Haruskah, berbicara seperti itu?
"Om, Tante... Maafin Papa." ucap Reza, yang menyesali perbuatan sang Papa.
"Itu ranah pribadi. Mau bagaimanapun keluarga mereka, kita tak berhak ikut campur." sambung Papa Erland.
"Ya, kalau begitu, kalian akan sulit memiliki cucu. Padahal, kan Bagas yang di gadang-gadang menjadi pewaris utama." Om Edward kembali dengan senyum sinisnya.
Mama Ayu menahan Reza untuk melawan, sedangkan Papa Erland menarik nafas panjang untuk terus bersabar. Ringan diucapkan, namun begitu menyakitkan. Bahkan Mama Ayu sudah terlanjur menganggap Om Edward adalah orang sakit yang tak perlu di dengarkan.
Suasana kembali hening, semua orang menyelesaikan sarapannya dengan terpaksa. Rasa yang harusnya nikmat berubah menjadi hambar hanya karena celotehan satu orang saja. Meski sudah sering begitu, tapi kali inu terasa lebih menyakitkan karena membahas derita yang dialami Bagas.
"Haruskah seperti itu?"
"Apanya?" tanya Syifa, yang sedanh menyiapkan obat pagi
"Dia... Haruskah bicara yang menyakitkan di saat seperti ini?"
"Bukankah, Mas bilang agar tak mendengarkan kata-katanya?"
"Aku berusaha baik-baik saja dan tak ambil pusing. Tapi ketika membahas keturunan, kenapa sakit sekali? Aku bahkan tak pernah berfikir sampai kesana, Fa."
"Sabar, Mas... Jangan terlalu difikirkan. Perjalanan masih panjang, dan tak bisa dipaksa harus sekarang. Kalau memang kondisinya begini, harus bagaimana?"
Bagas sekali lagi hanya pasrah.
Syifa disini hanya bisa diam. Ia sadar, Ia adalah pendatang baru yang sama sekali tak mengetahui permasalahan keluarga mereka. Ia hanya ingin fokus pada Bagas, meski suatu saat pasti akan terseret pada permasalahan.
"Udah, fokus aja buat sembuh. Ifa ngga bisa kasih saran, atau nasehat apapun. Ifa ngga ngerti apa-apa. Minum obatnya dulu, nanti Ifa pijitin lagi tangan sama kakinya."
Syifa duduk di sebelah Bagas, di sebuah kursi yang arahnya tepat memandang keluar rumah. Disana ada taman yang biasanya selalu terawat, tapi sekarang tidak karena Mama Ayu yang sibuk di kantornya.
Usai menelan beberapa obat, Syifa pun kembali menggenggam tangan Bagas. Ia memijat dengan lembut sela-sela jari itu, dengan harapan Bagas merespon dengan menggenggam tangannya.
"Mas..."
"Ya?"
"Mama masih menyalahkan Ayah dengan kecelakaan itu?"
"Mungkin... Mama bukanlah orang yang bertindak tanpa alasan jelas. Sayangnya, semua bukti mengarah ke Ayahmu." jawab Bagas
Gerakan Syifa terhenti, Ia menatap kosong ke depan, dan matanya mulai nanar.
"Maaf, Fa. Karena belum bisa membela Ayahmu di depan mereka. Aku bahkan kehilangan sebagian memori tentang peristiwa itu. Yang pertama ku dengar saat itu adalah suaramu. Bahkan, ketika koma pun suaramu yang aku hafal."
Syifa menoleh. Rupanya itulah, alasan Bagas memberi izin untuk menyentuh tubuhnya selama koma. Dan tak ada yang lain yang boleh menggantikannya.
***
"Pa... Tolong jaga bicara Papa di depan Bagas." pinta Reza, yang sedang menyetir mobilnya.
"Ngga suka? Kenapa?"
"Itu musibah, Pa. Dia sakit loh, dia juga ngga mau memiliki kondisi separah itu. Papa tega ngomong begitu, sama keponakan sendiri?"
Om Edward bukan menyesali, tapi Ia justru tertawa terbahak-bahak mendengar itu semua. Kata kasihan, bagai sebuah lelucon terlucu yang Ia dengar pagi ini. Kata-kata yang tak pernah bisa dilakukan bagi keluarga Nugraha selama ini.
" Apa mereka kasihan, ketika memenjarakan Papa? Padahal Papa adalah anak laki-laki mereka, dan adik Satu-satunya Tantemu. Dan apa ada kata kasihan, ketika kamu menderita akibat Luna yang di rebut oleh Bagas dari tanganmu?"
"Pa... Itu masalah lain. Apa yang Papa lakukan itu kriminal, dan wajar kalau Papa dapat hukuman. Dan Luna..... Kami akhirnya tak ada yang memilikinya." balas Reza.
Om Edward kembali kesal ketika lagi-lagi harus di sanggah. Ia masih kesumat, dengan perlakuan keluarga yang menurutnya pilih kasih itu. Ia bahkan harus kehilangan istri, yang tak mampu Ia urus ketika sakit karena sedang menjalani hukumannya di penjara.
"Setidaknya, ingat Mamamu, Za. Mama menderita karena mereka. Karena egoisnya keluarga sok benar itu. Andai mereka dapat meringankan seidikit saja hukuman, pasti Mama mu masih hidup hingga saat ini."
Updated 238 Episodes
Comments
DianVa
karena alasan itu om Edward dendam ma mereka
g sedikit orang lgsg sadar akan kesalahan
orang jahat pasti ada alasan
mereka menyakiti pasangan lawan
2022-06-14
1
Cucu Saodah
ih dasar om durhakim... Edwar cocok dengan namamu... edan waras wkwkwkwkw
2022-06-12
1
Riisma Dwi
lama" bosen jga si Bagas g sembuh"
2022-06-04
0