Jona sedang melamun ketika Pak Juki menerangkan pelajaran Matematika di muka kelas. Memikirkan bagaimana caranya agar Livi mau menerima hubungan cinta antara dirinya dan Jordy. Atau apakah Jona harus memilih antara persahabatan dan cinta? Pilihan yang tidak akan pernah bisa dia putuskan.
Sesungguhnya ini adalah tahun yang sudah bisa dibilang tua, 2018. Saat di mana seharusnya orang-orang sudah berpikiran terbuka. Tiada diskriminasi apapun di muka bumi. Termasuk dalam urusan asmara.
Sepasang manusia yang saling mencinta tidak boleh disalahkan, karena baik Jona maupun Jordy keduanya sedang tak terikat oleh hubungan resmi dengan orang lain. Sama-sama bebas, merdeka. Lagi pun, tiada undang-undang pelarangan cinta. Apakah salah mencintai seseorang yang lebih tua? Ataukah menjadi salah jika orang itu adalah ayah dari sahabatmu sendiri? Jona terus bertanya dalam hatinya.
Tentang rentang usia yang berselisih, bukan menjadi soal besar. Berapapun usianya, Jordy dan Jona adalah sepasang manusia dewasa. Yang tentunya tidak ada paksaan apapun antar keduanya. Mereka memang saling suka.
Walau masih SMA, Jona sudah berusia 18 tahun. Itu artinya dia sudah bisa dibilang sebagai seorang manusia dewasa. Bukan lagi anak-anak. Itu adalah hak untuk dia mengakses dan menjalani hubungan cinta.
Ya, andai hidup seideal serta seadil itu, terutama untuk Jona, pasti cewek setinggi 167 cm berkulit cerah itu, akan bahagia tanpa harus memikirkan apakah dia akan memilih antara Livi sebagai sahabatnya atau Jordy sebagai belahan jiwa. Keduanya bisa dimiliki dengan porsi dan posisi masing-masing.
"Jona... Jona...." bisik teman sebangku Jona sambil mencubit lengannya. Sudah beberapa hari, Jona tak lagi duduk sebangku dengan Livi yang mendadak alergi, dengan kehadirannya. Bahkan, Jona sudah lebih dari dua pekan tidak datang ke rumah Livi.
"Apa?"
Wajah Jona menyiratkan keberatan sekaligus ketidakmengertian. Dia jengkel, karena lamunannya diinterupsi. Belum sepenuhnya sadar dari lamunan tentang Livi dan tentu saja ayahnya, yang sangat, uh, itu.
"Pak Juki memanggilmu!"
Tergeragap Jona berdiri sambil membenarkan posisi rok abu-abu dan juga anak rambutnya. Seluruh kelas tertawa geli kecuali dua orang, Pak Juki dan Livi karena keduanya geram atas kelakuan Jona. Livi bahkan bisa menebak bahwa orang yang pernah dianggapnya sahabat itu, tengah melamun tentang ayahnya. Tentang Jordy yang mungkin juga telah dicuri hatinya oleh Jona.
Mengesalkan sekali kedua orang itu bagi Livi sekarang!
"Saya, Pak."
"Maju!"
Melihat apa yang tertera di whiteboard, jelas itu adalah soal yang harus diselesaikan olehnya. Jona sedikit gugup karena, jika dia tidak mampu mengerjakan soal maka dia harus siap menjadi bahan tertawaan. Semua orang di dunia tahu, bahwa Jona tidak pintar berhitung. Eksakta adalah kelemahan terbesarnya, sampai-sampai, suatu hari ada yang mengatakan di hadapannya bahwa gadis cantik memang biasanya bodoh.
Apanya yang bodoh? Protes Jona waktu itu. Dia hanya tidak pandai di beberapa pelajaran, bukan berarti dia tidak memiliki kelebihan sama sekali. Kenapa di kehidupan yang sangat modern seperti saat ini, streotip bodoh itu masih menggaung di mana-mana? Jelas terdengar, karena masih sering diucapkan orang.
Untuk beberapa saat Jona melihat ke arah Livi dengan tatapan memelas. Biasanya dalam kondisi sulit seperti saat ini, dia akan menjelma menjadi pahlawan bagi Jona.
"Maju sini!" perintah Pak Juki sekali lagi namun Livi masih diam tak bereaksi. Tak berniat meminjamkan bukunya sama sekali.
Tatapan gadis itu, tenang namun penuh kepuasan melihat penderitaan Jona. Dalam hati Jona mengumpat atas perlakuan sahabatnya itu kalau masih bisa dianggap sahabat.
