Richard mandi dan menikmati waktu santainya berendam di bathtub dengan air hangat, seperti itu kebiasaannya menghabiskan waktu liburnya, apalagi tadi habis mengasah 'pedang' kebanggan nya terasa menguras tenaganya.
Senja dengan view lembah hijau yang begitu indah di kawasan Puncak di musim kemarau tanpa kabut begitu terasa tetap dingin.
Richard menikmati makan di pinggir kolam renang entah makan siang yang kesoren atau makan malam yang lebih awal karena di di nikmati saat waktu tanggung, saat dirinya mau langsung memesan makanan di Hotel miliknya yang menyatu dengan klab malamnya.
Entah kenapa akhir-akhir ini Richard merasa kesepian saat berada di tempat tinggalnya sendiri, yang semua fasilitas ada, seperti saat ini saat menyantap makanannya Richard baru merasa hidupnya sendirian.
Richard seperti tak ingin melewati hari libur dan hari minggu sendirian, hatinya ingin tetap bekerja agar tidak merasakan kesendirian seperti sekarang ini.
Lantunan adzan Maghrib begitu mengganggu pendengaran dan pikirannya, semula dianggap biasa saja hidup di lingkungan berbagai etnis pendatang dari berbagai suku dan ras memang seperti ini, akan ada suara-suara yang tanpa di undang masuk di pendengarannya.
Entah kenapa suara adzan itu begitu semakin dekat di telinganya, Rich seakan tak mendengarkan dan berusaha mengalihkan ke hal-hal lain.
Richard mengakhiri makannya lalu dia berdiri memandang keluar jendela ke lembah bawah di mana rumah-rumah penduduk hanya kelihatan segede korek api juga pepohonan begitu lancip karena kelihatan hanya ujungnya saja dan di jauh sana begitu indahnya pemandangan bukit-bukit daerah Puncak begitu menyegarkan mata di langit senja di musim kemarau tanpa kabut.
Richard memandang dan mencari dari mana arah suara adzan dan itu berasal, tapi tak melihat apa-apa sekarang sudah usai senja telah berganti temaram mengiringi malam.
Begitu jauh khayalan Richard ke masa kecilnya, kedua orangtuanya yang mulai menua kini, juga adik perempuannya Andrea yang beranjak dewasa dan kini kuliah dalam tanggungjawabnya, betapa jauh ingatan Richard akan mereka keluarga yang di cintainya.
Orangtuanya tahu kehidupannya seperti apa, tapi mereka tak mampu merubahnya hanya bentuk tidak setujunya mereka jarang sekali mengunjungi anaknya yang sudah sukses bak meteor kini.
Keinginan dan harapan orangtua semuanya sama ingin anaknya hidup lempeng-lempeng saja dan segera berumah tangga apalagi usia sudah melewati tiga puluh empat tahun, apalagi yang di tunggu?
Kesepian dalam keramaian mungkin itulah yang di rasakan Rich di hari liburnya. Haruskah dirinya menelephon Annet kembali? ah nggak mungkin atau aku biarkan kalau hari libur dia berada di sini dan aku booking?
Semalam telah aku habiskan sampai siang bersamanya, dan sore tadi baru selesai berkali mereka melakukan puncak kenikmatan bersama, masa malam ini aku telephon lagi?
Malam ini Richard harus ada yang menemaninya dan dirinya harus pergi ke klab malam lagi entah klab malam yang mana, karena dari semua The Rich Hotel kelolaannya semua ada klab malamnya.
Richard mondar mandir di pinggir kolam renang, dan melihat bayangan dirinya di air yang tenang dan jernih di ambang senja, dirinya memang sendiri karena memang yang ada di kamar pribadinya tidak ada orang selain dirinya kecuali malam-malam dan hari tertentu dia membooking seseorang perempuan baru dia bisa ada yang menemaninya.
Betapa bosan menjalani rutinitasnya, memandang segala kemewahan yang mengisi ruangan pribadinya. Richard berpakaian dan hanya mengenakan t-shirt keluar dari huniannya dan berjalan keluar Hotel menyusuri jalan raya dan masuk ke salah satu gang.
