suara yang terdengar begitu lembut dan merdu, menjadi semangatnya bangun ketika kecelakaan terjadi. Ia yang merasakan rasa sakit tak terhingga kala itu, langsung merespon suara Syifa yang memanggilnya. Meski Ia tak dapat membuka matanya untuk menatap si pemilik suara. Dan kini, suara manis itu yang akan selalu mengisi hari-harinya.
"Mas, besok kita kontrol lagi. Terus karena aku kasih tahu dokter tentang perkembangan tangan kamu, jadi dia mau kasih beberapa terapi." ucap Syifa.
"Terapi apa? Aku kapan belajar jalan?" tanya Bagas.
"Ya, nanti. Kalau tangannya udah lumayan lancar gerak dan agak kuat, terus punggungnya udah bisa tegak sendiri." jawab Syifa, sembari mulai melucuti pakaian Bagas.
Ia lalu membawanya ke kamar mandi, dan membersihkan seluruh tubuhnya. Perutnya yang rata dan membentuk otot sempurna, tak kalah dengan kegiatan hariannya yang hanya bisa tidur dan duduk. Lengannya pun, masih tampak kekar dan kuat, meski belum pulih seperti sedia kala. Syifa sedang menggosoknya saat ini, dengan sabun yang wangi.
"Dah, selesai." ucap Syifa, yang memberinya bilasan terakhir. Ia pun menutup tubuh Bagas dengan handuk, lalu membawanya keluar kamar mandi.
Usai memakaikan kaos oblong berlengan pendek, Syifa merebahkan tubuh Bagas di tempat tidur dan menutup bagian bawah dengan selimut. Ia mempersiapkan alat untuk pemasangan kateter Bagas lagi.
"Siap?" tanya Syifa.
"Ya, mau gimana lagi?" jawab Bagas pasrah.
Syifa memulai aksinya, membersihkan bagian yang akan Ia kerjakan. Bagas pun mulai tegang, wajahnya tampak memerah. Apalagi ketika selang itu mulai di masukkan.
"Rileks, ya? Nanti gagal, malah sakit." himbau Syifa.
Pemasangan selesai. Bagas menghela nafas panjang dan begitu lega. Meski masih sedikit ngilu Ia rasakan. Syifa pun memakaikan celana panjang untuk Bagas, dan memberi kan bola itu lagi padanya. Lalu, Syifa meninggalkan nya untuk berbenah diri.
***
"Mumpung Om dan Tante kamu pergi, harusnya kamu bertindak. Kamu, kalau ngga di suruh ngga gerak." celoteh Om Edward pada Reza.
"Apa lagi? Perusahaan lagi?"
"Kamu masih ngga ngerti? Bodoh! Apalagi yang selama ini Papa perjuangkan jika bukan perusahaan? Dalam situasi seperti ini, harusnya kita jadi lebih kuat. Ini malah, kamu sok jadi malaikat bagi mereka. Ngga guna! Bagas sembuh, kamu akan dibuangnya lagi."
"Pa! Reza capek di rong-rong seperti ini terus. Reza cuma pengen bekerja sesuai porsi Reza, bekerja dengan aman, damai, dan di akui karena kemampuan Reza sendiri."
"Hanya orang-orang bodoh, yang ngga mau memanfaatkan keadaan."
"Berarti Reza adalah salah satunya. Bodoh, dan semua kata bodoh itu ada dalam diri Reza." jawabnya kesal.
Om Edward berdiri dari kursinya. Ia menghampiri Reza, dan beberapa kali memukulinya. Ia bergerak, seperti menghajar Reza kecil yang hanya bisa diam diperlakukan sama.
" Puas? "tanya Reza.
" Apa kamu bilang? "
" Iya, udah puas belum mukulin Reza begitu? Papa fikir, Reza anak kecil yang bisa diperlakukan seenaknya? Itu mau Papa?"
"Kurang Ajarrrr!" Om Edward mengarahkan sebuah bogem ke pipi Reza, tapi Ia berhasil menangkisnya.
"Reza bukan anak kecil yang bisa di setir sesuka hati Papa. Reza sudah dewasa, dan bisa memilih jalan yang Reza anggap benar."
"Yang kamu anggap benar itu, belum tentu membuat kamuh bahagia, Za. Ingat Itu!"
"Terserah!" balas Reza. Lalu, dengan perasaan yang begitu jengah, Ia pun pergi meninggalkan Papanya sendirian di rumahnya yang besar itu. Rumah penuh kenangan bahagia bagi mereka bertiga.
Updated 240 Episodes
Comments
☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈နզ⃠
Semangat Reza.... buah manis yang akan kamu dapatkan kelak 👍👍👍
2022-01-26
61
Lina Aurif
za.... hati" ya... gunakan kepercayaan kluarga dngn baik
2022-01-29
59
Tuning Suprihatin
Reza tetaplah dijalan mu suatu saat akan memetik buah yang manis
2022-02-10
8