Di depan kelas, soal matematika bab Integral menanti. Salah satu bab yang paling ditakuti oleh Jona selain Aritmatika. Pak Juki meminta Jona untuk menyelesaikannya.
Detik demi detik berganti menit, tapi kekasih Jordy tak juga punya ide untuk menyelesaikan soal sehingga Pak Juki menyuruhnya berdiri di pojok kelas menghadap murid-murid. Kalau sudah begitu, siap-siap saja dia dipermalukan oleh guru killer itu.
"Inilah contoh buruk perilaku pelajar. Di kelas, alih-alih belajar malah melamun. Nyatanya tidak punya kemampuan apa-apa. Jangan ditiru!"
Seluruh manusia di kelas tertunduk. Sebenarnya mereka pun tak jauh beda dengan Jona. Hanya saja, sedikit lebih beruntung karena tidak disuruh maju. Tidak seperti Livi yang memang jago Matematika. Livi tidak punya masalah apapun dengan pelajaran, seperti memang sudah terlahir pintar begitu saja. Jona marah padanya, tentu saja. Seharusnya, Livi tidak tega melihat Jona diperlakukan seperti itu di depan kelas, mengingat apa yang telah Jona lakukan selama ini.
Bukankah, pengorbanan Jona untuk Livi memiliki arti? Bukankah, waktu dan perhatian adalah hal yang sangat berharga yang dapat diberikan oleh seorang sahabat. Yang bahkan tak dapat dibeli dengan uang? Apa semua itu tak lagi ada artinya bagi Livi?
Awas aja nanti akan kuadukan pada Jordy, ancam Jona dalam hati. Dia benar-benar tak habis pikir terhadap Livi. Meskipun kemudian, Jona tersenyum mengingat bahwa seharusnya dia giat belajar, membuktikan setidaknya pada diri sendiri bahwa dia tidak bodoh seperti penilaian banyak orang?
Ah, iya, mungkin aku memang bodoh.
Sepanjang pelajaran Pak Juki, Jona tetap berdiri di muka kelas sebagai hukuman. Sementara Livi tidak bisa untuk menahan diri agar tidak terlalu show off di mata pelajaran ini sehingga membuat Jona muak. Pak Juki bahkan memuji-muji anak Jordy itu sambil sesekali membandingkannya dengan Jona. Membuat kekasih Jordy merasa sangat kering, dan ingin menghilang saat itu juga.
Sepulang sekolah mereka bertengkar di muka gerbang. Jona tak percaya Livi bisa membiarkannya dipermalukan di depan kelas oleh Pak Juki, setidaknya dia bisa berusaha mengucapkan kata-kata diplomatis agar Jona tak begitu kecil, begitu telak saat dipermalukan tadi. Sementara Livi, menyerang balik dan mengingatkan agar gadis itu menjauhi ayahnya
"Kamu sama sekali nggak keren, nggak sepadan sama ayahku. Tau?"
"Jaga mulutmu. Kamu pikir, selama ini aku kacung? Iya?"
"Kamu yang jaga mulutmu. Jangan pakai merayu laki-laki demi ambisimu! Jauhi ayahku sekarang juga," balas Livi tak kalah berapi-api.
"Kamu nggak berhak ngatur-ngatur aku, Livi. Aku dan ayahmu saling cinta."
"Ya, kita lihat saja apakah sekuat itu juga cinta ayahku ke kamu. Ingat, aku adalah putrinya. Putri semata wayang. Kalian pasti akan ... berpisah," tandas Livi sambil menjatuhkan kepalanya tangan kanan di tangan kirinya sebagai tanda 'kehancuran'. Kehancuran yang sangat diharapkan olehnya terjadi pada hubungan cinta Jona dan Jordy.
Livi pergi meninggalkan Jona yang kehabisan kata-kata untuk melawannya. Ketika sadar ada yang memperhatikan, cepat-cepat dia menyeka sudut mata yang basah lalu lari pulang. Benar-benar hari yang buruk, lirihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Lily Tanto
tiap anak punya kepandaian berbeda. mungkin yg satu pandai di bidang exacta dan yg lain dibidang sosial. putri kami selalu kalah dibidang matematik. tp unggul dibidang sosial. puji Tuhan baru LULUS dg predikat CUMLAUDE dari Universitas Indonesia. MAGISTER KAENOTARIATAN
2022-07-25
0
Yustina Rini
Jauhi Jordy, Jona
2021-06-24
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
melihat kisah cinta beda usia dr sudut pandang yg berbeda. lanjut, thor
2021-04-15
2