CDT 2

...***...

Pagi ini keluarga Wijaya berkumpul bersama di ruang makan. Kebetulan hari ini adalah akhir pekan. Kegiatan yang biasa mereka lakukan di akhir pekan adalah menghabiskan waktu bersama.

Arjuna yang sekarang memang tinggal seorang diri di apartemen dekat dengan kantornya selalu menyempatkan diri untuk pulang dan berkumpul bersama keluarganya setiap akhir pekan. Jika tidak, maka ibu negara akan mengomelinya sepanjang minggu serta drama lain yang tak kalah membuatnya pusing.

Mamanya selalu berkata hal yang sama, “Waktu keluarga itu hal yang utama, sesibuk-sibuknya di luar. Jangan sampai melewatkan waktu bersama keluarga, karena belum tentu hal itu bisa selalu dilakukan setiap hari.” begitu katanya.

Dan ya, setiap weekend mereka selalu berkumpul menghabiskan waktu bersama. Seperti sekarang ini.

“Kantor gimana, Jun? Papa dengar kamu berhasil menggaet investor dari Jepang ya.” Tanya Darwin Wijaya—orang tua Arjuna.

“Aman kok, Pa. Iya, dibantu sama sekretaris Juna dan Aldo juga. Puji Tuhan, akhirnya berhasil.”

“Syukurlah kalau gitu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan tanya atau minta bantuan Papa”

“Beres, Pa.” Arjuna mengacungkan ibu jarinya.

“Papa sama Abang, lagi makan juga malah ngebahas kerjaan. Makan dulu deh, jangan ngebahas kerjaan terus.” Protes Bu Dewi.

“Marahin, Ma. Biar kapok.” Nayla memanasi Mamanya.

“Dasar anak kecil, awas kalau minta uang jajan. Enggak bakalan Abang kasih.” Ancam Arjuna.

“Tinggal minta ke Papa wlekk ....”

“Kamu kuliahnya gimana dek, lancar?”

“Lancar dong, Pa. Kemarin juga baru kelar UTS, rasanya senang tiada tara karena berhasil melewati kesengsaraan pas ujian. Dan sebentar lagi aku liburan he he he ....”

“Lebay. Ehh ... liburan? Jangan minta uang jajan ke Abang.”

“Dasar Abang pelit. Orang pelit celananya sempit.” Bibir Nayla mengerucut.

“Nanti Papa aja yang kasih dek, nanti Papa transfer ke rekening kamu ya.”

“Yey! Asyik, pak Darwin Wijaya memang yang terbaik.” Mencium pipi Papanya.

Arjuna dan Bu Dewi—istri pak Darwin– hanya geleng geleng kepala melihat tingkah si bungsu yang kegirangan.

...***...

Setelah sarapan bersama, mereka kini berkumpul di ruang keluarga. Sambil memakan camilan buah dan puding buatan Bu Dewi.

“Kamu enggak berencana mau nikah gitu, Jun?” Tanya Dewi—Mamanya Arjuna.

“Mau,”

“Ya nikah dong, bawa calon mantu Mama ke sini. Jangan cuma bilang mau.”

“Memang ada yang mau sama Abang?” Celetuk Nayla.

“Mama aja yang cariin,” Arjuna tak menggubris celetuk adiknya.

Kedua orang tuanya saling bertatapan mendengar permintaan Arjuna.

“Serius loh, Jun.” tanya Bu Dewi memastikan.

“Iya Ma, Juna serius. Mama aja yang cariin calon istri buat Juna.”

“Wah, Pa. Ini anak kenapa coba? Dulu-dulu aja, waktu mau Mama kenalin sama anak teman arisan Mama, dia ngotot enggak mau. Sekarang malah minta dicariin calon istri.”

Dulu karena Juna udah punya pacar, Ma. Ujar Arjuna dalam hati.

“Nyadar kali Ma, udah tua terus enggak ada yang mau sama Abang. Jadinya gitu deh, sekarang.”

Pletak.

“Enak aja, gini-gini Abang banyak yang naksir tau”

“Aduh, sakit Bang.” Nayla mengusap kepalanya yang terkena jitakan Arjuna.

“Kamu beneran serius, Jun?” Pak Darwin membernarkan kacamatanya.

“Iya, Pa. Aku serius.”

“Kamu mau yang tipe istri seperti apa, Jun?”

“Kalau bisa jangan tipe perempuan yang ribet. Wajahnya cantik, pinter, putih, langsi_”

“Bang, lo mau nikah apa mau cari model buat iklan produk kecantikan?” Sela Nayla.

Pak Darwin dan Bu Dewi terkekeh mendengar ucapan anak bungsunya.

“Ya pokoknya cariin deh, Mama pasti tau yang terbaik buat aku.”

“Oke, deh. Minggu depan kamu siap ya Jun, kalau misalnya langsung lamaran?”

“Kalau udah ada calonnya, Juna siap lah, Ma.”

