Berusaha keras memelukmu
"Mama kenapa kesel?" tanya Papa Erland.
"Menantumu itu, lancang. Bawa Ibu Ayahnya kerumah, nginep tanpa seizin Mama."
"Ya biarin lah, Ma. Sesekali mereka dateng. Kan kangen juga sama anak."
"Emang harus, dateng pas Mama ngga ada? Harus di beri pelajaran dia."
Mama Ayu meraih Hpnya. Ia pun menelpon Syifa. Beberapa kali tak diangkat, hingga perasaannya bertambah marah. Seperti bola api yang nyaris meledak. Hingga akhirnya, Syifa menghubungi balik.
" Hallo, Ma. Assalamualaikum."
" Waalaikumsalam, Fa. Kamu dimana?"
"Di rumah, sama Mas Bagas. Kenapa?"
"Berdua aja?" tanya Mama Ayu.
"Engga, ada Bik Darmi dan Bik Minah, Ma." jawab Syifa.
"Ayah Ibumu, sudah pulang?"
"Su-sudah. Tadi siang pulang." jawab syifa. Yang kaget, Mama Ayu mengetahui semuanya.
"Mama kenapa?" bisik Bagas.
"Mama marah, aku bawa Ibu dan ayah kesini." jawab Syifa sedih.
Bagas pun memintanya untuk melaundspeaker Hp itu, agar Ia dapat juga mendengar omelan sang Mama.
"Maaf, Ma. Kalau Syifa ajak Ibu dan Ayah kesini, tanpa izin. Mereka hanya rindu." ucap Syifa.
"Ya, Mama tahu mereka rindu. Mama tahu juga jika kamu memang tak pernah pulang. Tapi, haruskah menemui anaknya seperti itu? Datang diam-diam ketika mertuanya ngga ada?"
Syifa pun mengeluarkan air matanya, tapi Ia menahan isak tangisnya karena takut semakin memancing amarah sang mertua.
"Kamu nangis?" tanya Mama Ayu.
"Engga, Ma."
"Fa... Mama ngga pernah ngelarang mereka datang. Apalagi nginep disana meski beberapa malam sekalipun. Tapi, kalau datangnya ketika Mama pergi... Mama ngga enak sama mereka. Kamu kenapa, kayak takut banget mempertemukan kami? Takut Mama marahin Papa kamu lagi?"
" Engga, Ma. Cuma takut, mereka mengganggu Mama aja."
"Fa... Itu rumah Mama, rumah Bagas juga suami kamu. Ngga sopan, kamu ajak tamu nginep ketika Mama pergi. Meski orang tuamu. Harusnya, kamu ajak waktu Mama di rumah, dan kita bisa kumpul sama-sama. Ngerti kamu?"
Tangis Syifa berganti senyum, meski air matanya masih mengalir. Tapi, air mata itu berganti judul dengan air mata bahagia saat ini. Mama Ayu memang terkadang menakutkan, tapi Ia tahu mana yang baik dan mana yang tidak.
" Maaf, Ma. Syifa ngga akan ulangi lagi."
"Yasudah, salam aja buat mereka semua, sama Bagas sekalian. Sun sayang dari Mama."
Mama Ayu pun segera menutup teleponnya, begitu juga dengan Syifa.
"Ma, Ma. Kirain Papa mau ngapain? Udah gemeter kaki Papa."
"Mau apa? Mau kasih tahu aja sama dia, biar ngga sembunyi-sembunyi gitu. Emangnya, ketemu Mama mau diapain? Nenek sihir apa?"
Papa Erland hanya tertawa renyah melihat kelakuan istri tercinta. Sifatnya, dan semua memang telah Ia hafal dari Tiga Puluh tahun bersama. Tapi ketika dengan Syifa, terasa begitu aneh.
" Ini nih, kalau ngga punya anak cewek. Mungkin pengen deket, tapi gengsi." sindirnya.
***
Tangan Syifa masih gemetar, wajahnya masih pucat dengan linangan air mata. Akralnya dingin, seperti baru saja naik dari kolam es, untung saja tak langsung membeku.
"Fa, kamu ngga papa?"
"Mas... Mama emang begitu?"
"Ya iya, masa ngga faham juga."
"Ya, lama kelamaan faham. Tapi, kalau belum dapet inti bicaranya, kayak lagi berhadapan sama pembimbing super killer. Serem."
"Ish, dasar. Mertua sendiri di omongin." ledek Bagas.
"Dah lah, aku mau tidur. Tolongin nih, capek duduk terus." ucap Bagas.
Syifa pun beranjak, lalu mulai menarik kaki Suaminya ke sudut bawah tempat tidur. Ketika mendapat posisi nyaman, Syifa segera menyelimuti tubuhnya dan mematikan lampu.
"Fa...?"
"Hmmm? Apalagi? Kekamar mandi sudah, minum obat sudah."
"Sini lah. Jangan biarkan bantal guling menjadi penghalang kita." rayu Bagas.
"Udah banyak omongnya ya, sekarang. Mulai bawel." gumam Syifa.
"Ngga mau?"
"Engga..." jawab nya.
Bagas mencoba mendekati. Ia menggeliatkan tubuhnya berkali-kalia untuk menghampiri Syifa. Meski sulit, dan terhalang selimut yang tebal, akhirnya Ia pun sampai ke tempat yang akan di tuju.
"Aku bisa mendekapmu." ucap Bagas dengan begitu bahagia.
"Apa? Eh, kok bisa sampai kesini?"
"Semua perlu usaha, meski aku harus bergerak seperti ulat bulu yang mencari mangsa."jawab Bagas.
"Hah, mangsa?"
Bagas pun berjuang kembali, untuk dapat memeluk tubuh Syifa. Meski untuk bergerak miring, begitu berat rasanya.
"Aish, sudahlah. Setidaknya dia semangat melakukan itu." guman Syifa.
Updated 238 Episodes
Comments
Ayra_97
bener bngt kmu fa klu brhadapan ama mertua kek gtu berasa lge brhadapan ama pembimbing killer. itung2 latihan sport jantung ya fa😂 Aq jrng komen krna bngung mau komen apa intinya suka bhkan ampe nangis aq Thor bacanya 😭 terhuraa eh terharu deng 😂
2022-06-03
3
afreina kaif
wiidiih serem banget mertua klu ibarat dosen killer. sy menangis ngebayanginnya krn pernah berhadapan ama tuh dosen berasa dikekik leher sy.
2022-06-22
0
Agnez Briggita
makin lama baca makin enak dilanjutkan nih.
2022-06-09
1