Tanpa tujuan Rich berjalan saja kemana kakinya melangkah, sampai dirinya di sadarkan be beberapa orang memegang tangannya.
Tukang ojek pangkalan mengerubunginya menawarkan jasa antar, karena tampang blasteran biasanya banyak duit dan suka royal kalau bayar melebihi tarif sebenarnya.
Richard bingung, soalnya dirinya berjalan asal keluar huniannya saja tak ada tempat yang di tuju dan hanya mengikuti langkah kakinya. Juga nggak bawa duit sama sekali, karena pikirnya hanya jalan jalan biasa saja.
Rich meraba saku belakang dan samping celananya tak menemukan apapun, dan berniat balik lagi tapi keburu suara suara di depan dan samping nya.
"Mister! naik motorku saja."
"Mau kemana Pak?"
"Oh eh, aku nggak naik ojek mau jalan kaki saja."
"Yaaaaah ... tampang aja boleh tapi jalan kaki."
Richard menghindar dengan berjalan terus walau motor memepetnya, tukang ojek yang mengerumuninya berhenti menawarkan dan memepetnya Richard pun menarik nafas lega.
Richard berjalan mundur memandang bangunan Hotel di pinggir jalan miliknya begitu nampak megah berderet dengan bangunan hotel dan vila lainnya, baru pertamakali Richard melihat megahnya bangunan Hotel miliknya dari arah dirinya berada sekarang.
Itu mungkin jendela kaca hunian khusus dirinya, terlihat gelap karena belum menyalakan lampu saat keluar tadi.
Terlihat kecil mungkin saat dirinya memandang ke arah sini. Tapi pemandangan lembah dan pemukiman juga jalan dan gang kecil tampak begitu indah kelihatan dari atas.
Pancaran lampu semarak dari tiap kamar dan celah gorden yang belum di tutup, juga ada yang masih gelap karena mungkin belum ada tamu yang mengisinya.
Richard tertegun sejenak di jalan yang agak turun, jalanan agak sepi terkadang ada satu dua motor juga mobil melintas.
Berniat kembali pulang ke Hotel dan huniannya yang baru beberapa bulan ini di tempatin dirinya, Richard berjalan kembali melewati rumah-rumah penduduk, ada warung yang begitu ramai orang-orang lagi ikut nongkrong sambil ngopi dan merokok, juga menonton tayangan sepak bola yang disiarkan dari televisi yang dipasang pemilik warung.
Sebelum keluar gang kecil Richard melihat orang pada berjalan menuju mushola kecil mungkin mau sholat Isya dan tak lama terdengar kumandang Adzan Isya memanggil.
Oh, berarti suara adzan yang selalu seperti masuk semua di hunian kamarnya itu dari sini asalnya, terlihat toa di tiang pinggir mushola itu.
Richard kembali berjalan dan melewati vila tua di samping Hotel megahnya, selama di sini belum pernah Richard berkenalan dengan tetangga hotelnya atau pun vila yang ada di sebelah kiri kanannya.
Ironis memang kehidupan di zaman sekarang orang melihat bangunan yang begitu megah dengan karyawan hilir mudik. Tetapi tidak tahu siapa pemiliknya orang mana dan dari mana, seharusnya walaupun bertetangga baik Hotel ataupun rumah memang sebaiknya kita kenal siapa di samping kiri dan samping kanan kita tapi itu semua hanya etika saja.
Richard tergelitik ingin tahu siapa pemilik vila keluarga di samping hotelnya ini sepertinya kurang penanganan dan berjalan di tempat atau mungkin juga kurang pemasaran sehingga kelihatannya begitu begitu saja dan sepi, tetapi apakah itu hanya pandangannya saja karena Richard juga baru sekarang melihat dari dekat vila di sebelah hotelnya ini.
Sepertinya vila ini kurang polesan, halamannya rimbun dan kelihatan agak gelap tidak mentereng seperti Hotelnya yang di pasang oleh hiasan lampu, yang membuat hotelnya begitu gebyar kelihatannya.
******
Baca juga BIARKAN AKU MEMILIH by Enis Sudrajat, like, vote, fav, dan beri hadiah❤️🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 299 Episodes
Comments
Erni Fitriana
semakin seruu...yuk lanjut
2022-03-16
1