Kedua orang tuanya tersenyum bahagia mendengar jawaban anak mereka. Sejujurnya Arjuna pun merasa bersalah, karena diusianya yang menginjak dua puluh delapan tahun belum ada pendamping hidup. Dia juga tidak mau membuat keluarganya khawatir.

“Duh, Pa. Mama jadi enggak sabar deh, mau nimang cucu.”

“Apaan sih, Ma. Nikah juga belum, udah nimang cucu aja.”

“Ya enggak apa-apa dong, Jun. Itu namanya doa yang baik. Pokoknya minggu besok kita siapin lamaran buat ketemu calon besan dan mantu. Mama udah enggak sabar.” Ujar Bu Dewi, binar kebahagiaan melingkupi dirinya.

Arjuna merasa senang melihatnya, meskipun nantinya bisa atau tidak mewujudkan keinginan Mamanya yang satu itu. Pasalnya bayang-bayang Reni masih bercokol di hati dan pikirannya hingga saat ini.

“Ya udah kalau kamu memang udah yakin, Mamamu juga seneng banget. Nanti rencananya mau seserahan apa nih?”

“Aku serahin ke Mama ajalah, sekalian sama urusan dekorasi pernikahan dan lainnya, yang penting terima beres. Tinggal nikah doang gitu akunya.”

“Ya ampun, Abang gue ke sambet setan di mana ya?”

Darwin tertawa mendengar jawaban Arjuna, “Sepertinya memang sudah ngebet mau nikah dia, Ma.”

Bu Dewi mengangukkan kepala mengiyakan ucapan suaminya.

“Cie, Abang mau kawin. Abang mau kawin,” Nayla joget-joget kegirangan.

Pak Darwin, Bu Dewi dan Arjuna tertawa melihat tingkah laku Nayla yang kelewat absurd.

...***...

“Jun, gue denger dari nyokap. Lo minta cariin calon istri ke Tante Dewi?”

“Hmh,” Arjuna menjawab dengan gumaman. Tanpa mengalihkan tatapan matanya dari layar komputer yang ada di depannya.

“Lo serius? Sekarang udah berhasil move on dari mantan lo kemarin?”

Arjuna diam tak menjawab pertanyaan Aldo.

Melihat Arjuna hanya diam Aldo heran, “Wah, parah. Jangan bilang lo nikah cuma karena mau balas dendam dan mau manas manasin mantan lo itu! Gila lo, Jun.”

“Berisik Al, laporan yang gue minta udah lo kerjain emang?” Arjuna mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Cih, sok ngalahin topik. Udah gue kirim ke email lo dari tadi.” Aldo bangkit dari duduknya.

“Terus ngapain lo di sini, enggak mungkin cuma karena perihal gue yang minta tolong nyariin calon istri, kan? Ngaku lo,” mata Arjuna kini beralih dari layar komputer dan memincing curiga kepada sahabatnya.

“He he he, tau aja lo. Aldo menggaruk tengkuknya. Gue mau ngajakin Gladys makan siang." Jawabnya malu-malu.

“Sejak kapan kalian dekat dan makan siang bareng?”

“Makanya jangan ngendep di apartemen aja bos, jadi enggak tahu kalau sahabatnya lagi pedekate sama sekretarisnya. Tapi terima kasih loh, berkat lo yang patah hati dan enggak masuk tiga hari. Gue jadi bisa deket sama Gladys.”

Arjuna berdecak.

“Awas aja sampai kerjaan enggak beres karena sibuk pacaran, gue potong gaji kalian.”

“Enak aja, kami enggak gitu ya. Memang lo, patah hati ngerem di apartemen, untung itu telor enggak netes karena kelamaan dierem.”

“Sialan!” Arjuna melemparkan binder ke arah Aldo.

Aldo berhasil menghindar dan terkekeh.

“Gue cabut ah, neng Gladys udah nunggu mau makan siang bareng. Aa Aldo mau pacaran dulu. Dah, Juna jomlo.”

“Taik.” Makinya.

Setelah kepergian Aldo, Arjuna merenggangkan ototnya. Dan menatap layar komputer di depannya. Dia tercenung melamunkan keputusannya. Saat ini hatinya mungkin masih belum bisa melupakan wanita itu, tapi dia juga tidak mau membuat keluarganya khawatir. Jadi dia berharap ini adalah keputusan terbaik yang bisa dia lakukan.

“Semoga.” Gumamnya.

...****...

Terpopuler

Comments

bunda s'as

bunda s'as

Kalo caranya gitu berarti kamu mempermainkan perasaan seorang wanita awas lho Jun inget adikmu juga seorang wanita ...

2023-03-28

1

Siti Nahwa

Siti Nahwa

pertama baca ceritax bagus, lanjut thor

2022-05-09

0

Rika Jhon

Rika Jhon

ahaha..ngakakk🤣

2022-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!