Sebutir nasi di pipimu, yang tak dapat ku singkirkan.
"Mas... Lagi Mas..." himbau Syifa, yang senang dengan respon itu.
Bagas kembali berusaha menggenggam tangan Syifa, meski masih sedikit sulit. Sekali, bahkan Dua kali gagal Ia masih tetap mencoba, hingga akhirnya berhasil. Telapak tangan kanan itu perlahan dapat menggenggam, dan Syifa begitu bahagia melihat perkembangan baik lagi dalam tubuh Bagas itu.
"Aaaaaa... Bisa genggam." pekik Syifa dengan segala Euphorianya.
Tak kalah bahagia dengan sang Istri, Bagas pun begitu bahagia dengan apa yang Ia rasakan. Dapat menggenggam tangan mungil Syifa, dan merasakan halusnya tangan kuat penuh ketulusan itu.
"Tapi inget, jangan bilang Mama dulu." ucap Bagas.
"Loh, kenapa sih? Ini kabar bahagia loh, Mas. Mama pasti seneng."
"Fa...?"
"Iya deh, Iya..." ucap Syifa pasrah.
Syifa merebahkan telapak tangan Bagas. Jarinya bermain di sana seperti sedang memainkan sebuah piano. Geli, tapi itu sebuah rasa yang membahagiakan bagi Bagas. Ketika setiap sentuhan yang diberikan Syifa, mulai terasa di telapak tangannya.
Bagas sudah tampak kelelahan. Sepertinya, pinggang sudah mulai sakit karena terlalu lama duduk. Syifa pun mengajaknya ke kamar untuk membaringkan tubuhnya.
"Fa, lapar..."
"Oh iya. Sebentar, Ifa ambilin makan." ucap syifa, setelah berhasil memindah tubuh Bagas ke ranjangnya.
Kaki Bagas telah di luruskan, posisinya pun semakin nyaman setengah duduk. Ia masih melatih tangannya mandiri, setelah Syifa keluar dari kamar itu.
"Hari ini telapak tangan, besok lengan. Setelah itu, pasti tak lama lagi kaki ini akan bisa bergerak. Harus ada kamauan tinggi, dari diri sendiri." ucap Bagas dengan penuh antusias.
*
"Non, makanan buat siapa?" tanya Minah..
"Buat mas Bagas, laper katanya."
"Non sekalian ambil makan. Kan ini udah waktunya makan siang. Saya ambilin, ya? Nanti saya anter ke kamar Tuan." tawarnya.
"Ehm, oke deh... Aku tunggu, ya? Nanti abis suapin Mas, aku makan."
Minah mengangguk, lalu mulai meracik nasi serta lauknya untuk Syifa. Mereka semua baik, karena senang melihat kesungguhan dan ketulusan Syifa. Mereka akan menjaga kesehatan Nona muda itu, karena Ia juga telah menjaga Tuan mereka dengan segenap tenaga.
"Mas... Abis ini, kita coba lepas kateternya, ya?"
"Fa, kalau dilepas, nanti aku ngompol. Aku, belum bisa kontrol kandung kemih." jawab Bagas malu-malu.
"Ngga papa, nanti Ifa pakein pampers. Sebentar kok, Mas. Kateternya diganti besok, karena kalau kelamaan juga ngga baik. Ifa udah konsul kok." jawab Syifa.
Bagas mengangguk, sembari Ia menyuapi suapan yang diberikan Syifa. Makanan yang biasa, tapi terasa nikmat ketika gadis itu yang menyuapinya. Hingga makanan habis tak tersisa, dan Minah datang membawa makanan untuk Syifa.
" Makasih Ya, Bik."
Minah pun tersenyum, lalu bergerak keluar dari kamar itu.
Syifa menikmati makan siangnya. Begitu nikmat karena perutnya juga lapat. Ada sebutir nasi yang menempel di pipi. Bagas berusaha bergerak, Ia ingin menyingkirkan butiran nasi itu disana, Tapi tak bisa.
Berulang kali Bagas mencoba mengangkat tangannya, tapi selalu gagal. Ia terus berusaha hingga wajahnya memerah, dan bahkan nafasnya sesak. Hingga akhirnya air matanya keluar karena kegagalan itu.
"Mas, kenapa nangis?" tanya Syifa yang kaget.
"Maaf... Maafkan aku, yang bahkan menyingkirkan sebutir nasi di pipimu saja tak bisa, Fa."
"Ya Allah, Mas. Tinggal bilang aja sama Ifa tadi." ucap Syifa, yang terharu dengan usaha suaminya itu.
"Ngga papa... Yang penting sudah berusaha. Besok di coba lagi, ya? Ternyata sebutir nasi bisa menjadikan pemacu semagat buat kamu." goda Syifa, dengan mencolek hidung Bagas yang mancung sempurna itu.
Tangis Bagas berubah menjadi senyum. Apalagi ketika melihat Syifa yang begitu ceria. Meski sebenarnya banyak beban, tapi Ia berusaha selalu tersenyum. Bagas tahu itu.
***
" Assalamualaikum, Fa..."
"Waalaikumsalam, Yah. Ayah lagi apa?"
"Lagi mangkal di deket jembatan. Ayah kangen Ifa. Kapan sesekali ketemu, Nak?" ucap Pak Abu, yang diam-diam menelpon putrinya..
"Maaf, Yah. Ifa belum bisa pergi dari sini. Mas Bagas ngga bisa ditinggal sama sekali. Apalagi di bawa keluar. Belum boleh." balas Syifa, yang menyudut menjawab telepon sang Ayah.
Kala itu, Bagas tengah tidur dan tampak pulas. Hingga Bagas tak akan mendengar tangis Syifa disana.
Updated 238 Episodes
Comments
ann
sampai disini aku boleh berasumsi... author seorang perawat kah ? begitu detail pengetahuan tentang keperawatan di bidang kesehatan 👍👍👍👍🥰🥰🥰 I love you Thor 😍 💗 apapun itu heheheheee
2022-02-07
169
Cucu Saodah
ya sabar ya pak abu.... do'ain terus anak mu agar segera bertemu dengan bahagianya...
2022-06-12
0
sry rahayu
semoga bs segera bertemu keluarga ya syifa
2022-06-07
0